Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Siang dan Malam

22 April 2017   22:32 Diperbarui: 23 April 2017   07:00 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kalau warganya protes, dia tentu saja bisa menjawab seperti ini, “Malam memang milik mereka. Kitalah yang sebenarnya telah mencurinya. Beruntung kita tak diperangi. Mereka malah bodoh mau membayar untuk hak mereka sendiri.”

Walikota malam tertawa terbahak-bahak.

Dulu kota malam sama seperti kota-kota sebelumnya memiliki waktu yang berpasangan; siang dan malam. Tapi pengaruh uang telah membuat orang di kota itu gelap mata. Mereka menjual siang dan malam demi kepuasan dunia. Mereka tinggal dalam alam abu-abu.

Demikian cepat masa terlewati, orang kota malam merasa bosan tak bisa menikmati hidup. Padahal uang mereka banyak. Maka karena tak ingin rugi, beberapa orang---termasuk yang kelak menjadi walikota---mencuri malam dari kota siang. Menurut mereka waktu terbaik menghambur-hamburkan uang adalah malam hari. Semua ada di sana, kesenangan memabukkan dan musik hingar bingar.

Kini setelah gelap dibeli kota siang, lengkaplah kota siang memiliki sepasang waktu; siang malam (ini bukan nama rumah makan Padang). Sementara kota malam hanya ditinggalkan hitam. Mereka tak lagi memiliki malam, tapi memiliki hitam.

Lambat laun kota hitam---begitulah kira-kira kita menyebutnya---hilang entah ke mana. Rata dengan tanah. Dan bila suatu kali kau berjalan-jalan meninggalkan kota siang malam ke goa-goa yang gelap, tak usah heran bila sekali-dua seperti melihat kelebat orang. Mereka bukan jin atau setan. Mereka adalah orang-orang yang pernah menjadi penduduk kota hitam. Entah benar atau tidak, wallahu alam.

Begitulah akhirnya kakek mengakhiri ceritanya. “Berhubung sudah malam, maka tidurlah. Besok masih ada siang untukmu mendongeng di sekolah!”

---sekian---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun