Mohon tunggu...
Putra Bolmut
Putra Bolmut Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Makar

17 Juli 2017   03:14 Diperbarui: 17 Juli 2017   11:49 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cahyadi Wijaya bukan main kesal. Ia merasa wibawanya jatuh. Permintaannya ditolak mentah-mentah. Ceritanya bermula ketika Presiden mengeluhkan kelompok oposisi yang belakangan semakin menjadi-jadi. Elix Mana, Sang Kepala Polisi dengan segera mengajukan diri untuk membereskan masalah itu.  Ia akan mencarikan jalan penyelesaian yang cepat, ampuh dan -paling penting- terlihat legal.

Pada awalnya Presiden agak khawatir Kepolisian tak bisa menyelesaikan masalah itu sendiri. Pihak oposisi cukup  kuat. Kelompok-kelompok perpanjangan tangan mereka di masyarakat juga sangat banyak. Karena itu Presiden juga bertanya kepada Panglima Angkatan Bersenjata. Siapa tahu bisa memberi bantuan disamping mencarikan akal.

"Panglima Zulfi bagaimana?"

Elix mana dengan cepat menolak. Menurutnya tentara bertugas mengamankan dan mempertahankan negara dari serbuan luar. Sedang keamanan sipil adalah otal wewenang Kepolisian. Kalau tentara ikut-ikutan, cerita tidak enaknya akan balik ke Presiden. Rakyat akan mudah melihat kalau Presiden mulai showforce. Panglima Zulfi yang terlihat hendak buka suara mengurungkan niat mendengar pernyataan Elix itu.

"Oposisi ini banyak dan tersebar di seluruh wilayah negara. Apa Pak Elix tidak akan kewalahan memikirkannya dan menghandlenya sendiri" Tanya Presiden.

"Bapak tenang saja. Wakil saya cukup mumpuni. Saya bisa perintahkan langsung" Balas Elix coba meyakinkan.

Cahyadi Wijaya paham betul bahwa Elix Mana ingin menonjol sendiri. *One man one show*. Presiden kebetulan memang sudah mulai memikirkan siapa yang akan jadi pasangannya di pemilihan raya selanjutnya. Cahyadi tahu sekali, bahwa sebagai penasehat dia bisa membisiki Presiden mengenai apa saja yang dapat menguntungkannya. Tapi urusan kekuatan menindak, yang dibolehkan secara resmi tetaplah kantor yang bosnya adalah Elix Mana. Tidak ada salahnya mendukung ide itu. Bukankah yang mendukung akan didukung, yang membantu akan dibantu.

"Presiden… Saya setuju dengan Pak Elix. Sebab lebih sesuai undang undang" Cahyadi membuka suara melihat ke Presiden dan kemudian melempar pandangan kepada yang empunya nama. Elix membalas memandang tapi kemudian segera kembali menatap lurus ke Presiden.

Presiden terlihat sedang berpikir.

"Sekalian kalau bisa Pak Elix tolong urus masyarakat Pegagan. Mereka nggk mau dibujuk, nggk takut diancam. Orang-orangnya berkeras pingin bertahan. Investor-investor saya sudah nggk sabar. Mereka mengancam akan memindahkan uang mereka ke negara sebelah" Sambung Cahyadi.

"Kalau itu saya pikir nggk bisa. Polisi bukan preman pasar bayaran yang bisa disuruh-suruh mengamankan bisnis kalangan tertentu"

Sejenak ada senyum di ujung bibir semua menteri dan pejabat negara yang hadir dalam rapat itu. Kecuali Cahyadi. Ia kehilangan muka.

"Pak Elix tolong diurus yang oposisi. Pak cahyadi coba naikan lagi tawaran ganti ruginya kepada masyarakat Pegagan. Kalau tetap tidak bisa nanti kita bicara" Ucap Presiden menutup rapat hari itu.

Suasana hati Cahyadi masih jungkir balik. Baru kali itu dia dipermalukan di depan banyak orang. Sambil menahan malu dan amarah di hati ia menjawab "Akan saya coba"

Sewaktu di depan Istana Negara, ketika akan naik ke mobilnya, Panglima Zulfi menghampiri Cahyadi. Sang Panglima mencoba berbasa basi menghiburnya. Bahkan beberapa katanya ada isyarat tawaran persekutuan untuk menjungkirkan Elix Mana. Tapi  menurut Cahyadi dirinya adalah taipan besar dan penasehat presiden. Ini negara demokrasi di mana tentara tidak lagi berandil penting. Di samping itu karena kejadian tadi, moodnya sedang tidak bagus. Kepada sang Panglima ia berkata:

"Lebih baik bapak pulang dan perhatikan barak-barak anak buah bapak. Sudah banyak debunya. Tapi…ngomong-ngomong apa iya pasukan yang sehari-hari hanya membersihkan barak punya sesuatu untuk ditawarkan"

Ia menutup pintu mobilnya dan dari dalam melihat raut tidak senang Sang Panglima. Ia tak peduli.

***

Sejak kejadian memalukan itu Cahyadi merencanakan tipu daya atas Elix Mana. Tapi ia tampak tidak melakukan apa-apa selain berbicara di telepon sebentar dan kembali khusyuk bermain catur dengan mimin, salah satu sekuritinya.

Hari pertama ia hanya mengatakan di telpon "Bagaimana?…Deal!"

Ia menutup telepon dan berkata :

"Min… batu catur yang paling bagus untuk menyerang adalah kuda. Langkahnya tak terduga. Skak!"

Di lain hari ia kembali bicara di telpon "Berapa?…Segera!"

Ia menutup panggilannya dan bilang:

"Min… untuk menang selalu samarkan maksudmu. Skak!

Di hari-hari itu ia melihat bagaimana kelompok kelompok oposisi mulai bermasalah secara hukum. Yang paling terbaru adalah bagaimana seorang pemimpin oposisi ditangkap. Terungkap bahwa dia pernah bekerja sebagai mucikari penyedia jasa bagi pria hidung belang yang berminat terhadap nenek-nenek. Ini pasti kerjaan Elix Mana. Geram rasanya mengingat nama itu. Tapi Ia kembali dalam kesibukannya : berbicara sebentar di telpon dan meng-skakmat sekuritinya.

Tapi suatu hari ia tak lagi bicara di telpon. Ia tampak fokus betul pada papan catur. Hari itu lawannya bukan lagi sekuritinyanya.

"Min… bikinkan teh hijau yang dari Jepang itu." Cahyadi membuka suara setelah beberapa menit diam - konsentrasi, memikirkan batu catur mana yang harus digesernya.

Sternya baru diambil oleh sang lawan. Lawannya berkata:

"Pak Cahyadi…dengan uang, anda bisa melatih kuda untuk memporak-porandakan musuh anda. Tapi dalam kehidupan nyata ada kemungkinan kuda itu berbalik menjadi liar dan menyerang Anda. Yang bisa memberi saya uang bukan hanya Anda. Kenapa saya harus mengikuti rencana Anda?

Cahyadi menarik nafas panjang. Dan berkata.

"Kalau Elix sukses dengan operasi ini, tak ada yang dapat menghalanginya menjadi pasangan Presiden di pemilihan raya sebentar lagi. Bila dia berhasil, anda sebagai wakilnya pasti dijanjikan posisi kepala polisi. Betulkan? Saya tahu itu. Tapi menurut saya, mengapa tidak saja anda yang menjadi pasangan presiden? Saya bisa mengaturnya

Ia mengambil bidak catur lawan. Menggeser bidak kudanya.

"Skak!"

***

Ketika meninggalkan Istana setelah  rapat sialan itu, ia tahu rasa malunya tak dapat dihilangkan. Kecuali dengan satu penawar. Balas dendam. Ia harus menyerang dan untuk menyerang ia harus mendekat. Ia tahu satu satunya cara untuk mendekati Elix Mana adalah dengan mendekati tangan kanannya, Danu Wardanu - Wakil Kepala Polisi. Cahyadi membuat penawaran yang kebanyakan orang tak  bisa menolaknya : guyuran uang. Tapi Danu Wardanu bukanlah kebanyakan orang. Butuh lebih dari itu untuk membujuk dirinya menjadi pengkhianat.

Tapi dewi fortuna ada di pihak Cahyadi. Operasi rekayasa yang dibuat Elix membuatnya populer. Muncul selentingan bahwa Elix pantas untuk maju sebagai pesaing Presiden pada Pemilihan Raya. Presiden tak suka dan kemudian menyebut nama Danu yang kalem dan cenderung di balik layar sebagai pasangan yang lebih ideal. Pada saat itu tahulah Cahyadi bahwa ia dapat membuat tawaran yang tak bisa ditolak bahkan oleh orang yang terbiasa menolak tawaran uang. Kekuasaan. Siapa yang imun darinya?

Maka malam ini ia sudah duduk rapi di depan TV.  Siap menyaksikan sebuah program berita di sebuah saluran. Walau belum dimulai ia sudah tahu isinya. Anak laki-laki kepala polisi, Elix Mana, digerebek di apartemen sedang melakukan pesta narkoba.

Ia bahkan sudah tahu bagaimana kelanjutannya. Penggerebekan itu akan melunturkan citra Elix. Dan selanjutnya akan ada desakan untuk menyelidiki jejak hitam Kepala Polisi tersebut. Rekening gendut, pengemplangan pajak, istri muda kalau perlu walau sedikit, niat makar. Demikian siasat yang ia dengar dari Danu. Elix akan dihabisi secara hukum dan sosial.

Tiba-tiba listrik padam. Di luar terdengar teriakan dan bentakan.

"Buka pintunya. Kalau tidak Anda buka akan kami buka paksa gerbang ini!"

Dalam gelap, dari balik gorden jendelanya ia melihat siluet beberapa orang dipiting ke tanah.

Siapa bangsat-bangsat ini pikirnya. Ia menghubungi Menteri Pertahanan. Tak ada jawaban. Tanpa takut Ia segera keluar.

"Mana Pak Cahyadi!!?" Teriak kawanan itu

"Saya di sini!" Jawab Cahyadi yang tiba tiba sudah ada di depan pintu.

"Kalian siapa? Apa-apaan ini? Berani kalian ya. Saya penasehat Presiden."

"Kami ditugaskan menjemput anda."

"Enak saja. Ini pelanggaran. Lanc..."

Bukkk!!! Salah satu di antara kawanan bersenjata itu menusuk perut Cahyadi dengan popor senjata. Dua kawannya maju dan segera mengapitnya. Masing-masing memegang lengan Cahyadi dan menaikkannya ke truk.

Ketika truk yang membawa Cahyadi berbelok di ujung jalan, listrik menyala. Tv besar di ruang tengah rumah Cahyadi perlahan menyala. Sebuah siaran sedang berlangsung. Lamat-lamat terdengar :

'Karena situasi politik yang tidak kondusif. Serta adanya indikasi mengarah kepada perpecahan. Maka,  mulai terhitung hari ini, pukul 22.00, Angkatan Bersenjata Negara mengambil alih pemerintahan. Konstitusi dibekukan. Presiden dan seluruh pejabat negara untuk sementara ditahan. Parlemen dan parpol dibubarkan. Pengadilan dan Kepolisian dinonaktifkan. Hak-hak sipil disuspensi. Hingga diadakan pemilihan kembali, posisi Pelaksana Tugas Presiden akan dijabat oleh saya sendiri, Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Zulfi Zeta'

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun