"Skak!"
***
Ketika meninggalkan Istana setelah  rapat sialan itu, ia tahu rasa malunya tak dapat dihilangkan. Kecuali dengan satu penawar. Balas dendam. Ia harus menyerang dan untuk menyerang ia harus mendekat. Ia tahu satu satunya cara untuk mendekati Elix Mana adalah dengan mendekati tangan kanannya, Danu Wardanu - Wakil Kepala Polisi. Cahyadi membuat penawaran yang kebanyakan orang tak  bisa menolaknya : guyuran uang. Tapi Danu Wardanu bukanlah kebanyakan orang. Butuh lebih dari itu untuk membujuk dirinya menjadi pengkhianat.
Tapi dewi fortuna ada di pihak Cahyadi. Operasi rekayasa yang dibuat Elix membuatnya populer. Muncul selentingan bahwa Elix pantas untuk maju sebagai pesaing Presiden pada Pemilihan Raya. Presiden tak suka dan kemudian menyebut nama Danu yang kalem dan cenderung di balik layar sebagai pasangan yang lebih ideal. Pada saat itu tahulah Cahyadi bahwa ia dapat membuat tawaran yang tak bisa ditolak bahkan oleh orang yang terbiasa menolak tawaran uang. Kekuasaan. Siapa yang imun darinya?
Maka malam ini ia sudah duduk rapi di depan TV. Â Siap menyaksikan sebuah program berita di sebuah saluran. Walau belum dimulai ia sudah tahu isinya. Anak laki-laki kepala polisi, Elix Mana, digerebek di apartemen sedang melakukan pesta narkoba.
Ia bahkan sudah tahu bagaimana kelanjutannya. Penggerebekan itu akan melunturkan citra Elix. Dan selanjutnya akan ada desakan untuk menyelidiki jejak hitam Kepala Polisi tersebut. Rekening gendut, pengemplangan pajak, istri muda kalau perlu walau sedikit, niat makar. Demikian siasat yang ia dengar dari Danu. Elix akan dihabisi secara hukum dan sosial.
Tiba-tiba listrik padam. Di luar terdengar teriakan dan bentakan.
"Buka pintunya. Kalau tidak Anda buka akan kami buka paksa gerbang ini!"
Dalam gelap, dari balik gorden jendelanya ia melihat siluet beberapa orang dipiting ke tanah.
Siapa bangsat-bangsat ini pikirnya. Ia menghubungi Menteri Pertahanan. Tak ada jawaban. Tanpa takut Ia segera keluar.
"Mana Pak Cahyadi!!?" Teriak kawanan itu