Sejenak ada senyum di ujung bibir semua menteri dan pejabat negara yang hadir dalam rapat itu. Kecuali Cahyadi. Ia kehilangan muka.
"Pak Elix tolong diurus yang oposisi. Pak cahyadi coba naikan lagi tawaran ganti ruginya kepada masyarakat Pegagan. Kalau tetap tidak bisa nanti kita bicara" Ucap Presiden menutup rapat hari itu.
Suasana hati Cahyadi masih jungkir balik. Baru kali itu dia dipermalukan di depan banyak orang. Sambil menahan malu dan amarah di hati ia menjawab "Akan saya coba"
Sewaktu di depan Istana Negara, ketika akan naik ke mobilnya, Panglima Zulfi menghampiri Cahyadi. Sang Panglima mencoba berbasa basi menghiburnya. Bahkan beberapa katanya ada isyarat tawaran persekutuan untuk menjungkirkan Elix Mana. Tapi  menurut Cahyadi dirinya adalah taipan besar dan penasehat presiden. Ini negara demokrasi di mana tentara tidak lagi berandil penting. Di samping itu karena kejadian tadi, moodnya sedang tidak bagus. Kepada sang Panglima ia berkata:
"Lebih baik bapak pulang dan perhatikan barak-barak anak buah bapak. Sudah banyak debunya. Tapi…ngomong-ngomong apa iya pasukan yang sehari-hari hanya membersihkan barak punya sesuatu untuk ditawarkan"
Ia menutup pintu mobilnya dan dari dalam melihat raut tidak senang Sang Panglima. Ia tak peduli.
***
Sejak kejadian memalukan itu Cahyadi merencanakan tipu daya atas Elix Mana. Tapi ia tampak tidak melakukan apa-apa selain berbicara di telepon sebentar dan kembali khusyuk bermain catur dengan mimin, salah satu sekuritinya.
Hari pertama ia hanya mengatakan di telpon "Bagaimana?…Deal!"
Ia menutup telepon dan berkata :
"Min… batu catur yang paling bagus untuk menyerang adalah kuda. Langkahnya tak terduga. Skak!"