Suketi bertambah risau. Bibah seakan mobil baru yang tak boleh lecet. Berangkat-pulang sekolah mestilah diantar-jemput. Perempuan itu benar-benar dipingit. Keluar pagar saja diawasi. Bahkan jika Bibah hendak ke pasar belanja mingguan, Nyai Bedah terpaksa menemaninya. Sekali waktu Suketi turun-tangan bila istrinya lelah.
Hingga kejadian siang itu membuat Suketi curiga. Bibah tertangkap  basah sedang menikmati rujak mangga muda di belakang rumah. Kecurigaan yang tak beralasan itu, dibalas Bibah dengan tawa cekikikan. Ada masalah kalau seorang gadis merujak mangga muda?
"Tak ada masalah. Tapi..." Suketi menggantung ucapannya. Dia merasa bersalah karena curiga berlebihan.
Di hari lain, Suketi memergoki Bibah muntah-muntah di dapur. Nyai Bedah sedang pergi kenduri. Dia teringat istrinya itu pernah muntah-muntah saat mengandung Imran. Bibah menenangkan dengan alasan ada riwayat maag.
Suketi berusaha meredam was-was yang menyemak hati. Bisa jadi dia terlalu pencemas. Bagaimana dengan Bibah yang mulai senang bersolek? Bukankah Nyai Bedah juga senang bersolek saat mengandung Fatimah, putri sulung mereka?
"Apa salahnya Bibah senang bersolek? Anak gadis memang harus terlihat cantik. Aku juga senang bersolek saat jatuh cinta kepada Abah." Kali ini Nyai Bedah membantah buah kerisauan lakinya. Suketi kalah telak, tertunduk malu mengamati jemari kakinya yang gemuk-gemuk.
Hingga di bulan kesepuluh keberadaan Bibah, Nyai Bedah muntab. Wajahnya semerah udang rebus, risau di kamar, berjalan hilir-mudik seperti gasing, membuat lakinya pusing. Si nyai curiga melihat samar-samar perut anak gadis itu mulai gembung.
Suketi nyaris seperti makan asap, menghabiskan hampir dua bungkus rokok, mencoba memadamkan gelisah dalam dada. Dia beberapa kali berubah posisi, dari berdiri di ambang jendela, hingga duduk tak tenang di kursi goyang.
Sungguh dia lebih dulu setengah bulan mengetahui pasal Bibah hamil. Saat itu Nyai Bedah menginap tiga malam di rumah sepupunya. Malam dingin berhujan menjadi saksi dimana Suketi memapah Bibah ke rumah bidan asbab tiga kali muntah, dan tubuhnya lunglai.Â
Bidan mengatakan Bibah positif.
Suketi tahu arti ucapan itu, sehingga telapak tangannya basah keringat lantaran cemas. Dia pura-pura kurang faham, berharap dia hanya salah menerjemahkan. "Maksud, Bu Bidan?"
"Selamat ya, Pak Haji. Sebentar lagi Bapak akan mendapat cucu baru. Artinya, dia hamil."