Tentang Nyai Bedah, istri Suketi, sudah sejak pagi mengurung diri di kamar. Hatinya bagai diiris sembilu, malu bukan buatan. Lelaki yang diyakini tak akan berbuat macam-macam, ternyata sukses mencoreng keningnya. Bunuh diri, bukankah itu sangat memalukan? Tapi penyebab bunuh diri itulah yang lebih memalukan.
Nyai Bedah teringat kemarin sore lakinya risau sangat. Asap rokok menguar dari mulutnya yang legam, seakan asap lokomotif, berjas-jus memualkan. Andaikata Nyai Bedah dapat muntah, dia ingin menyemburkan seluruh muntahannya ke wajah lelaki brengsek itu. Hmm!
Suketi mendesah, mengembuskan asap terakhir, menjejalkan puntung rokok di dalam asbak, lalu menatap Nyai Bedah ketakutan. Dia meringkuk seakan beruk ditimpa hujan. Baginya Nyai Bedah laksana singa, siap menerkam.
"Jadi, Bibah benaran hamil?"
"Iya, dia benaran hamil." Perut Bibah mulai membuncit. Mungkin sebentar lagi menjelma gong, menggemparkan warga Bawah Dapur.
"Pelakunya adalah kamu, Abah?" Hati perempuan itu hancur, apalagi melihat kepala Suketi mengangguk. Seandainya dia menggeleng, rasa malu Nyai Bedah tentu lebih ringan.
Petaka! Nasi sudah menjadi bubur. Ucapan "karena khilaf" dari mulut lelaki itu hanyalah angin lalu, dan suatu cara pembenaran. Apakah menghamili orang yang bukan muhrim itu harus dibenarkan untuk pelaku dari kalangan keluarga, lakinya sendiri? Nyai Bedah tak sanggup menerimanya!
***
Bibah diantar emaknya ke rumah Suketi lebih satu setengah tahun lalu. Pertalian darah di antara mereka sebenarnya cukup jauh. Menjadi dekat, asbab persoalan materi dan pamor. Suketi beruang, bukan lantaran besar mirip beruang, melainkan memiliki banyak uang lagi menjadi imam panutan warga Bawah Dapur.
Lelaki itu kesal tak suka didatangi tamu pagi-pagi, mengganggu ibadah rutinnya saja!
Entah kenapa dia berpikir akan terjadi hal gawat di belakang hari, usai mendengar si emak berniat menitipkan putrinya sekadar bantu-bantu. Maksudnya Bibah akan mondok di rumahnya.