Mohon tunggu...
Tankulava
Tankulava Mohon Tunggu... Guru - Rifai el-Carbon

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN-SU

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Surat yang Terakhir: Pertemuan Kedua

29 September 2020   15:32 Diperbarui: 13 Oktober 2020   14:52 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi teman-teman yang baru kali ini mampir di novel Surat Yang Terakhir ini, saya ucapkan selamat datang didunia halusinasi penulis. Cerita sebelumnya bisa langsung di cek pada link https://www.kompasiana.com/rifai24594/5f69b840097f364e103a95c2/surat-yang-terakhir-panorama-alam

Di sisi lain, sosok gadis yang berjalan perlahan menuju meja belajarnya untuk mengulang kembali pelajaran tadi di sekolah, atau malah ingin membaca buku favorit yang ia miliki. 

Mengingat gadis tersebut sangat gemar membaca novel cinta. Melihat waktu pun masih terlalu cepat untuk membaringkan badan di kasur empuk atau untuk tidur. Yah namanya juga menggunakan waktu semaksimal mungkin kepada aktivitas yang bermanfaat. Siapa lagi kalau bukan Nora.

Tas yang tergantung pun diambil lalu membuka resletingnya mengeluarkan semua buku. Memang buku pelajaran pada mata pelajaran tadi sudah lengkap namun dari raut wajahnya masih gelisah mencari sesuatu. 

Mungkin sesuatu yang penting sehingga ia tidak menghiraukan buku yang barusan ia keluarkan dari tas. Seluruh isi tas sudah Nora keluarkan namun wajahnya terlihat masih gelisah mencari sesuatu.

Tidak hanya tas saja, Nora pun bangkit dari tempat duduknya menuju rak buku yang tersusun rapi mencari dan melihat perlahan-lahan buku yang tersusun bahkan memindahkannya dari rak ke meja belajar, namun yang di cari masih belum juga ia temukan. Selanjutnya ia mencari di sekeliling kawasan kamarnya, munkin berada di suatu tempat di kamar ini fikirnya. 

Lemari kecil tempat lampu tidur pun sudah di periksa namun di situ pun tidak ada. Kasur yang tadi baru di rapikannya di acak kembali sampai mengambil sebuah senter kecil di atas meja yang berdekatan dengan lampu tidur, lalu menggunakannya untuk menerangi di bawah kasur yang gelap.

Nora pun pasrah atas usahanya mencari sesuatu yang ia anggap berharga itu. Karena letih belum kunjung di jumpai akhirnya ia memutuskan berhenti sejenak menyandarkan badannya di pinggiran kasur yang sudah berantakan begitu juga dengan keadaan kamarnya, Nora hanya menghela nafas berharap yang di carinya itu dia temukan secepat mungkin.

Suara ketukan dari luar pintu menghapuskan lamunannya, Nora segera berdiri untuk membuka pintu kamarnya yang terkunci. Setelah ia buka ternyata Seri yang berdiri membawa buku pelajaran. Barulah Nora tersadar kalau dirinya ada janji bersama Seri untuk mengerjakan tugas bersama.

"Oh kamu toh, Ser" Ucap Nora dengan sedikit keluhan karena masih gelisah. "Ayo masuk" Sambungnya.

"Eh ini kenapa, kok berantakan begini Nora" Ucap Seri kaget melihat keadaan kamar Nora yang berantakan setelah melewati pintu kamar. "Kamu kenapa sampai buat kamar berantakan begini" Sambungnya masih heran.

"Aku lagi mencari buku harianku" Jawab Nora singkat.

"Sudah ketemu"

"Belum" Jawab Nora kesal "Mungkin sudah hilang, tapi tadi aku membawanya kesekolah" Sambungunya dengan raut muka yang gelisah dan mengaruk-garuk kepala.

"Seberapa penting sih buku harian itu".

"Penting deh pokoknya".

"Yasudah kita bereskan dulu kamarmu ini, belajar itu lebih penting. Nanti kita cari sama-sama ya" Ucap Seri mengusap punggung Nora. "Coba ingat-ingat dulu jangan-jangan ketinggalan di kelas atau dimana gitu di area sekolah" Sambungnya sembari mereka merapikan kembali kamar itu.

"ASTAGA" Ucap Nora nada kaget, baru mengingat sesuatu.

"Kenapa" Sahut Seri yang juga ikut kaget akibat nada suara Nora yang keras.

"Aku baru ingat kalau bukunya kutinggalkan di taman-taman kecil depan gerbang sekolah".

"Yasudah besok saja kita lihat kembali, ini sudah malam lagian disana itu sangat gelap".

"Atau mungkin di ambil cowok yang jumpa samaku tadi siang".

"Kamu kenal sama dia".

"Ehehehe... tidak sih. Sepertinya dia bukan dari sekolah kita. Semoga saja kalau cowok itu ambil dikembalikannya lagi".

"Tenang saja, pasti dikembalikannya itu".

"Kok kamu sok tahu gitu sih".

"Kan Nora yang bilang kalau cowok itu sangat tampan dan baik hati" Goda Seri.

"Aaahhhh sudahlah, kita belajar saja".

Mereka pun akhirnya belajar seusai membereskan kamar yang tadi berantakan dan Nora tidak lagi memikirkan tentang buku hariannya yang hilang itu.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali gadis bernama Nora sudah berdiam diri didepan gerbang sekolahnya. Tentunya menunggu Faldi, mengikuti firasat dan kata hati untuk meyakinkan diri bahwa buku harian itu berada dalam gengaman pemuda yang menabraknya semalam. Fikiran yang diselimuti kegelisahan tergambarkan melihat reaksi Nora yang melangkah perlahan berputar-putar tanpa tujuan yang jelas dan mengigit jari telunjuknya.

"Mudah-mudahan ada sama cowok itu" Gumam hatinya. Wajahnya seketika berubah melihat seseorang yang berjalan sendirian, meskipun wajahnya belum jelas hatinya sudah meyakinkan bahwa itu Faldi. 

"Bagaimana kalau kalau tidak ada, aku harus mengatakan apa nanti agar dia tidak tersinggung" Ternyata wajah girang itu hanya sebentar. Bukan semakin tenang, hatinya malah menjadi bertambah gelisah melihat Faldi semakin mendekat. Jantungnya berdetak tidak karuan setelah melihat jelas wajah Faldi yang perlahan mulai mendekat.

Faldi sekarang sudah berada di depan wajahnya. Nora mencoba membalas pandangan hangat Faldi namun tidak bertahan lama, dia akhirnya merunduk tersipu malu. Diam seribu bahasa, bingung memulai pembicaraan dari mana. Hatinya berontak, kenapa harus perempuan yang duluan memulai pembicaraan dalam hatinya.

Nora berusaha tenang dan menatap wajah Faldi kembali. Sejenak mereka saling bertatapan satu sama lain. Perasaan aneh muncul didalam benak mereka berdua sehingga membuat tatapan berdurasi lama. Faldi tidak bosan menatapi Nora tanpa berkata apa-apa. Mempelototi wajah gadis cantik di depannya dengan lamat. Ini bukanlah pandangan pertama mereka namun kelihatannya mereka hanya saling menatap tanpa berbahasa, hingga Nora kembali merundukkan kepalanya.

Faldi mengusap wajahnya tersadar dari lamunan kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal "Eh maaf, kamu Nora ya?" Tanya Faldi memulai pembicaraan. "Aku Faldi" sambungnya mengulurkan tangan kedepan Nora gadis di depannya.

"Iya, kamu tahu darimana namaku" Jawab Nora masih merunduk tidak sanggup melawan tatapan mata Faldi.

"Dari buku ini" Ucap Faldi mengeluarkan sebuah buku harian berwarna pink dari dalam tasnya, kemudian memberikan kepada Nora.

"Ooh ternyata buku itu ada sama kamu ya" Sahut Nora cuek.

"Mungkin kamu sudah khawatir memikirkan buku ini kan".

"Hmmm tidak kok, biasa saja".

"Terus kenapa pagi-pagi begini sudah berdiri di depan gerbang sekolah" Selidik Faldi.

Nora hanya diam menundukkan kepala merasa malu ketahuan berbohong. "Selain namaku apa lagi yang kamu baca dari buku ini" Tanya Nora belum menjawab pertanyaan Faldi tadi.

"Tidak banyak sih. Hanya membaca beberapa tulisan yang puitis saja" Jawab Faldi seolah berfikir sebelum menjawab.

"Oh".

"Maaf ya sudah tidak sopan membaca isi buku harianmu tanpa izin terlebih dahulu" Senyum kecil. "Oh ya, aku lanjut dulu ya, soalnya gerbang sekolahnya masih agak jauh tuh" Sambung Faldi melangkahkan kaki meninggalkan gadis tersebut.

"Mmmm... Terimakasih ya Faldi" Ucap Nora masih menunuduk.

"Lain kali jangan tinggalkan barang sembarangan" Ucap Faldi yang terus berjalan tanpa menatap wajah Nora lagi.

Nora mengangkat kepalanya memperhatikan punggung Faldi yang terus melanjutkan perjalanannya. Tersenyum girang sambil memeluk buku harian yang berda di tangannya. Entah bahagia karena buku hariannya sudah kebali ataukah terbawa suasana akibat saling tatapan tadi. Tangan Nora sepontan melambai kepada pemuda yang terus berjalan, namun segera ia turunkan dan memastikan disekitar tidak ada yang melihat tingkah konyolya itu.

"Faldi" Gumam Nora pelan memutar badan dan tersenyum sendiri membuka gerbang sekolah yang masih tertutup. Dari gerbang sampai kedalam kelas ia hanya senyum-senyum saja. Memang tidak akan ada yang menggoda atau mengejeknya, karena dialah orang yang lebih awal datang kesekolah hari ini.

Faldi yang berjalan ternya masih membayangkan wajah cantik Nora. Beberapa kali dia mencoba mengusiknya tetap saja senyuman dan tatapan lembut Nora masih ada di fikirannya.

Sesampainya di kelas dalam kesendirian, Faldi masih termenung menuruti fikirannya yang berisikan wajah cantik Nora. Memang saat di depan Nora tadi dia bersikap dingin seolah acuh tak acuh. Namun dia tidak bisa membohongi perasaanya yang tidak bosan melihat Nora dan tingkahnya yang tersipu malu tadi. Faldi hanya senyum sendiri mengingat tingkah gadis yang ia jumpai pagi hari ini.

Lamunan yang indah seolah menari-nari di atas awan dan terbang berpegangan tangan meraih bintang. Mendarat dan berbaring bersama di bulan saling menatap satu samalain, mengungkapkan isi hati serta memeluk erat seakan tidak ingin terpisah.

Namun sayangnya lamunan yang indah tadi hilang setelah Bily dan Amat yang usil mengagetkan dirinya. Tersadar dua orang sahabatnya sudah berada tepat di depannya memperhatikan tingkahnya dari tadi. Tentu saja Bily dan Amat heran apa yang sedang terjadi dengan Faldi, apa yang sedang ia lamunkan. Apakah Faldi benar-benar tidak sadarkan diri keberdaan mereka yang memperhatikannya.

"Kamu tadi kenapa senyum-senyum sendiri Fal" Selidik Bily.

"Iya, seperti orang gila saja" Sambung Amat.

"Tidak apa-apa. Lagian siapa yang senyum-senyum" Jawab Faldi membela diri dari godaan kedua temannya.

"Jangan-jangan kamu kesurupan Fal".

"Ya, aku juga merasa ada yang aneh dengan Faldi hari ini".

"Kalian berdua kenapa sih" Faldi kesal melihat kedua temannya.

"Kamu tadi melamunkan apa" Amat mulai bertanya serius "Cerita dong sama kita" Sambungnya.

"Pasti cewek. Ya kan?" Bily menunjuk Faldi hingga hampir mengenai batang hidungnya.

"Ti ti tidak kok. Cuma mikirin itu tuh" Faldi menjawab terbata-bata menunjuk kearah yang tidak jelas.

"Apa" Wajah Bily dan Amat medekati wajahnya dan melotot menunggu jawaban Faldi.

Faldi melihatnya aneh dan menolak kedua wajah yang mendekatinya. "Ahh... suadahlah, jangan di bahas lagi" Ujar Faldi bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan kedua sahabatnya tersebut.

Bily dan Amat pun bangkit dari duduknya mengikuti Faldi dari belakang dengan jarak yang dekat. Penasaran masih ada didalam hati kedua sahabat Faldi itu, mereka mengikuti Faldi kemanapun pergi, meniru gaya yang Faldi lakukan. Misalnya saja saat Faldi berdiri di teras sekolah menatapi siswa yang sedang asik bermain sepak bola dan tangannya di masukkan kedalam kantong celana, saat menoleh kearah Bily dan Amat keduanya pun berbuat demikian.

Faldi merasa tidak nyaman atas sikap kedua temannya, rasa kesal karena melihan tingkah Bily dan Amat yang aneh dan terus membuntutinya. Ia akhirnya memutuskan duduk bersender di bangku yang ada di teras sekolah tempat mereka biasa duduk pagi menunggu bel sekolah di bunyikan.

"Kalian berdua ngapain sih beringkah aneh seperti itu dari tadi" Ucap Faldi kepada kedua temannya yang menghampiri.

"Makanya cerita dong, apa masalahmu, siapa yang membuatmu melamun pagi-pagi begini dan apa yang membuatmu melamun" Ucap Bily masih menyelidiki.

"Oooo..." Jawaban kesal dari Faldi

Suasana menjadi lengang hanya suara dari siswa lain yang terdengar, Faldi tidak merespon pembicaraan dan pertanyaan kedua temannya. Mereka bertiga hanya sibuk melihat anak siswa yang lain sibuk dengan aktifitasnya masing-masing tanpa menghiraukan kalau mereka sedang memperhatikan mereka. Penasaran dengan Faldi masih ada, namun tidak ada lagi yang mau memulai pembicaraan untuk menyelidiki keadaan yang sedang terjadi pada Faldi.

Bel sudah berbunyi. Seperti biasa, siswa dan siswi tidak di bolehkan dan tidak dibenarkan lagi berda di luar kelas tanpa adanya keterangan yang bisa membelanya.

Waktu belajar di sekolah selama beberapa jam hari ini sudah berakhir, semua bergegas kembali kerumahnya, begitu juga dengan tiga sahabat sejoli itu. Bily kelihatannya lebih bergegas ingin cepat sampai kerumah, karena sebelumnya sudah berjanji kepada kedua orangtuanya membawa makan siang mereka sekaligus membantu pekerjaan di ladang.

"Kok tergesa-gesa" Ucap Amat yang melihat temannya memasukkan buku kedalam tas dan bergegas keluar dari kelas.

"Aku harus mengantarkan makan siang keladang" Jawab Bily.

"Kan tidak mesti meninggalkan kita berdua disini" Sahut Faldi yang sudah bisa diajak bicar

"Yaudah buruan".

Mereka berjalan hingga menghampiri gerbang sekolah. Meskipun Bily ingin cepat sampai kerumah tapi kedua temannya menahan kehendaknya untuk bergegas, mereka hanya berjalan santai seperti biasanya. Dalam hati Bily pun ada rasa tidak enak meninggalkan kedua temannya.

Beberapa meter gerbang sekolah sudah mereka tinggalkan dan tidak hanya mereka siswa yang berjalan kaki. Jalan raya dipenuhi kerumunan siswa yang bergegas pulang kerumah hingga pengguna jalan yang berkendara harus bersabar melewati jalanan ramai menurunkan gas kendaraannya agar anak-anak siswa yang memadati dua pertiga jalanan tidak tertabrak.

Mereka bertiga lebih memilih jalan santai sambil ngobrol hingga jalanan sedikit lapang untuk dilewati. Tiba waktunya mereka mendekati gerbang SMA 2, yang tadinya juga ramai orang yang keluar dari gerbang tersebut.

Mata Faldi yang tadinya fokus menatap kedepan malah mengikuti interuksi fealingnya untuk mengamati keadaan dibalik gerbang SMA 2 tersebut. Sontak Faldi tersenyum kecil mengamati dua gadis yang ia kenal sebelumnya, yah Nora dan temannya berjalan perlahan melewati gerbang pagar sekolah. 

Melihat Faldi yang melempar senyum kepadanya, Nora juga tersenyum namun tersipu malu menyadari kalau mereka dipelototi. Sementara kedua teman Faldi sedang asyik mengobrol tanpa ia pedulikan.

"Kalau menurutmu gimana Fal" Gumam Amat meminta tangaapan ataupun jawaban dari apa yang ia bicarakan bersama Bily.

"Cantik" Sahut Faldi dengan mata melotot melihat gadis yang berjalan berlawanan arah dengannya.

"Apanya yang cantik" Ucap Bily kebingungan dengan jawaban temannya.

"Hah" Sahut Faldi mengalihkan pandangannya "Kenapa tadi" Sambungnya.

"Melamun terus dari tadi. Temannya ngomong pun tidak di hiraukan" Cetus Amat.

"Siapa yang melamun, aku cuma lihat itu tadi" Faldi menunjuk dengan mulutnya untuk membela diri.

"Lihat apa hah, disitu tidak ada yang aneh dari tadi".

"Kok sikapmu dari tadi pagi agak aneh ya Fal" Ujar Bily.

"Eh Bily kan mau pergi ke ladang. Bagaimana kalau kita ikut Mat" Ucap Faldi mengalihkan pembicaraan dan tidak menanggapi temannya.

"Itu yang mau kami tanyakan tadi, haduuh kawanku yang satu ini" kesal Amat "Tapi jawabanmu malah nyeleneh" Sambungnya.

"Oke, maaf kalau aku tadi kurang fokus. Hehe" Faldi tertawa kecil.

"Kalau kalian mau ikut aku sarankan kalian berdua menyusul saja soalnya aku harus buru-buru mengantar makan siang".

"Aku sih tidak setuju, lagiankan kebersamaan itu sangat indah" Tanggap Amat.

"Yasudah, nanti kita kerumahku dulu, baru kerumah Faldi habis itu kerumahmu Mat. Kalian berdua ambil makan siang masing-masing. Kita makannya di ladang saja" Bily menjelaskan "Cocok gak" sambungnya"

"Okey"

"Siip"

Setelah mengambil makan siang di rumah masing-masing mereka bertiga pun bergegas menuju keladang menaiki sepeda masing-masing.

Jika merasa ceritanya nanggung itu karena ulah si penulis yang hanya sekali dalam seminggu mengirimkan sambungannya atau klik di link https://www.kompasiana.com/rifai24594/5f855a1d3d68d5269631b532/surat-yang-terakhir-kabar-gembira

Salam Literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun