Mohon tunggu...
Tankulava
Tankulava Mohon Tunggu... Guru - Rifai el-Carbon

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN-SU

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Surat yang Terakhir: Panorama Alam

22 September 2020   15:39 Diperbarui: 29 September 2020   15:48 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi teman-teman yang baru kali ini mampir di novel Surat Yang Terakhir ini, saya ucapkan selamat datang di dunia halusinasi penulis. cerita sebelumnya bisa langsug di cek pada link

https://www.kompasiana.com/rifai24594/5f60764b9cac1b2ccc304315/surat-yang-terakhir-tabrakan-asmara 

Sedikit demi sedikit mentari yang memancarkan cahayanya di siang hari bergeser ke ufuk barat, menarik perlahan-lahan siang yang tadinya terang benderang menjadi sebuah malam yang gelap gulita nantinya. Terasa cepat terbenamnya mentari karena hari-hari di penuhi aktivitas dan kesibukan masing-masing.

Panorama pemandangan senja di antara awan dan langit yang terbentang luas terlihahat indah serasa sendu dalam pandangan mata setiap makhluk yang melihatnya. Sebuah maha karya dari pelukis agung yang tidak bisa di tandingi oleh siapapun.

Para petani pulang dari sawah dan ladang menuju rumahnya untuk beristirahat. Tidak hanya itu para anak-anak, remaja, dan orang tua berbondong-bondong berangkat menuju mesjid di desa tersebut untuk menunaikan shalat maghrib berjamaah. Sungguh pemandangan yang mampu memuaskan mata.

Suara azdan merdu berkumandang dari toa mesjid mengajak semua ummat mengerjakan perintah dari Tuhan yang Maha Esa untuk para hamba-hambanya yang diwajibkan Sholat terkhususnya bagi desa Malintang tersebut. Tentunya bukan hanya satu waktu saja melainkan lima waktu yang di wajibkan yaitu zuhur, ashar, maghrib, isya dan subuh.

Dari kejauhan seorang pemuda yang memakai lobe, baju muslim yang rapi serta sarung yang sudah dililitkan di pinggang terlihat mempercepat langkah kakinya menuju Mesjid Jami' Baiturahim untuk mendaptkan shalat berjamaah. Seseorang yang tidak jarang dilihat mata, yaitu Faldi.

Seusai mengambil wudhu pemuda itu bergegas menuju kedalam mesjid menunggu iqomah selesai dikumandangkan mengambil barisan paling depan yang selanjutnya melakukan shalat berjamaah bersama orang-orang yang berada di dalam mesjid tersebut.

Seusai shalat berjamaah, dzikir dan doa yang dipimpin oleh sang imam, Faldi tidak langsung pulang kerumah seperti halnya orang-orang disekitarnya. Ia malah melangkahkan kaki menuju rumah Ibu Anidah yaitu tempat pengajian malam di desa tersebut. Karena seperti biasanya disitu kekurangan guru pendidik. Untuk itulah ibu Anidah meminta kesediaan Faldi untuk membantunya mengajar jauh hari sebelumnya. Bisa dikatakan Faldi adalah salah satu murid pengajian yang di kagumi ibu Anidah karena memiliki watak yang sopan dan cerdas.

Proses belajar mengajar di rumah pengajian tersebut tidaklah lama, waktunya hanya berkisar antara maghrib sampai  shalar isya saja. Setelah adzan isya berkumandan proses belajar mengajar di rumah pengajian tersebut akan usai di tutup dengan doa serentak oleh anak-anak yang belajar disitu. Kemudian semua murid mengaji tersebut akan diarahkan ke mesjid untuk shalat berjamaah sebelum pulang kerumah masing-masing.

Shalat isya pun sudah selesai dilaksanakan, sehabis salam para murid mengaji tersebut menyalami Faldi dan sekaligus pamitan pulang kerumah. Begitu pula halnya dengan Faldi yang langsung pulang kerumah tanpa singgah atau berbelok arah ketempat lain.

"TOK TOK TOK" Suara ketukan pintu dari Faldi setelah sampai di rumah tepatnya dimuka pintu rumahnya "Assalamu 'alaikum" Ucapan salam darinya sesudah mengetuk pintu rumah.

"Waalaikumussalam" Sambut seseorang dari dalam rumah menjawab salam Faldi sembari mebukakan pintu yang di kunci dari dalam. Ternyata itu adalah Bundanya.

"Ohh kau toh Fal, bunda pikir siapa tadi" Ujar bundanya yang sedang berdiri didepannya.

"Masa bunda tidak kenal suara anaknya sendiri" Jawab Faldi. Ia langsung mengambil tangan bundanya lalu menciumnnya.

"Faldi makan malam dulu, soalnya bunda sama yang lain sudah pada makan".

"Iya bunda. Oh ya kakak kemana? Kok tidak kelihatan".

"Bunda lihat tadi pergi ke kamarnya, mungkin sudah tidur".

"Cepat amat. Tidak biasanya tuh" Ucap Faldi sedikit bingung.

"Katanya sih kecapean habis tahlilan dari rumah kawannya" Jawab bundanya dari kejauhan yang bejalan meninggalkannya.

"Ooo begitu" Jawab Faldi singkat.

Perutnya sudah keroncongan menahan lapar dari tadi. Sepertinya sudah tidak mampu lagi menahan lapar. Berjalan perlahan-lahan menuju ruang makan membuka tudunhttps://www.kompasiana.com/rifai24594/5f72f1088c249c55c07ed0c3/surat-yang-terakhir-pertemuan-keduag nasi yang menutupi semua makanan, ia melihat lauk yang menjadi paforitnya masih tersisa banyak. Tanpa berfikir panjang lagi Faldi langsung makan dengan lahapnaya.

Usai makan ia tidak membiarkan piring kotornya berserakan di meja makan, ia bangkit mengangkat piring kotor lalu mencucinya dan merapikan kembali meja makan seperti sedia kala. Setelah semua sudah selesai dilaksanakan ia langsung beranjak menuju meja belajarnya untuk mengulang kembali pelajaran di kelas tadi siang dan membaca buku yang akan di pelajari besok hari.

Sewaktu Faldi mengambil tas dan mengeluarkan semua buku yang berada didalamnya, salah satu buku gadis yang ia bawa tadi dia ambil karena penasaran dengan isi didalamnya. Ia membolak-balik lembar demi lembar buku yang sekarang ia pegang. Setelah beberapa lembar ia menemukan biodata si gadis tadi. "Jadi namamu Nora Hayati toh" ucapn Faldi dalam hati. "Semoga saja besok aku bisa menjumpaimu agar buku ini kembali kepadamu lagi. Kalau di perhatikan sih buku dan tulisannya sangt cantik, he he he" Sambungnya tersenyum kecil.

Buku gadis yang tadi ia pengang kembali ia letakkan kedalam tasnya agar besok tidak lupa membawanya. Faldi kemudian mengambil buku-bukunya dan memulai belajar mengingat kembali apa yang disampaikan guru di dalam kelas tadi siang, hingga akhirnya ia tidur dan beristirahat.

Jika merasa ceritanya nanggung itu karena ulah si penulis yang hanya sekali dalam seminggu mengirimkan sambungannya.

Atau cek di link https://www.kompasiana.com/rifai24594/5f72f1088c249c55c07ed0c3/surat-yang-terakhir-pertemuan-kedua 

Salam Literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun