Bagi teman-teman yang baru kali ini mampir di novel Surat Yang Terakhir ini, saya ucapkan selamat datang di dunia halusinasi penulis. cerita sebelumnya bisa langsug di cek pada link
https://www.kompasiana.com/rifai24594/5f60764b9cac1b2ccc304315/surat-yang-terakhir-tabrakan-asmaraÂ
Sedikit demi sedikit mentari yang memancarkan cahayanya di siang hari bergeser ke ufuk barat, menarik perlahan-lahan siang yang tadinya terang benderang menjadi sebuah malam yang gelap gulita nantinya. Terasa cepat terbenamnya mentari karena hari-hari di penuhi aktivitas dan kesibukan masing-masing.
Panorama pemandangan senja di antara awan dan langit yang terbentang luas terlihahat indah serasa sendu dalam pandangan mata setiap makhluk yang melihatnya. Sebuah maha karya dari pelukis agung yang tidak bisa di tandingi oleh siapapun.
Para petani pulang dari sawah dan ladang menuju rumahnya untuk beristirahat. Tidak hanya itu para anak-anak, remaja, dan orang tua berbondong-bondong berangkat menuju mesjid di desa tersebut untuk menunaikan shalat maghrib berjamaah. Sungguh pemandangan yang mampu memuaskan mata.
Suara azdan merdu berkumandang dari toa mesjid mengajak semua ummat mengerjakan perintah dari Tuhan yang Maha Esa untuk para hamba-hambanya yang diwajibkan Sholat terkhususnya bagi desa Malintang tersebut. Tentunya bukan hanya satu waktu saja melainkan lima waktu yang di wajibkan yaitu zuhur, ashar, maghrib, isya dan subuh.
Dari kejauhan seorang pemuda yang memakai lobe, baju muslim yang rapi serta sarung yang sudah dililitkan di pinggang terlihat mempercepat langkah kakinya menuju Mesjid Jami' Baiturahim untuk mendaptkan shalat berjamaah. Seseorang yang tidak jarang dilihat mata, yaitu Faldi.
Seusai mengambil wudhu pemuda itu bergegas menuju kedalam mesjid menunggu iqomah selesai dikumandangkan mengambil barisan paling depan yang selanjutnya melakukan shalat berjamaah bersama orang-orang yang berada di dalam mesjid tersebut.
Seusai shalat berjamaah, dzikir dan doa yang dipimpin oleh sang imam, Faldi tidak langsung pulang kerumah seperti halnya orang-orang disekitarnya. Ia malah melangkahkan kaki menuju rumah Ibu Anidah yaitu tempat pengajian malam di desa tersebut. Karena seperti biasanya disitu kekurangan guru pendidik. Untuk itulah ibu Anidah meminta kesediaan Faldi untuk membantunya mengajar jauh hari sebelumnya. Bisa dikatakan Faldi adalah salah satu murid pengajian yang di kagumi ibu Anidah karena memiliki watak yang sopan dan cerdas.
Proses belajar mengajar di rumah pengajian tersebut tidaklah lama, waktunya hanya berkisar antara maghrib sampai  shalar isya saja. Setelah adzan isya berkumandan proses belajar mengajar di rumah pengajian tersebut akan usai di tutup dengan doa serentak oleh anak-anak yang belajar disitu. Kemudian semua murid mengaji tersebut akan diarahkan ke mesjid untuk shalat berjamaah sebelum pulang kerumah masing-masing.
Shalat isya pun sudah selesai dilaksanakan, sehabis salam para murid mengaji tersebut menyalami Faldi dan sekaligus pamitan pulang kerumah. Begitu pula halnya dengan Faldi yang langsung pulang kerumah tanpa singgah atau berbelok arah ketempat lain.