Mohon tunggu...
Ryyiff
Ryyiff Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Salah satu penulis dari sekiani banyak-nya santri di Pondok Pesantren AN-NUR II Al-Murtadlo, bululawang, Malang.

Memiliki ketertarikan dalam bidang kepenulisan dan fotografi. hanya orang biasa yang memiliki angan-angan tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meraih Manfaat

16 November 2024   14:04 Diperbarui: 16 November 2024   14:21 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun, jalan menuju keberhasilan itu tidak mulus. Banyak di antara para petani tua yang masih enggan mengikuti perubahan. Mereka merasa bahwa pengetahuan yang mereka miliki selama ini sudah cukup, dan perubahan hanya akan menambah beban. Beberapa dari mereka bahkan mulai ragu akan kemampuan Arman untuk memimpin proyek ini.

Pada suatu pagi yang cerah, Arman mengunjungi Pak Iwan, yang sedang duduk di depan rumahnya dengan wajah murung. "Apa kabar, Pak Iwan?" tanya Arman sambil duduk di sampingnya.

Pak Iwan menghela napas panjang. "Arman, aku sudah lama hidup di desa ini. Aku tahu betul bahwa perubahan tidak datang dengan mudah. Tapi aku juga tidak ingin terjebak dalam kebiasaan lama yang sudah jelas tidak membawa hasil yang lebih baik. Aku takut kalau kita terlalu cepat mengikuti tren baru, kita malah akan kehilangan jati diri kita sebagai petani."

Arman mendengarkan dengan seksama. Ia tahu bahwa Pak Iwan memiliki pandangan yang mendalam tentang hidup di desa, dan rasa takut akan perubahan adalah hal yang alami. "Pak Iwan, aku paham kekhawatiran Bapak. Tapi kita tidak harus meninggalkan segala yang kita miliki. Yang penting adalah bagaimana kita bisa membawa pengetahuan baru untuk memperbaiki kehidupan kita tanpa kehilangan akar kita. Kita tidak harus menjadi orang lain untuk maju. Kita bisa menjadi lebih baik tanpa meninggalkan identitas kita."

Pak Iwan terdiam sejenak. "Mungkin kamu benar, Arman. Aku hanya takut kalau kita mengubah terlalu banyak hal, kita akan kehilangan esensi dari apa yang kita lakukan."

Arman tersenyum. "Perubahan itu bukan tentang meninggalkan yang lama, Pak. Ini tentang menambah yang baik untuk yang sudah ada."

Pak Iwan akhirnya mengangguk pelan. "Aku akan mencobanya, Arman. Tapi kita harus berjalan pelan-pelan, jangan terlalu terburu-buru."

Beberapa tahun berlalu sejak Arman kembali ke desa. Proyek pertanian yang ia jalankan bersama warga desa kini telah berkembang pesat. Mereka tidak hanya mengandalkan pertanian tradisional, tetapi juga telah memanfaatkan teknologi baru dan teknik yang lebih berkelanjutan. Para petani muda semakin terlibat dalam manajemen dan pemasaran hasil pertanian mereka. Desa itu mulai dikenal di luar daerah sebagai contoh sukses dari pemberdayaan masyarakat berbasis pertanian berkelanjutan.

Namun, bagi Arman, manfaat sejati yang ia cari tidak terletak pada kesuksesan finansial atau material semata. Ia merasa bahwa perubahan terbesar terjadi dalam cara pandang orang-orang desa terhadap kehidupan mereka. Mereka kini lebih percaya pada kekuatan bersama dan lebih terbuka terhadap ide-ide baru.

Arman telah menemukan jawabannya: meraih manfaat bukan hanya tentang meraih keuntungan, tetapi tentang memberi manfaat kepada orang lain, memberdayakan mereka, dan menciptakan sebuah komunitas yang saling mendukung. Manfaat yang sejati adalah ketika kita bisa memberikan pengaruh positif yang bertahan lama, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk generasi berikutnya.

Pada suatu pagi yang cerah, Arman berdiri di puncak bukit yang menghadap ke desa, melihat panorama desa yang subur dengan sawah-sawah hijau yang terbentang luas. Ia merasa puas dengan apa yang telah dicapainya, meskipun perjalanan panjang dan penuh tantangan. Di sisinya, Pak Hasan berdiri dan berkata, "Kamu telah melakukan sesuatu yang luar biasa, Arman. Tapi yang lebih penting, kamu telah mengubah cara berpikir orang-orang di desa ini. Mereka kini tahu bahwa manfaat tidak selalu datang dari hal-hal besar, tapi dari setiap langkah kecil yang kita ambil bersama."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun