Suatu hari, terjadi konflik besar antara beberapa anggota kelompok tani. Salah satu anggota, Budi, merasa tidak puas dengan pembagian hasil panen yang tidak merata. Ia merasa bahwa ia bekerja lebih keras dibandingkan yang lain, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
"Kenapa aku harus berbagi dengan mereka yang hanya duduk diam dan tidak berkontribusi?" kata Budi dengan marah. "Aku yang bekerja keras, jadi aku yang harus mendapatkan lebih banyak!"
Pertengkaran itu segera menarik perhatian seluruh kelompok. Arman merasa kebingungannya semakin dalam. Ia tahu bahwa ini adalah ujian besar, bukan hanya untuk kelompok tani, tetapi juga untuk visi yang ia bawa ke desa.
Pak Hasan, yang sejak awal selalu bijaksana, ikut turun tangan. "Budi, perubahan memang tidak mudah. Tidak ada yang bisa meraih manfaat tanpa pengorbanan. Tapi, kita semua di sini bekerja bersama-sama. Hasilnya bukan hanya milik satu orang, tetapi milik kita semua. Kunci dari perubahan adalah kerja sama."
Namun, meski kata-kata Pak Hasan menenangkan beberapa orang, konflik itu tetap menyisakan ketegangan. Arman tahu bahwa tantangan yang dihadapi bukan hanya masalah teknis, tetapi juga masalah mentalitas dan kebiasaan yang sudah mengakar kuat dalam diri mereka.
Arman meluangkan waktu untuk berbicara secara pribadi dengan Budi, menjelaskan bahwa perubahan besar membutuhkan waktu dan pengorbanan. Ia juga berbicara dengan anggota kelompok lainnya, mencoba mencari jalan tengah yang adil dalam pembagian hasil, serta memberikan pemahaman tentang bagaimana keberhasilan bersama lebih penting daripada keberhasilan individu.
Beberapa bulan kemudian, kelompok tani itu mulai berkembang pesat. Hasil panen meningkat, dan mereka mulai memasarkan produk mereka ke pasar yang lebih luas. Arman merasa lega, meski prosesnya penuh dengan perjuangan dan tantangan.
Namun, perubahan tidak berhenti di situ. Arman menyadari bahwa manfaat sejati yang ia cari bukan hanya dalam peningkatan ekonomi, tetapi juga dalam cara orang berpikir dan bertindak. Ia mulai mengadakan pelatihan untuk generasi muda tentang kewirausahaan sosial dan pentingnya menjaga kelestarian alam. Ia juga bekerja sama dengan sekolah-sekolah di desa untuk mengajarkan anak-anak tentang cara mengelola pertanian yang berkelanjutan dan cara hidup yang lebih ramah lingkungan.
Arman belajar bahwa meraih manfaat bukan hanya tentang apa yang kita capai, tetapi juga bagaimana kita dapat membagikan pengetahuan dan pengalaman kita kepada orang lain. Manfaat yang sejati adalah ketika perubahan itu berkelanjutan dan dapat dinikmati oleh banyak orang, bahkan untuk generasi yang akan datang.
Bulan-bulan berlalu sejak proyek kelompok tani dimulai. Di permukaan, segala sesuatunya tampak berjalan lancar. Hasil pertanian meningkat, dan desa mulai memperoleh perhatian dari daerah-daerah sekitarnya. Namun, Arman tahu bahwa perubahan yang sejati tidak datang hanya dari keberhasilan teknis. Ia merasa ada sesuatu yang lebih dalam yang harus ia atasi: mentalitas masyarakat yang masih dibayangi oleh cara lama, yang enggan untuk benar-benar berkomitmen pada sistem baru.
Suatu hari, saat Arman sedang berjalan-jalan di sekitar desa, ia mendengar suara gaduh di sebuah warung kopi milik Pak Iwan. Beberapa warga berkumpul di sana, membicarakan perkembangan terbaru. Arman mendekat untuk mendengarkan percakapan mereka.