"Aku rasa kamu bisa melakukan lebih banyak. Misalnya, mendirikan semacam koperasi atau kelompok tani yang bisa membantu masyarakat. Banyak yang membutuhkan akses ke pasar yang lebih luas, tapi mereka tidak tahu caranya," kata Hadi.
Arman terdiam. Kata-kata Hadi seolah membuka jalan baru baginya. Ia memikirkan kembali segala hal yang ia pelajari selama di kota. Mungkin, ini adalah kesempatan untuk memberdayakan masyarakat desa melalui pengetahuan yang ia punya. Namun, ada satu masalah: ia tidak tahu apakah orang-orang desa siap untuk berubah.
Hari itu, Arman mengumpulkan beberapa warga desa untuk mendiskusikan idenya. Ia berbicara tentang pentingnya kerja sama, berbagi pengetahuan, dan memperkenalkan mereka pada konsep bisnis yang bisa menguntungkan bersama. Namun, sebagian besar warga skeptis. "Kami sudah terbiasa dengan cara lama," kata Pak Iwan, seorang petani senior di desa itu. "Kami khawatir, itu hanya akan membuat semuanya lebih rumit."
Namun, Arman tidak mudah menyerah. Ia mulai bekerja lebih keras, memperkenalkan teknologi sederhana yang bisa membantu mereka mengolah hasil pertanian dengan lebih efisien. Perlahan, ia mulai melihat perubahan kecil, seperti penggunaan pupuk organik yang lebih ramah lingkungan atau teknik irigasi yang lebih efisien.
Namun, meski ada kemajuan, Arman merasa ada yang kurang. Hanya beberapa orang yang benar-benar menyadari manfaat perubahan tersebut. Sebagian besar hanya mengikuti tanpa pemahaman mendalam. Arman merasa bahwa ia belum benar-benar mencapai tujuan untuk memberikan manfaat yang luas bagi banyak orang.
Rasa cemas Arman semakin dalam, dan akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke kota. Ia ingin mencari jawaban lebih lanjut tentang bagaimana bisa memberikan manfaat yang lebih besar. Ia merasa mungkin di kota, di tempat yang lebih maju, ia bisa mendapatkan wawasan baru.
Setibanya di kota, Arman berkunjung ke berbagai organisasi sosial dan perusahaan yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Ia belajar banyak hal, mulai dari sistem manajemen organisasi, cara mengelola proyek sosial, hingga teknologi yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Ia bertemu dengan banyak orang yang memiliki visi besar tentang bagaimana mengubah dunia melalui pemberdayaan masyarakat.
Namun, di tengah perjalanan itu, Arman menyadari sesuatu yang sangat penting. Ia bertemu dengan seorang pengusaha sosial yang sangat berpengalaman, Pak Hendra, yang mengatakan, "Kamu tahu, Arman, kita semua berusaha untuk memberi manfaat, tapi kita juga harus ingat bahwa manfaat yang sesungguhnya bukanlah yang bisa kita lihat langsung. Kadang, dampak yang kita berikan akan terasa di masa depan, bahkan oleh generasi yang belum lahir."
Kalimat Pak Hendra membuat Arman terdiam. Ternyata, manfaat bukan selalu sesuatu yang bisa diukur langsung atau dilihat hasilnya dalam waktu dekat. Terkadang, manfaat itu baru akan terasa setelah banyak waktu berlalu.
Setelah berbulan-bulan berada di kota, Arman akhirnya memutuskan untuk kembali ke desanya. Ia membawa serta ide-ide baru, wawasan yang lebih luas tentang pengelolaan sumber daya, dan yang terpenting, pemahaman yang lebih dalam tentang apa itu manfaat sejati. Sebelum berangkat, Pak Hendra memberikan pesan yang menggugah, "Ingatlah, Arman, tidak ada yang instan. Semua perubahan membutuhkan waktu dan kesabaran. Jangan pernah meremehkan langkah kecil yang kamu ambil hari ini---mereka akan membentuk masa depan."
Setibanya di desa, Arman disambut dengan hangat oleh warga, meskipun sebagian dari mereka masih skeptis dengan ide-ide yang ia bawa. Namun, kali ini Arman tidak ragu. Ia merasa bahwa ia telah belajar cukup banyak untuk bisa membuat perubahan yang signifikan, meski tidak langsung terlihat.