Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, hiduplah seorang pemuda bernama Arman. Desa itu, meski dikelilingi keindahan alam yang luar biasa, dikenal sebagai tempat yang terisolasi. Tidak banyak yang datang ke sana, dan kehidupan sehari-hari berjalan sederhana, tanpa banyak perubahan. Namun, di hati Arman, ada keresahan yang terus mengusik. Ia merasa bahwa hidupnya tidak memberikan dampak yang berarti. Keinginannya adalah untuk meraih manfaat, tetapi ia tidak tahu harus mulai dari mana.
Arman telah menyelesaikan pendidikannya di kota besar, tetapi ia memilih untuk kembali ke desa karena rasa cintanya terhadap alam dan keinginan untuk membantu orang-orang di desanya yang masih hidup dalam keterbatasan. Namun, meski banyak potensi di desanya, ia merasa ada sesuatu yang hilang, sebuah dorongan yang lebih besar dari sekadar menjalani rutinitas.
Pada suatu malam yang tenang, Arman duduk di beranda rumahnya sambil menatap bintang-bintang yang berkelip di langit. Angin malam yang sejuk membawa aroma tanah basah. Tiba-tiba, seorang lelaki tua bernama Pak Hasan, yang sudah seperti neneknya di desa, mendekat.
"Arman, apa yang mengusik pikiranmu?" tanya Pak Hasan, memecah keheningan.
Arman menatap lelaki tua itu dan berkata dengan penuh keraguan, "Aku merasa hidupku tidak memberikan manfaat, Pak. Aku ingin berbuat sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang bisa memberi dampak pada orang lain. Tapi aku bingung mulai dari mana."
Pak Hasan tersenyum bijaksana. "Manfaat itu tak selalu datang dari hal besar. Cobalah mulai dari hal-hal kecil, yang penting adalah ketulusan dan konsistensimu. Kita seringkali lupa bahwa manfaat sejati datang bukan dari apa yang kita ambil, tetapi apa yang kita beri."
Arman terdiam mendengar kata-kata itu. Ada sesuatu dalam suara Pak Hasan yang memberikan rasa tenang, meskipun kebingungannya masih ada.
Arman memutuskan untuk mengikuti nasihat Pak Hasan. Ia mulai dengan membantu tetangganya yang sudah tua, mengumpulkan hasil kebun, dan menjaga anak-anak yang belum bisa bersekolah. Namun, meski ia merasa sedikit puas dengan hal-hal kecil itu, ada rasa kosong yang tetap membayangi. Ia bertanya-tanya, apakah ini semua yang ia tuju? Apakah ini benar-benar manfaat yang ia cari?
Suatu hari, ketika Arman sedang bekerja di kebun bersama seorang anak muda bernama Hadi, mereka berbicara tentang kehidupan.
"Arman, kenapa kamu tidak ikut berpartisipasi di desa ini lebih banyak lagi?" tanya Hadi dengan penasaran. Hadi adalah anak yang cukup cerdas dan memiliki wawasan luas meskipun usianya masih muda.
"Bagaimana maksudmu?" Arman bertanya balik.