Mohon tunggu...
Riezki sejati
Riezki sejati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Kepoin aja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengaruh Pondok Pesantren

3 Juni 2020   19:52 Diperbarui: 3 Juni 2020   19:48 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MINI RISET

PENGARUH PONDOK PESANTREN SUNAN PANDANARAN

BAGI MASYARAKAT SEKITAR PONDOK

Desa Candi Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

 Diajukan Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Pendidikan Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Muharis, S,Th,I M.Hum

Disusun oleh:

Riezki Sejati Ayuningtyas 

NIM: 17040642

 PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUNAN PANDANARAN

YOGYAKARTA

2017 

PENGARUH PONDOK PESANTREN SUNAN PANDANARAN

BAGI MASYARAKAT SEKITAR PONDOK 

 Abstrak

Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang sudah berdiri sejak puluhan tahun lamanya. Di Pondok Pesantren para santri diajarkan berbagai ilmu dan nilai-nilai agama. Pondok Pesantren Sunan Pananaran adalah satu Pondok Pesantren yang terkenal dengan Pondok Al-Qur'an. 

Dari tahun ke tahun Pondok Pesantren Sunan Pandanaran semakin pesat perkembangannya. Sebagai contoh lokasi Pondok Pesantren Sunan Pandanaran tidak hanya didirikan di satu tempat saja, yaitu mulai dari komplek satu hingga komplek tujuh. Sehingga Pondok Pesantren Sunan Pandanaran juga ikut mendominasi perubahan yang terjadi di masyarakat sekitar. 

Seperti perubahan dari segi  perekonomian, keagamaan, dan sosialisasi di daerah Ngaglik. Adapun tujuan dari penelitian ini, agar penulis mengetahui bagaimana perubahan yang terjadi di sekitar pondok dari awal berdirinya hingga sekarang ini, serta manfaat ataupun masalah yang terjadi selama berdirinya Pondok Pesantren Sunan Pandanaran. 

Keyword: pengaruh pondok pesantren, perubahan, manfaat, dan masalah.

LATAR BELAKANG 

Pesantren dalam kenyataannya merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam yang orisinil dari bumi Nusantara, dan khususnya di Jawa. Motivasinya adalah semangat berdakwah dari kalangan pendatang di bumi Nusantara sejak dahulu kala. Lebih dari itu, pesantren juga layak disemati julukan sebagai tempat perjuangan kultural, bukan perjuangan politik, ekonomi atau lainnya. Dan sampai sekarang, pesantren dianggap sebagai benteng pertahanan terakhir umat Islam di Indonesia. 

Pesantren memiliki bubugan erat dengan local culture yang ada di Nusantara khususnya Jawa. Hal ini karena sebelum Islam datang, budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat umumnya adalah budaya Hindu. Sehingga ketika Islam ingin datang dan diterima oleh masyarakat, maka pesantren sebagai distributor keislaman waktu itu, mau tidak mau harus mengarahkan secara perlahan budaya-budaya lokal yang ada dan dikoreksi secara agama dengan sangat persuasif. Inisiatif ini ternyata berhasil membuat Islam dengan pesantrennya disambut hangat oleh masyarakat pribumi.[1] 

Latar belakang berdirinya PPSPA adalah karena adanya kesadaran perlunya dakwah islamiah, penerus perjuangan 'ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah khususnya warga Nahdliyyin (NU) sebagai basis dasar dari Mbah Mufid dan pesantren ini dalam rangka menghadapi tantangan zaman yang kian waktu kian kompleks dan dinamis.[2] Pada saat itu, keadaan kampung Candi tidak seramai dan sekondusif sekarang. Rumah-rumah penduduk masih jarang dan rawan akan kriminalitas bahkan gangguan makhluk halus. 

Pada tanggal 17 Dzulhijah 1395 H bertepatan dengan tanggal 20 Desember 1975 M. PPSPA diresmikan oleh Wagub DIY (saat itu Sri Paduka Paku Alam VIII) disaksikan oleh Bupati Sleman (Drs. Projosuyoto), Kakanwil Depag DIY (Drs. Asyhuri Dahlan), Kakandepag Kabupaten Sleman (Drs. H. Fakhruddin), para Pimpinan Pemerintahan setempat, para Ulama dan masyarakat sekitar serta para simpatisan lainnya.[3] 

Sampai saat ini, tidak hanya Lembaga-lembaga Pendidikan saja yang ada di PPSPA, kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat sosial dan bertujuan untuk syiar Islam dan mendidik ummat, dikembangkan, semisal pengajian dan mujahadahan bagi masyarakat sekitar Pesantren. Hingga kini PPSPA, berkembang dengan pesat, para santri berdatangan dari berbagai penjuru tanah air, bahkan dari luar negri.[4] 

RUMUSAN MASALAH 

Siapakah Mbah Mufid Mas'ud?

Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Sunan Pandanaran?

Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Sunan Pandanaran?

Apa pengaruh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran bagi masyarakat sekitar?

 METODE PENELITIAN 

 Jenis Penelitian

Mini-riset ini menggunakan jenis penelitian lapangan. Penelitian lapangan merupakan salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang tidak memerlukan pengetahuan mendalam akan literatur yang digunakan dan kemampuan tertentu dari pihak peneliti. Penelitian lapangan biasa dilakukan untuk memutuskan ke arah mana penelitiannya berdasarkan konteks.[5]

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dusun Candi Turen, yang terletak di desa Sardonoharjo kec. Ngaglik kab. Sleman. Yaitu dirumah ibu Ana, ibu, Utin, bapak Warsono, dan di STAISPA.

Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan berupa data primer. Data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang berupa wawancara, jajak pendapat dari individu atau kelompok (orang) maupun hasil observasi dari suatu obyek, kejadian atau hasil pengujian (benda). Dengan kata lain, peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan cara menjawab pertanyaan riset (metode survei) atau penelitian benda (metode observasi).[6] Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara peneliti melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatat disebut observer yang diamati disebut observer.[7]

Analisis dan Validitas Pengumpulan Data

Untuk menyusun data dalam cara yang bermakna sehingga dapat dipahami, untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian berupa temuan penelitian.[8]

Pendekatan

Di penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan empiris. Yang dimaksudkan dengan pendekatan empiris adalah usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Jadi penelitian dengan pendekatan empiris harus dilakukan di lapangan, dengan menggunakan metode dan teknik penelitian lapangan. Peneliti harus mengadakan kunjungan kepada masyarakat dan berkomunikasi dengan para anggota masyarakat.[9] 

 BIOGRAFI MBAH MUFID MAS'UD 

Buah jatuh tak pernah jauh dari pohonnya. Demikian pepatah Melayu yang menggambarkan adanya kedekatan kepribadian dan kualitas seseorang dengan nenek moyangnya. Jika dilihat dari garis silsilah KH. M. Mufid Mas'ud, pepatah Melayu itu tampaknya tidak salah. KH. M. Mufid Mas'ud adalah satu kyai Yogyakarta yang telah merintis Pondok Pesantren Sunan Pandanaran di jalan Kaliurang km. 12,5 pada tahun 1975 M. Sosok ini dikenal sebagai seorang muballigh (Ad Da'i Ilallah). 

Di kalangan pesantren, beliau dikenal sebagai kyai Al-Qur'an, sebab Pondok Pesantren Sunan Pandanaran yang diasuhnya, pada awal berdirinya dikhususkan bagi santri yang ingin menghafalkan Al-Qur'an. Beliau tidak suka dengan yang namanya kegiatan yang disebut organisasi, baik organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan. Namun beliau tidak melarang putra-putri dan santri-santrinya untuk terjun ke dalam kegiatan organisasi. Asal bertujuan untuk kemaslahatan ummat.[10] 

KH. M. Mufid Mas'ud merupakan keturunan ke-14 dari Sunan Pandanaran. Beliau adalah wali Allah yang menyebarkan Islam di daerah Tembayat, Klaten, Jawa Tengah, atas perintah Sunan Kalijaga. Karena besarnya jasa beliau dalam penyebaran Islam, banyak orang yang beranggapan bahwa ziarah ke makam Wali Songo belum sempurna jika tidak menziarahi makam Sunan Pandanaran (Sunan Bayat). Melihat garis keturunan KH. M. Mufid Mas'ud tersebut dapat dipastikan bahwa beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang agamis. Di samping mendapatkan bimbingan keagamaan langsung dari orang tua, pendidikan dasar KH. M. Mufid Mas'ud ditempuh di Madrasah Ibtidaiyah Manbaul 'Ulum, cabang Solo. Lembaga pendidikan Islam ini didirikan oleh Paku Buwono X. Dan ketika KH. M. Mufid Mas'ud menempah pendidikan di sana, madrasah tersebut diasuh oleh KH. Sofwan.[11] 

KH. M. Mufid Mas'ud mempunyai nama panggilan sewaktu kecil Mufid. Adapun nama lengkap yang berasal dari pemberian orang tuanya yaitu Muhammad Mufid, dengan harapan sesuai namanya agar menjadi orang yang bermanfaat baik ilmu maupun hartanya. Lahir di kampung Sondakan Kotamadya Surakarta pada 26 Januari 1927, dari seorang ayah yang mempunyai nama kecil Hasan dan setelah menikah diberi nama oleh orang tuanya (mertuanya) Ali Mas'ud dan setelah meninggalnya, beliau dihajikan (haji badaliyah oleh putranya KH. M. Mufid Mas'ud) diberi nama H. Abdul Majid bin RM. Idzhar. Sedangkan ibunya bernama Hj. Syahidah (hajinya juga Badaliyah) binti Prawiro Sumarjo dengan nama Haji Badaliyah (KH. Abdullah).[12] 

Mufid kecil setelah bertempat tinggal di Bayat tumbuh berkembang sebagaimana umumnya anak-anak kecil di pedesaan, namun karena masih ada aliran darah biru, Mufid kecil pada usia 7 tahun boleh masuk sekolah dasar di Jiwo wetan Wedi Klaten, aturan zaman itu sekolah hanya diperbolehkan untuk masyarakat yang mempunyai kedudukan atau mempunyai aliran darah biru (ningrat), diluar jam belajar, Mufid bermain bersama-sama dengan anak-anak sebayanya, teman bermainnya pun dari masyarakat biasa karena memang secara lahiriyah keluarga Mbah Ali adalah keluarga yang hidup sangat sederhana melihat dari bangunan yang masih di tinggal yaitu sebuah langgar panggung tempat untuk mengajar dan berkhalwatnya, dan menurut cerita dari tetangga sekitarnya, langgar tersebut dibangun sendiri tanpa bantuan dari tetangga. Membelah kayunya dengan cara menggergaji bawahnya diberi bandul batu.[13] 

SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN SUNAN PANDANARAN 

 Berdirinya PPSPA tidak dapat terlepas dari perjalanan spiritual pendirinya. Karena sudah dari sononya, bisa dikatakan Pesantren jika ada kyainya. Kyai merupakan unsur pertama dari terbentuknya sebuah Pesantren. 31 tahun lampau, bermula dari niat luhur KH. M. Mufid Mas'ud (saat itu sebagai Pengasuh PP. Putri Al-Munawwir, Krapyak) untuk melaksanakan panggilan hati yang suci demi "izzul Islam wal muslimin", serta restu dan isyarah dari para guru beliau, diantaranya KH. Abdul Hamid Pasuruan. Habib Sayyid Muhammad Ba'abud (Malang), KH. Ali Ma'shum (Krapyak), dan KH. Muntaha (Wonosobo). 

Tepat pada 14 Syawwal 1395 H secara resmi beliau sekeluarga hijrah dari Krapyak Bantul ke desa Candi Sardonoharjo, Ngaglik, Kab. Sleman, diiringi doa dan keikhlasan dari keluarga besar Krapyak untuk melepasnya. Untuk kemudian menetap di tanah waqaf dari Nyai Abdullah Umar dan H. Masqudi Abdullah (ahli waris/istri dan anak satu-satunya alm. K. Abdullah Umar) seluas 2000 m2 yang bangunan diatasnya berupa (1) buah rumah dan (1) buah musholla kecil.[14] 

 Tidak seperti lazimnya Pesantren-pesantren lain, yang namanya identik dengan Bahasa Arab, semisal: Darul Muttaqin, Nurul Falah dsb, nama Sunan Pandanaran dipilih oleh KH. M. Mufid Mas'ud untuk pesantren yang didirikannya ini. Tentu nama ini ada latar belakangnya, menurut bapak Kyai, beliau masih ada silsilah dengan Sunan Pandan Aran, seorang waliyullah, murid Sunan Kalijaga yang menjalankan misi menyebarkan agama Islam di daerah Bayat, Klaten. Maka, untuk mengingat serta mengenang jasa beliau (disamping meminta petunjuk kepada Allah) dipilihlah namanya untuk Pondok Pesantren yang baru berdiri ini.[15] 

Pada tanggal 17 Dzulhijjah 1395 H bertepatan dengan tanggal 20 Desember 1975 M. PPSPA diresmikan oleh Wagub DIY (saat itu Sri Paduka Paku Alam VIII) disaksikan oleh Bupati Sleman (Drs. Projosuyoto), Kakanwil Depag DIY (Drs. Asyhuri Dahlan), Kakandepag Kab. Sleman (Drs. H. Fakhruddin), para Pimpinan Pemerintah setempat, para Ulama dan masyarakat sekitar serta para simpatisan lainnya.[16] 

PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN SUNAN PANDANARAN 

Dalam perjalanan mencari tahu tentang Tuhan, manusia menempuh berbagai macam metode dan melalui beragam institusi yang ada. Pesantren, salah satu elemen pendidikan yang telah dikenal masyarakat, sejak lama memiliki andil yang cukup besar untuk membantu menuntun manusia mengenal-Nya. Pesantren dengan ciri khasnya mempunyai berbagai nilai lebih dalam dunia pendidikan, terutama dikaitkan dengan pendidikan moral masyarakat. 

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, pesantren telah memainkan peranan yang cukup besar dalam usaha memperkuat iman dan meningkatkan ketaqwaan, membina akhlak mulia dan mengembangkan swadaya masyarakat Indonesia serta ikut mencerdaskan bangsa melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal. Peranan itu nampak pada sumbangsih yang diberikannya kepada masyarakat dan bangsa ini.[17]

Pada saat diresmikan, santri sudah banyak yang berdatangan. Baik dari Yogyakarta dan sekitarnya, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ini bisa dimaklumi, karena KH. M. Mufid Mas'udcukup dikenal oleh kalangan kaum Muslimin di pulau Jawa sebagai seorang pendidik dan ahli di bidang Al-Qur'an.[18] 

 Pada saat itu, keadaan kampung Candi tidak seramaidan sekondusif sekarang. Rumah-rumah penduduk masih jarang dan rawan akan kriminalitas bahkan gangguan makhluk halus. Seperti yang dituturkan Bu Sri (55) warga Candi "Biyen kene ki, sepi mas, ora mung maling, demite wae isih akeh" (dulu di sini sepi, tidak hanya maling, makhluk haluspun masih banyak). 

Pada saat malam hari, orang-orang segan untuk ke luar rumah, disamping takut, keadaan saat itu tidak memungkinkan (tidak ada geliat ekonomi, karena tidak seperti sekarang, banyak berdiri warung-warung dan wartel-wartel). Walaupun mayoritas penduduk di sekeliling pondok beragama Islam, akan tetapi pemahaman tentang keagamaannya sangat minim. Bisa dikatakan, kebanyakan penduduknya adalah muslim abangan. Hal-hal demikian menjadi tantangan dan cobaan bagi KH. M. Mufid Mas'ud dalam memimpin dan mengembangkan Pesantren yang baru dirintisnya ini.[19] 

Lambat laun, santri-santri pun berdatangan untuk menimba ilmu di Pesantren yang terkenal dengan spesialis pengahafal Al-Qur'an ini. Tidak heran, karena Takhossus Li Tahfidz Al-Qur'an merupakan trade mark serta program pendidikan pertama yang ada di PPSPA. Menyusul Madrasah Diniyyah yang penekanannya lebih pada pendalaman kitab-kitab kuning.[20] 

Kemudian, karena desakan dari berbagai pihak, tentang perlunya PPSPA memiliki sekolah formal (saat itu banyak santri yang sekolah formal di luar). Pada tahun 1986 didirikan Madrasah Tsanawiyah SPA dan Madrasah Aliyah SPA. Dengan kondisi gedung dan pra-sarana fisik lainnya yang sangat sederhana. Tidak seperti sekarang, pada saat itu, gedungnya menjadi satu antara MTs. dan MA. Ini membuktikan bagaimana keadaan Pesantren secara umum saat itu.[21] 

Tahun demi tahun, perkembangan PPSPA bertambah pesat, pembangunan-pembangunan terus dilakukan guna mengimbangi perkembangan zaman. Pondok di perluas dari yang semula hanya komplek satu (tanah awal berdirinya PPSPA) dikembangkan menjadi beberapa komplek. Masjid Nurul Qur'an, yang sebelumnya hanya merupakan masjid kecil berukuran 8x8x1 m2 diperlebar dan direnovasi menjadi masjid yang bertingkat berukuran 16x14x1 m2. 

Kini berkat ketulusan hati dan berbekal tawakkal kepada Allah SWT serta dukungan ummat Islam baik materil maupun moril, khususnya do'a dari para ulama, PPSPA telah memasuki usia yang ke-31. Atas pertolongan Allah SWT, Pesantren yang awal berdirinya hanya berupa sebuah musholla kecil dan sebuah rumah sederhana waqaf dari H. Masqudi Abdullah, berkembang menjadi Pesantren yang besar, baik dari segi kualitas maupun kuantitas santri dan alumninya. 

Sampai saat ini, tidak hanya Lembaga-lembaga Pendidikan saja yang ada di PPSPA, kegiatan-kegiatan lainnya pun yang bersifat sosial dan bertujuan untuk syiar agama Islam dan mendidik ummat, dikembangkan, semisal pengajian dan mujahadahan bagi masyarakat sekitar Pesantren. Hingga kini PPSPA berkembang dengan pesat, para santri berdatangan dari berbagai penjuru tanah air, bahkan dari luar negri.[22] 

PENGARUH PONDOK PESANTREN SUNAN PANDANARAN 

Segala hal yang berlaku di alam ini senantiasa berjalan sesuai dengan pakem yang berlaku sehingga segala hal yang berkaitan dengan pesantren pun mengalami berbagai perubahan yang cukup signifikan. Kemajuan zaman yang menuntut adanya perubahan di segala bidang juga mendorong adanya perubahan di kalangan dunia pesantren, termasuk elemen-elemen yang terdapat di dalamnya. Hal ini sesuai dengan konsep kepesantrenan yang dianut oleh kalangan pesantren yaitu prinsip "Berpegang teguh pada aturan-aturan lama yang masih baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik."[23] 

 Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, dapat ditarik suatu kesimpulan, pengaruh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran memiliki pengaruh diberbagai bidang, seperti perekonomian, sosial, keagamaan, dan kebudayaan.

 Wawancara yang pertama dilakukan yaitu di tempat laundry AZ milik ibu Ana. Beliau berbincang banyak mengenai perubahan apa yang telah terjadi di sekitar Pondok Pesantren Sunan Pandanaran. Menurut beliau perubahan yang banyak terjadi yaitu di sektor perekonomian. Laundry AZ milik ibu Ana telah dibuka dari beberapa tahun yang lalu, berkat adanya Pondok Pesantren Sunan Pandanaran memberikan peluang bisnis baginya. Banyak santri maupun santriwati yang tidak sempat mencuci dan menyetrika sendiri pakaiannya, mereka pun menyerahkan pakaian kotor kepada ibu Ana untuk dilaundry. 

Seperti saat musim penghujan seperti ini, dikarenakan  tidak adanya panas matahari para santri maupun santriwati banyak yang melaundry. Antara santri dengan santriwati yang lebih sering melaundry yaitu santriwan, dikarenakan santri putra lebih mudah untuk keluar pondok, juga tidak ada jasa laundry yang mengambil di dalam pondok. Sedangkan santri putri untuk urusan keluar pondok tidak semudah santri putra, di dalam pondok putri komplek tiga juga ada jasa pengambilan baju laundry.[24]

Wawancara yang kedua dilakukan yaitu di toko kelontong milik ibu Utin. Beliau menuturkan bahwa santri putra banyak yang memenuhi keperluannya di toko kelontong miliknya. Setiap hari pasti ada santri putra yang datang untuk membeli keperluannya, seperti berbelanja makanan ringan, sayuran, alat mandi, dan keperluan pribadi lainnya. Berkat adanya Pondok Pesantren Sunan Pandanaran perekonomian beliau terbantu, awal mulanya perekonomian beliau tidak seperti sekarang ini. Beliau juga menuturkan, mungkin karena berkah dari Mbah Mufid juga perekonomian menjadi lancar seperti sekarang ini.[25]

 Wawancara yang ketiga dilakukan di kediaman bapak Warsono. Berbeda dengan ibu Ana dan ibu Utin, bapak Warsono menuturkan bahwa perubahan yang ketara yaitu dari sektor sosial dan keagamaan. Menurut beliau adanya Pondok Pesantren Sunan Pandanaran membawa perubahan yang sangat drastis. Dari awalnya lahan yang sangat jarang pemukiman, sekarang ini telah ramai dengan rumah-rumah warga, toko-toko sembako, tempat laundry, dan tempat makan modern di sekitarnya. 

Dari segi keagamaan beliau menuturkan bahwa berkat adanya Pondok Pesantren Sunan Pandanaran masyarakat banyak yang lebih rajin beribadah ketimbang sebelum adanya PPSPA. Anak-anak juga banyak yang rajin mengaji, diniyah, serta mengikuti kegiatan keagamaan lainnya. Mahasiswa STAISPA juga banyak yang membantu untuk mengajari mengaji di TPA sekitar pondok. Hal tersebut sangatlah bernilai positif bagi mahasiswa maupun warga sekitar pondok.[26] 

Selanjutnya adalah wawancara dengan saudara Zaenal, seorang mahasiswa STAISPA sekaligus lulusan dari MASPA. Dia seorang santri mandiri di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, bertugas sebagai penjaga kasir di SMESCO. Dia berpendapat bahwa adanya Pondok Pesantren Sunan Pandanaran berpengaruh besar pada perekonomian masyarakat. Daerah yang dulunya sepi sekarang ramai dengan gedung-gedung menjulang dan rumah mewah. Masyarakat sekitar banyak yang memanfaatkan peluang perekonomian, seperti membuka warung makan, toko kelontong, dan tempat lainnya untuk memenuhi keperluan santri.[27] 

 Yang terakhir adalah wawancara dengan saudara Ahmad, sama seperti Zaenal, dia juga mahasiswa STAISPA dan seorang santri mandiri pula. Dia berpendapat bahwa adanya Pondok Pesantren Sunan Pandanaran yang didirikan oleh Mbah Mufid memilik pengaruh besar terhadap kebudayaan masyarakat. Seperti mujahadah, Kamis Wage, dan khataman. Banyak warga sekitar yang ikut serta dalam mujahadah setiap minggunya. Setiap hari Kamis Wage, masyarakat serentak mengadakan do'a bersama dan mujahadah di komplek dua maupun makam Mbah Mufid.[28] 

 KESIMPULAN 

 Mbah Mufid adalah seorang kyai yang masyhur, beliau pendiri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran. KH. M. Mufid Mas'ud merupakan keturunan ke-14 dari Sunan Pandanaran. Lahir di kampung Sondakan Kotamadya Surakarta pada 26 Januari 1927, dari seorang ayah yang mempunyai nama kecil Hasan dan setelah menikah diberi nama oleh orang tuanya (mertuanya) Ali Mas'ud dan setelah meninggalnya, beliau dihajikan (haji badaliyah oleh putranya KH. M. Mufid Mas'ud) diberi nama H. Abdul Majid bin RM. Idzhar.

 Pada tanggal 17 Dzulhijjah 1395 H bertepatan dengan tanggal 20 Desember 1975 M. PPSPA diresmikan oleh Wagub DIY (saat itu Sri Paduka Paku Alam VIII) disaksikan oleh Bupati Sleman (Drs. Projosuyoto), Kakanwil Depag DIY (Drs. Asyhuri Dahlan), Kakandepag Kab. Sleman (Drs. H. Fakhruddin), para Pimpinan Pemerintah setempat, para Ulama dan masyarakat sekitar serta para simpatisan lainnya.

 Tahun demi tahun, perkembangan PPSPA bertambah pesat, pembangunan-pembangunan terus dilakukan guna mengimbangi perkembangan zaman. Pondok di perluas dari yang semula hanya komplek satu (tanah awal berdirinya PPSPA) dikembangkan menjadi beberapa komplek.

 Pondok Pesantren Sunan Pandanaran membawa perubahan yang cukup drastis bagi masyarakat Candi. Tidak hanya masyarakat Candi, perubahan tersebut juga terasa di kota Yogyakarta. Santri PPSPA berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan luar Negri.

 DAFTAR PUSTAKA 

  1.  Maulida, Afaf, Makalah Relasi Mutualistik Pondok Pesantren dan Masyarakat Sekitar.
  2. Fatah, Abdul, & dkk, Suara Pandanaran edisi 1 (Yogayakrta).
  3. https://www.google.com/search?q=jenis+penelitian+lapangan&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab
  4. https://www.kanalinfo.web.id/2016/10/pengertian-data-primer-dan-data-sekunder.html
  5. https://wiwiksunaryatipujilestari.wordpress.com/2015/03/26/teknik-pengumpulan-data/
  6. https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/analisis-validitas-dan-reliabilitas-data/
  7. https://konsen.wordpress.com/2013/10/12/jenis-jenis-metoda-pendekatan-karya-tulis/
  8. http://zulfanioey.blogspot.co.id/2011/07/biografi-kh-mufid-masud-pendiri-pondok.html
  9. Yuliana PP, majalah Pesantren Media Kepesantrenan edisi X (Yogyakarta: Th.2/2003)

DAFTAR RESPONDEN 

Ibu Ana (pemilik tempat laundry)

Ibu Utin (pemilik toko sembako)

Bapak Warsono (warga sekitar)

Naji Zaenal Umam (penjaga SMESCO)

Ahmad Rozani (salah satu santri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun