Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anatomi Radikalisme Islam di Indonesia [Bagian Pertama]

17 Januari 2016   18:01 Diperbarui: 19 Januari 2016   20:52 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum dikirim ke Afghanistan, Mujahidin Indonesia ini akan dilatih secara militer di kamp latihan yang dibiayai Arab Saudi. Di Kamp latihan selain belajar berperang, mujahidin Indonesia juga memperoleh pendidikan agama dan ideologi  yang cenderung kepada ajaran salafi dengan kecendrungan jihadis radikal.  Kelompok inilah yang nantinya menjadi embrio terbentuknya Tanzim Al-Qaeda di Timur-Tengah dan Tanzim Jamaah Islamiyah (JI) di Asia Tenggara.

Pengaruh ideologi lain pun ada seperti IM. Tokoh IM yang terkenal dikalangan mujahidin Afghanistan adalah Abdullah Azzam. Dikalangan jihadis Indonesia, Abdullah Azzam disebut sebagai figur yang serupa dengan Che Guevara. Di Afganistan itulah orang-orang Indonesia berinteraksi dengan jihadis dari seluruh dunia.

Setelah perang Afghanistan usai, para Mujahidin Indonesia pulang ke tanah air dengan pengalaman perang, memiliki pemahaman idelogi Islam salafi radikal, dan memiliki hubungan dengan kelompok jihadis asing.

Implikasinya ketika pulang ke Indonesia, karena memiliki pola pikir yang baru, sekurang-kurangnya sangat setia secara ideologi, mereka menyebarkan pemahamannya di Indonesia.

Pasca peristiwa 11 September 2001, Amerika Serikat melancarkan operasi global menumpas kelompok Al-Qaeda dengan cara menginvasi Afghanistan dan Irak.

Invasi Amerika ini kemudian direspon dengan seruan atau fatwa jihad global oleh pemimpin Al-Qaeda, Osamah Bin Laden, yang menyerukan semua Muslimin khususnya para jihadis di seluruh dunia untuk melakukan perlawanan kepada Amerika Serikat dan sekutunya, karena dianggap memerangi Islam. George W. Bush, Presiden Amerika Serikat saat itu memang menyebut invasi ke Afghanistan dan Irak sebagai “Crusade” atau perang suci, dalam pengertian awam sebagai perang salib.

Seruan itu direspon di Indonesia oleh kelompok JI dengan melakukan aksi pemboman di berbagai wilayah Indonesia terhadap warga negara dan fasilitas-fasilitas Amerika Serikat dan sekutunya. Yang paling terkenal adalah peristiwa Bom Bali 1 dan Bom Bali 2.

Aksi terorisme JI di Indonesia ini berlangsung mulai rentang tahun 2000 sampai tahun 2010, sampai kemudian Tanzim JI pecah menjadi berbagai organisasi seperti Jamaah Ansharut Tauhid atau (JAT) yang sebelumnya tergabung dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Pimpinan JAT, Abu Bakar Ba'asyir, menyatakan dukungan terhadap Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS). Sebagian besar anggota JAT tak mendukung sikap Ba'asyir karena meragukan Abu Bakr al-Baghdadi, pimpinan ISIS, sebagai amir khilafah.

Anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang mendukung ISIS tidak banyak, bila dibandingkan dengan jumlah anggota yang tersebar di beberapa wilayah. Lalu, pada 11 Agustus 2014, sebagian besar anggota JAT yang menolak ISIS keluar dan mendirikan organisasi baru yang lebih baik dengan nama Jamaah Ansharusy Syariah (JAS).

Selain JAT, organisasi radikal lainnya yang mendukung ISIS adalah Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Abu Wardah alias Santoso yang saat ini menjadi buronan nomor wahid Densus 88 Polri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun