Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Money

Dari Tun Abdul Razak ke Najib Razak, Lompatan Besar Mahathir dan Relasi Sosial di Malaysia

14 Oktober 2015   23:18 Diperbarui: 22 Oktober 2015   01:17 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad (Sumber: Fajar.co.id)"][/caption]Indonesia sudah merdeka 70 tahun, tapi soal kesejahteraan, negara ribuan pulau ini masih tertinggal dari negara jiran Malaysia. Pasti warga  negara Indonesia akan membela  dengan menjawab: "Indonesia sangat luas dengan ribuan pulau, rakyatnya banyak dibanding Malaysia yang sedikit, multi etnis dan agama, gak gampang ngaturnya...bla...bla..bla".

Wajar kalau kita bela negara  dan tidak mau dibanding-bandingkan dengan negara jiran...kan sebentar lagi ada program bela negara...he..he.

Tapi ada baiknya kita juga belajar dari pengalaman negara lain kenapa mereka bisa lebih maju. Untuk perbaikan negara Indonesia.

Ada Film dokumenter menarik yang ditayangkan  National Geographic Channel pada bulan September 2015  yang menceritakan  perjalanan negara Malaysia dari awal kemerdekaan sampai sekarang. Diawal tayangannya National Geographic menampilkan sejarah terbentuknya Malaysia serta tantangannya, kemudian menampilkan profil pemimpin-pemimpinnya, strategi pembangunan dan capaian yang diraihnya.

Malaysia dibentuk dari negara yang rapuh secara relasi sosial. Konflik etnis, khususnya antara etnis Melayu dan China sering terjadi, Puncaknya pada tahun 1969 di era Tun Abdul Razak. Pendiri Malaysia itu menyadari ada "gap" yang sangat lebar secara sosial-ekonomi antara Etnis Melayu dengan non-Melayu khususnya Etnis China, maka dikeluarkanlah kebijakan "Keistimewaan Melayu" yang sampai sekarang dianggap kebijakan diskriminatif. Namun, hasilnya bisa dirasakan sekarang di Malaysia, Etnis Melayu secara sosial-ekonomi setara dan mendominasi.

Langkah berikutnya, Tun mencanangkan kebijakan "persatuan nasional" untuk memperkuat "relasi sosial" di Malaysia. Akhirnya Tun Abdul Rajak berhasil menyatukan Malaysia. Walaupun gagal berdiplomasi dengan Lee Kuan Yeuw dari Singapura.

Setelah Era Tun Abdul Rajak berakhir, Malaysia mencapai puncak kejayaannya di era Mahathir Mohammad. Perdana Menteri Malaysia yang dijuluki "Soekarno Kecil" ini membuat Malaysia melompat dua puluh tahun meninggalkan Serumpunnya Indonesia dibidang Sosial, ekonomi, serta Iptek.

Malaysia berhasil dengan daya ungkit pembangunannya melalui : Pertama, Membeli semua perusahaan asing khususnya Inggris yang menguasai ekonomi Malaysia (bukan nasionalisasi paksa). Kedua, meningkatkan SDM khususnya etnik Melayu. Ketiga,modernisasi bidang pertanian yang mayoritas mata pencaharian Bangsa Melayu. Keempat, membangun Infrastruktur jalan, khususnya jalan tol yang menghubungkan semua kota, baik kota besar maupun kecil.

Terakhir,  Mahathir membuat sebuah program demi kebanggaan nasional, seperti Mobil Nasional yang diberi nma Proton di era 80-an. Mahathir ingin mematahkan persepsi bahwa negara dunia ketiga  tidak hanya bisa impor mobil, tapi  juga mampu menjadi produsen mobil.

Kemudian,  Malaysia mencanangkan kebanggaan nasional dibidang sumberdaya manusia (SDM), yakni dengan  program luar angkasanya. Dengan program tersebut Malaysia menjadi  negara Islam pertama yang berhasil menempatkan Astonot-nya ke luar angkasa.

Selanjutnya proyek kebanggan lainnya adalah membangun "Icon" Nasional berupa Twin Tower Petronas dan Jembatan Penang, sebagai jembatan terpanjang di Asia Tenggara.

Kelebihan Mahathir dibidang Ekonomi adalah, dia tidak mau tunduk terhadap "rayuan IMF" ketika krisis menghadang Asia Tenggara tahun 1997-1998, desakan datang dari berbagai pihak termasuk dari Anwar Ibrahim, sang pewaris tahta Malaysia agar Mahathir menerima paket kebijakan IMF. Akhirnya Malaysia lolos dari lobang jarum "krisis ekonomi", beda dengan Indonesia yang terpuruk pada tahun 1998 karena tunduk terhadap kebijakan IMF.

Setelah mencapai puncak kejayaan Malaysia, Soekarno Kecil mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun pada tahun 2002.

Namun, dibidang politik dan demokrasi, Malaysia jauh tertinggal dari Indonesia. Terjadi tsunami politik ketika "pewaris tahta" Malaysia Anwar Ibrahim dipenjara. Mahathir mewariskan "tahtanya" kepada Abdullah Badawi. Namun tidak lama, Abdullah digantikan oleh Najib Razak, putra perdana menteri pertama sekaligus pendiri Malaysia Tun Abdul Razak.

Namun di era Najib Rajak, Malaysia terjadi penurunan di bidang ekonomi dan stabilitas politik mulai goyah karena sering ada tekanan dari  oposisi.  

Banyak skandal korupsi terungkap termasuk yang dituduhkan kepada Najib Sendiri. Puncaknya terjadi pada akhir Agustus 2015 lalu, dimana ribuan demontran turun ke jalan di beberapa kota menuntut penyelidikan dugaan korupsi Najib Razak. Namun aksi tersebut dibalas oleh pendukung Najib Razak dengan menggelar demonstrasi tandingan yang mengedepankan isu sensitif yakni, anti-China.

Pendukung Najib melihat demo anti  pemerintah yang berkuasa adalah ancaman bagi "Hegemoni Melayu di Malaysia". Tentu ini bertentangan dengan cita-cita ayahanda Najib sendiri yang menginginkan Malaysia mempertahankan relasi sosial yang kokoh. Kerja keras Tun Abdul Rajak ini bisa dihancurkan oleh anaknya sendiri, Najib Rajak. Walau saya bukan warga Malaysia, patut disayangkan jika isu ini yang dikembangkan. Hanya saja, memang harus diwaspadai pihak-pihak yang mungkin "menunggangi" aksi demo anti pemerintah tersebut yang ingin Malaysia pecah-belah.

Diakui atau tidak, Muslim Melayu di Malaysia memberikan kontribusi yang baik dalam perkembangan Iptek serta ekonomi di Dunia Islam. Keutuhan Malaysia dan Indonesia akan sangat menjaga stabilitas di Asia Tenggara, walaupun cita-cita menyatukan dua negara serumpun ini masih ada...

Baca juga :

Kontrak Karya Freeport Tidak Diperpanjang, NKRI Terancam Bubar?

Hari Santri Nasional Akan Mendistorsi Makna Santri

Tentara, Politik dan Isu Kudeta

Pilkada: Proses Demokrasi yang Melahirkan Oligarki

Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Saran dari IMF?

Analisis Marxis Tentang Islam Politik

Radikalisme Islam bukan Produk Impor, tapi "Home Ground"

Detik-detik Menentukan Perubahan Piagam Jakarta

Kelompok Syiah Rencanakan "Revolusi" Tahun 2018?

Jokowi SalahSatu Pemimpin Muslim Terkuat, tapi "Lembek" Soal Konflik di Suriah

Konflik Yaman, Perang Terselubung Arab Saudi-Iran

HTI Tidak Mengakui ISIS Sebagai Negara Islam

Perceraian Kang Jalal, Allah Pecah-Belah Rencana Makar Syiah di Indonesia

Lembaran Putih Petisi 50, Mengingat Kembali Tragedi Tanjung Priok 1984

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun