[caption caption="Presiden Jokowi bersama dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin (Sindonews.com)"][/caption]Indonesia negara dengan pemeluk Islam terbesar di dunia dan Presiden Jokowi dianggap sebagai salahsatu pemimpin Muslim terkuat. Â Tapi, menyikapi konflik di Suriah dan Yerusalem, Â Presiden kita hanya menjadi "Penonton".
Belum ada pernyataan dari Presiden Jokowi mengecam Rusia atas agresinya di  Suriah dan mengutuk Israel atas penistaan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.
Pasti alasannya banyak: "Bukan prioritas nasional, bukan prioritas diplomasi luar negeri Indonesia, masih banyak masalah didalam negeri yang harus diurus, itu Isu SARA..bla..bla..bla.
Indonesia memang selalu dibawah ketiak negara  Rusia, Amerika, Inggris  dan China. Kenapa?
Saat ini Indonesia  sangat tergantung dengan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) dari Rusia. Pasca embargo militer Indonesia dari Amerika Serikat, Indonesia berpaling ke Rusia untuk pengadaan Alutsista. Baru-baru ini Rusia mengalahkan Amerika Serikat dan negara-negara  Eropa Barat terkait pengadaan paket alutsista Indonesia. Rusia memberikan kredit ekspor kepada Indonesia untuk pembelian  Pesawat Tempur Su-35, Peluru Kendali S-300,  kapal selam kelas Kilo dan alutsista lainnya.
Intervensi Tiongkok juga tercium di Suriah dengan mengirimkan paket bantuan militer ke Rezim Asad, bahkan ada isu Tentara Merah  PLA sudah ada di Suriah. Di hadapan  negeri Panda Indonesia lebih tidak berdaya  karena bantuan ekonomi  mengalir deras ke Indonesia. Konon penguatan rupiah akhir-akhir ini ada "invisible hand of the market" dari daratan Tiongkok.
Begitupun dengan AS dan Inggris, Indonesia sudah lama menjadi sekutu dua negara Blok Barat ini, walaupun sekarang di era Jokowi lebih cenderung ke Blok Timur seperti di era Soekarno. Â
Kontribusi Indonesia terkait penyelesaian konflik di Suriah dan penistaan Masjid Al-Aqso sangat dinantikan negara-negara Islam lainnya. Minimal Indonesia mengusulkan dilaksanakannya Sidang Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau menjadi  mediator dialog negara-negara yang berseteru di Suriah seperti Turki, Arab Saudi, Iran, dan Lebanon. Namun, satu statement dari Presiden Jokowi terkait dua isu tersebut akan sangat berarti sebagai salahsatu pemimpin Muslim terkuat  di dunia.Â
Saya merindukan Menlu sekaliber Marty Natalegawa atau Presiden Soekarno  yang selalu lantang membela kepentingan negara-negara Islam di forum Internasional.
Momentum tepat membahas masalah Suriah dan Palestina adalah di  pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden Obama yang akan digelar dalam waktu dekat ini di Washington.
Inilah saatnya tuan Presiden membuktikan bahwa anda salahsatu Pemimpin Muslim terkuat dengan peduli terhadap masalah-masalah dunia Islam.
Baca juga :
Hari Santri Nasional Akan Mendistorsi Makna Santri
Kontrak Karya Freeport Tidak Diperpanjang, NKRI Terancam Bubar?
Tentara, Politik dan Isu Kudeta
Pilkada: Proses Demokrasi yang Melahirkan Oligarki
Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Saran dari IMF?
Analisis Marxis Tentang Islam Politik
Radikalisme Islam bukan Produk Impor, tapi "Home Ground"
Detik-detik Menentukan Perubahan Piagam Jakarta
Kelompok Syiah Rencanakan "Revolusi" Tahun 2018?
Konflik Yaman, Perang Terselubung Arab Saudi-Iran
HTI Tidak Mengakui ISIS Sebagai Negara Islam
Perceraian Kang Jalal, Allah Pecah-Belah Rencana Makar Syiah di Indonesia
Lembaran Putih Petisi 50, Mengingat Kembali Tragedi Tanjung Priok 1984
Dari Tun Abdul Razak ke Najib Razak, Lompatan Besar Mahathir dan Relasi Sosial di Malaysia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H