Mohon tunggu...
Ridhwan EY Kulainiy
Ridhwan EY Kulainiy Mohon Tunggu... Human Resources - Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Hidup untuk menjadi berpengetahuan, bukan untuk berdiam diri dalam ketidak tahuan oranglain. wordpress : https://www.kulaniy.wordpress.com facebook : @ridwan.komando21 Fanspage : @kulaniy.komando twitter : @kulaniy1708 Instagram : @ridhwans_journal Whatsapp dan Gopay : 082113839443

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengenal Fallacy (Kesesatan Berpikir)

24 Februari 2020   01:38 Diperbarui: 24 Februari 2020   01:38 1446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam menyikapi suatu hal atau peristiwa tentu akan menjadi berbahaya ketika kita menyikapinya dengan hawa nafsu. Sudah berapa banyak nyawa atau kehidupan yang melayang sia-sia hanya lantaran seseorang tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya...?

Hawa nafsu manusia adalah sesuatu yang nampaknya mustahil untuk dihilangkan, hanya saja manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikannya.

Sehingga tidak dapat menjadi alasan bagi seseorang ketika merespon suatu hal atau kejadian dengan hawa nafsu, lantas ia dibebaskan dari hukum etika dengan alasan ketidak-mampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu akan sangat mudah tergugah dan membara ketika seseorang mendapatkan sebuah informasi yang bersifat sensitif dengan kehidupannya, semisal hal-hal yang kontradiksi dengan keyakinan (agama) dan pandangan hidupnya.

Karena informasi tersebut dirasa dapat melemahkan pandangan dan keyakinannya atau mengganggu kenyamanan serta kepentingannya, maka informasi tersebut akan dengan cepat ditanggapi dengan emosi (hawa nafsu). 

Contoh:

Ketika seseorang dihina dan dicaci karena kemiskinannya. Orang pada umumnya akan merasa emosi (marah), selanjutnya amarah ini akan mendorong dirinya untuk merespon perlakuan tersebut dengan meluapkan hawa nafsunya. Hal ini terjadi ketika seseorang tidak mampu mengendalikan amarahnya.

2. Prasangka

Menganalisa sesuatu dengan argumen, dasar dan bukti yang jelas, tentu dibenarkan dalam kehidupan ini. Hanya saja ketika kita mengeluarkan sebuah pendapat tanpa sebuah dasar atau bukti yang jelas, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai sebuah prasangka. Prasangka juga dapat berbentuk sebuah sikap gambling atau menerka-nerka tanpa kemungkinan atau informasi yang jelas.

Hal ini akan menghantarkan manusia kepada ketidak-pastian yang sangat gelap, karena tidak adanya perhitungan yang gamblang dan dapat ditelusuri keabsahannya. Hal ini tentu lebih mudah dipahami, karena berbicara mengenai bukti dan data. 

Contoh:

Datang seseorang (sebut saja si C) kepadamu dan mengatakan: "Aku melihat dan mendengar si A dan B sedang berbincang lalu menyebut-nyebut namamu, nampaknya mereka sedang membicarakan keburukanmu...".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun