Mohon tunggu...
Rida Nugrahawati
Rida Nugrahawati Mohon Tunggu... karyawan -

-- Penyuka Imajinasi dan Cerita Fiksi -- 🏡 Kuningan-Jabar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salah Mengartikan

10 Januari 2019   16:23 Diperbarui: 10 Januari 2019   16:32 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Pixabay

Aku hanyalah wanita biasa. Wanita sederhana. Yang tak mungkin dapat menggapai rembulan di atas sana. Sedangkan rembulan di atas sana sudah di temani banyak bintang-bintang indah. Mana mungkin rembulan menemuiku. Melihatku saja itu hal yang tak mungkin.

Desiran ombak malam ini menemani kesendirianku. Duduk di atas batu tepi pantai sambil melihat desiran ombak, itu hal yang dapat menghiburku. Apalagi jika di temani dengannya.

Khayalanku mulai tak karuan. Kesunyian ini membuat pikiranku tak beraturan. Di pikiranku terlintas bahwa esok petang, engkau akan menemuiku membawa sebungkus coklat untukku. Dan kita akan melihat senja bersama-sama.

Dalam pikiranku engkau akan berkata bahwa sejujurnya engkau ingin hidup bersamaku, di saksikan oleh matahari yang indah sore itu.

"Lona ini sudah malam apakah kau tak akan tidur malam ini?." Tanya kak Luna menghampiriku, ia kakak perempuanku. Usianya beda 2 tahun denganku. Namun ia lebih cantik dariku, pria mana pun pasti menyukainya.

"Sebentar lagi ya kak." Kataku, sambil duduk menyender ke pohon kelapa samping batu-batu.

"Ya sudah, kakak tinggal ya. Oh iya, besok pagi kita melihat sunset bersama-sama ya. Berarti kamu harus bangun pagi. Jadi sekarang lebih baik kamu tidur." Rayu kakakku.

"Baiklah kak, aku akan tidur sekarang saja." Kataku sambil berjalan menuju penginapan bersama kakak.

***

Pagi ini melihat sunset. Itu kebiasaan kami ketika pergi ke pantai. Tak di sangka di sana ada pria idamanku. Sedang duduk sendiri di tempat yang semalam aku duduki. Memang benar kata pepatah, jodoh tak akan kemana. Buktinya kita dapat bertemu di pantai ini.

"Apakah khayalanku akan menjadi kenyataan. Padahal semalam aku berkhayal bahwa aku bertemu dengannya saat senja, bukan saat pagi seperti ini." Kataku dalam hati.

Pria itu tersenyum ke arahku. Senyumannya memang seindah rembulan malam tadi.

"Lona, kita duduk di sebelah sana saja ya." Ajak kakakku ke arah pria itu.

"Iya kak di sana saja." Aku bersemangat.

Pria itu kembali tersenyum ke arahku. Aku tak dapat menahan manis senyumnya.

"Luna, kamu kemana saja. Aku baru melihatmu lagi. Oh ya, ini pasti adikmu kan? Ia terlihat sangat manis, sepertimu." Kata pria itu.

"Iya ia adik perempuanku satu-satunya. Ia memang sangat mirip denganku." Jawab kak Luna.

"Perkenalkan namaku Zumi, salam kenal." Katanya dan mengajakku untuk berjabat tangan.

"Iya kak aku adiknya kak Luna. Namaku Lona, salam kenal juga." Kataku sambil menjabat tangannya, sebenarnya aku sudah mengetahui namanya.

Keindahan sunset kali ini menemani keindahan hatiku. Karena bahagia dapat berjumpa sang rembulan.

"Lona kamu pulang duluan saja ya." Pinta kak Luna.

"Memangnya kakak akan kemana?." Tanyaku.

"Kakak akan mengobrol sebentar dengan Zumi, kita akan mengadakan reuni SMP minggu depan." Katanya, memang sejak tadi mereka berdua sangat akrab. Sedikit cemburu karena takut jika kak Zumi menyukai kakakku sendiri.

"Baik kak, aku pulang duluan." Kataku.

Gelisah, karena takut jika kak Zumi menyukai kakakku. Tapi itu tak mungkin. Karena aku tahu selera pria idaman kak Luna seperti apa. Meskipun sedikit seperti kak Zumi, tapi rasanya tak mungkin. Kak Luna menyukai pria yang lebih tua darinya. Sedangkan kak Zumi, berusia sama seperti kak Luna.

"Lona.." Terdengar suara kak Luna depan kamarku.

"Iya kak sebentar." Aku langsung menemui kak Luna.

"Ada apa kak?." Tanyaku.

"Ini tadi Zumi memberikan ini." Katanya sambil memberikan coklat yang di bungkus koran kepadaku.

Aku hanya terdiam. Pikiranku langsung tertuju pada khayalanku semalam. Apa mungkin akan menjadi kenyataan.

"Hei... Kamu tidak mau? Ya sudah." Katanya sambil pergi.

"Eh kak, aku mau." Kataku.

Membawa coklat ke dalam kamarku. Aku ingin cepat-cepat membukanya. Dan benar, dalam coklat itu terdapat sebuah kertas kecil yang isinya.

"Nanti sore kita bertemu di tempat tadi melihat sunset. Aku ingin melihat senja bersamamu dan aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu."

***

Sore ini aku menunggu kak Zumi di tempat tadi kita melihat sunset. Tak lama kemudian kak Zumi datang.

"Sedang apa kamu di sini Lona?." Tanya kak Zumi.

"Bukannya kak Zumi yang mengajakku untuk bertemu di sini?." Tanyaku, mengapa kak Zumi seperti tak suka aku ada di sini.

"Kapan aku mengajakmu kesini Lona?." Tanyanya.

"Tadi pagi kak Zumi menyelipkan kertas kecil ke dalam coklat itu kan? Aku sudah membacanya kak." Kataku.

"Jadi Luna memberikan coklat itu kepadamu?." Tanyanya.

"Iya." Jawabku singkat, karena aku sudah tahu bahwa coklat itu untuk kak Luna, bukan untukku.

Aku sudah salah mengartikan. Ternyata kak Zumi menyukai kakakku sendiri. Perihal coklat itu ternyata bukan di berikan khusus untukku. Tapi untuk kak Luna.

Mengapa ia malah memberikannya kepadaku?. Bukannya jika pemberian orang lain itu tak boleh di berikan lagi. Jika sebuah pemberian di berikan lagi berarti ia tak menghargai sebuah pemberian.

Perihal senyuman manis tadi pagi, mungkin ia tersenyum ke arah kakakku bukan ke arahku.

Untuk malam-malam selanjutnya. Maaf aku tak dapat melihat sang rembulan di atas sana lagi. Karena memang sudah aku sadari. Aku tak dapat menggapai rembulan di atas sana. Mungkin jika tak sengaja melihat sang rembulan. Aku akan merasa sakit yang teramat.

***
Kuningan, 10 Januari 2019
Rida Nugrahawati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun