Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Terus Disenggol, M. Sanusi Terpeleset, Kotak Pandora Komisi D DPRD DKI Jakarta Terbuka

3 April 2016   10:01 Diperbarui: 3 April 2016   12:38 4307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tudingan bahwa Ahok bersalah lantaran NJOP dari lahan Sumber Waras juga keliru adalah tidak beralasan secara hukum karena sudah jelas bahwa berdasarkan fakta bahwa faktur yang sudah ditandatangani oleh Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah Grogol, terlampir bahwa tanah itu memang terletak di Jalan Kyai Tapa dengan NJOP sebesar Rp. 20,7 juta.

Jadi jika Badan Pemeriksa Keuangan menuding terjadi kekeliruan dalam NJOP, dan menurut BPK karena letaknya di Jalan Tomang Utara, pembeliannya jadi memakai NJOP jalan itu dan NJOP sebesar 7 juta per meter persegi adalah makin tidak masuk akal lagi karena di dalam faktur yang sudah ditandatangani tadi, jelas NJOP nya berada di Jalan Kyai Tapa bukan di Jalan Tomang sebagaimana yang diasumsikan BPK selama ini.

Lalu kemudian masuk kepersoalan tudingan bahwa ada kerugian negara dalam pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI. BPK menuding bahwa telah terjadi kerugian negara sebesar Rp.191 Miliar. Karena sebelumnya ada tawaran dari PT.Ciputra Karya Utama pada tahun 2013 yakni dengan harga Rp564 Miliar dan harga lahan Sumber Waras senilai Rp.564 Miliar itu adalah sesuai dengan NJOP pada tahun 2013. Sebelum Ahok memutuskan membeli lahan Sumber Waras pada 2014. Lalu logikanya dimana jika mengaudit pembelian lahan Sumber Waras berdasarkan tahun 2013, yang mana diketahui harga dari NJOP selalu bergerak naik setiap tahun diiringi pula makin mahalnya harga tanah.

Dan berdasarkan SIM-PBB-P2 dari Direktorat Jendral Pajak, NJOP dari lahan Sumber Waras pada 2013 naik dari 12,2 juta sedangkan NJOP pada 2014 adalah 20,7 juta. Ini adalah fakta hukum yang sangat sulit untuk ditangkis lagi kecuali pihak-pihak tersebut memang memiliki kepentingan di Jakarta karena selama ini kepentingan banyak pihak terganggu akibat bersih-bersih birokrat oleh Ahok selama ini. Selain itu pula tudingan BPK yang menyebut bahwa pembelian lahan Sumber Waras kurang cermat karena tanpa kajian dan perencanaan yang mendalam juga sangat bertentangan dengan regulasi yang mengatur soal pengadaan tanah.

Peraturan Presiden No 40/2014 tentang Pengadaan Tanah sudah secara tegas mengatur bahwa pengadaan tanah yang luasnya di bawah 5 hektar bisa dilakukan secara langsung tanpa dilakukan kajian terlebih dahulu sebagaimana yang diasumsikan BPK. Namun pada kenyataanya pembelian lahan Sumber Waras itu adalah masuk prioritas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan pada kenyataannya pula pembelian lahan itu disetujui oleh pimpinan DPRD DKI Jakarta. Persetujuan pembelian lahan itu tercantum dalam KUA-PPAS 2014 perubahan yang ditandatangani pemimpin DPRD DKI 2014-2019, termasuk Lulung Lunggana yang ikut membahas dan menyetujui pembelian lahan tersebut.

Jadi sangat dangkal jika ingin menuding Ahok terlibat dalam kasus Sumber Waras karena setiap rencana program ataupun perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi haruslah dibahas terlebih dahulu bersama DPRD DKI. Dan ini mutlak. Yang terjadi justru Lulung Lunggana pun ikut membahas dan menyetujui pembelian lahan Sumber Waras tetapi yang terjadi justru Sumber Waras yang menjadi prioritas Pemerintah Provinsi DKI ini dicoret dan dimasukan anggaran pembelian UPS sehingga kerugian negara pun timbul.

Inilah fakta yang sulit untuk dihindari meskipun beribu-ribu kali berbicara dengan santun. Tapi yang lucunya KPK terus ditekan agar Ahok dijadikan tersangka. Sampai kiamat pun, KPK tak akan asal-asalan menetapkan seseorang sebagai tersangka karena ada prosedur dan alat bukti yang harus dimiliki oleh KPK sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka dan KPK bekerja bukan berdasarkan pesanan tatapi berdasarkan alat bukti.

Setelah Ahok terus berusaha dihalau dan dihadang dengan berbagai macam cara yang dilakukan oleh lawan politiknya selama ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya bahwa komisi anti rasuah tak akan pernah memberi ampun bagi siapa saja yang ingin coba-coba bermain dengan uang rakyat. Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M. Sanusi pun ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena terbukti menerima suap saat operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di salah satu hotel di Jakarta pada Jumat (31/03/2016) malam. 

Usut punya usut ternyata uang suap yang diterima M. Sanusi adalah tak lain untuk memuluskan pembahasan satu Raperda tentang tata ruang dan satu tetang revisi Perda yang mengatur tentang Reklamasi. M. Sanusi yang selama ini kerap bersuara paling getol meminta agar KPK segera menetapkan Ahok sebagai tersangka pun ibarat termakan omongannya sendiri.

Dan ternyata diketahui pula bahwa selama ini pembahasan Raperda tentang tata ruang dan zonasi yang udah disiapkan Komisi D DPRD DKI Jakarta pembahasannya terus ditunda, yang tak lain tujuannya adalah untuk memperkecil kewajiban pengembang dari 15% menjadi hanya menjadi 5% saja. Ini yang ternyata tidak berhasil disahkan oleh Komisi D dan ternyata dari sinilah asal mula suap terjadi. Tak kunjung disahkannya karena Ahok menolak keras usulan DPRD tersebut. Karena yang ada Pemerintah Provinsi hanya memberikan ijin bukan bekerjasama dengan PT. Agung Podomoro Land.

Tertangkap tangannya M. Sanusi oleh KPK yang tertangkap tangan menerima suap dari PT. Agung Podomoro Land adalah membuka jalan bagi KPK untuk melelisik keterlibatan anggota DPRD DKI Jakarta khususnya dari Komisi D yang membidangi urusan pembangunan di DKI Jakarta. M. Sanusi sendiri ternyata telah diikuti oleh KPK sejak Rabu (30/03/2016) malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun