3.1 Keluaran dan Paskah
Untuk memperoleh pengertian yang benar tentang paham keyahudian menurut Perjanjian Lama yang melatarbelakangi Perjamuan Kudus kristiani, perlu kita menyadari bahwa pesta Paskah tak dapat dilepaskan dari kisah keluaran umat Israel dari rumah perbudakan dan penindasan di Mesir.[10] Sampai pada hari ini, dalam sejarah umat Israel yang panjang dan berubah-ubah, Eksodus itu telah berfungsi sebagai sumber inspirasi dan lambang pengharapan. Juga berkat perjamuan khusus yang setiap tahun dirayakan pada awal pesta Paskah, maka kenangan itu tetap dihayati sebagai suatu peristiwa yang dialami sebagai tindakan pembebasan Allah secara unik. Ia telah membebaskan umat-Nya dari Mesir dan mengaruniakan kepada mereka suatu bayangan tentang "suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya" (Kel. 3:8,17). Dalam perjalanan itu orang Israel mengetahui bahwa negeri yang dijanjikan itu tidak berbatasan dengan Mesir, dan bahwa mereka harus menempuh perjalanan yang jauh dan panjang dan harus mengarungi padang gurun yang luas. Sungguh tidak mudah untuk dapat bertahan dalam situasi seperti itu. Bayangan itu menjadi semakin kabur, awal perjalanan yang penuh semangat memudar, sementara kesengsaraan masa lampau yang baru mereka tinggalkan sekonyongkonyong terasa bukanlah suatu tanggungan berat (Kel. 16:2-8; Bil. 11:4-35). Namun karena pimpinan Musa yang tegas, maka kenangan masa lalu tak mampu mengalahkan impian masa depan. Empat puluh tahun lamanya umat Israel mengembara di padang gurun, zuatu masa yang penuh kesulitan (Bil. 20:2-18), perjuangan melawan musuh (Kel. 17: 8-16) dan perselisihan di antara sesama (Bil. 12:1-16; 16:1-50). Tak ada jalan untuk berbalik arah. Dalam situasi yang berat dan penuh tantangan itulah umat Israel belajar mengenal Allah mereka. Di tengah padang gurun dekat gunung sinai, terjadilah suatu peristiwa yang menjadi sangat penting artinya untuk sejarah bangsa Israel. Di sanalah Allah mengikat perjanjian-Nya dengan umat itu (Kel. 19) dan memperkenalkan kehendak-Nya - Tora (Kel. 20; Ul. 5). Pesta Paskah dan Eksodus sangat terkait satu dengan yang lain. Tetapi Paskah tidak terbatas sampai perjalanan pembebasan dari Mesir itu saja. Eksodus kemudian diikuti dengan perjalanan panjang mengarungi padang gurun menuju tanah perjanjian.[11]
Dalam abad-abad berikutnya, umat Israel selalu memandang kembali pada pemukiman yang panjang dan lama di "tanah tak bertuan" itu, yang mereka alami dalam keadaan antara perhambaan dan pembebasan, dengan penuh pergumulan dan perasaan yang tak mudah dibendung. Di padang gurun itu juga mereka mengalami berbagai pencobaan dan pergumulan, tetapi sekaligus di tempat itu pula mereka boleh mengalami dan menghayati kehadiran Allah mereka dengan cara yang luar biasa (Kel. 13:21-22). Ia melindungi Israel dan mencukupkan mereka dengan makanan dan minuman (Mzm. 78:12-16). Sekalipun padang gurun dikenal dengan ketandusan dan kegersangannya, namun umat itu tidak mati kelaparan atau kehausan. Dalam keadaan yang mendesak sekalipun Allah mengalirkan air dari celah-celah batu karang untuk minumannya (Kel. 17:6; Bil. 20:11; bnd. 1 Kor. 10:4). Mereka juga tidak perlu khawatir akan makanan mereka, sebab sepanjang waktu manna senantiasa ada (Kel. 16). Semuanya itu akhirnya berlalu, ketika tanah perjanjian itu, tidak saja mereka capai, tetapi juga mereka duduki (Yos. 5:10). Karena itu, sepantasnyalah jika dalam abad-abad kemudian soal kecukupan makanan itu selalu diperbincangkan dengan penuh hormat dan pujian: "gandum dari langit" dan "roti malaikat" (Mzm. 78:24-25); atau "roti sorga" (Yoh. 6:32).
Dalam Kitab Keluaran untuk pertama kali dipaparkan mengenai pesta Paskah itu. Kenyataan bahwa naskah itu berbicara mengenai "Paskah bagi Tuhan" (Kel. 12: 11,27) menggarisbawahi betapa pentingnya pesta itu. Kecuali itu, dalam bagian Alkitab itu juga disinggung juga peristiwa seremonial lainnya yang digambarkan melalui peristiwa pesta "roti tak beragi" (= matsot, bnd. Kel. 12:17-20). Walaupun kedua peristiwa pesta itu selalu terungkap sekaligus, pada dasarnya agaknya tak ada saling keterkaitannya, dan baru dalam pengalaman kemudian dari waktu ke waktu terkait satu dengan yang lain. Namun dalam lingkup penelitian mengenai Perjamuan Kudus berdasarkan latar belakang keyahudian dalam perjanjian Lama, tidak mungkin memberi terlalu banyak perhatian kepada sejarah bermulanya pesta gabungan yang banyak liku-likunya antara paskah dan Matsot. Ketiga Kitab Injil sinoptik memperjelas hal itu melalui ungkapan yang bersumber dari Perjanjian Lama. Pada awal kisah sengsara, Markus menyebutkan; "Hari raya Paskah dan hari raya Roti tidak beragi akan mulai dua hari lagi" (Mrk 14:1, 12; Mat. 26:2,17; Luk. 22:1,7). Bagi orang dalam, tak ada lagi penjelasan tambahan yang diperlukan. Banyaknya naskah Perjanjian Lama yang menunjukkan bahwa pesta Paskah selayaknya dirangkaikan dengan pesta Roti tidak beragi, tidak perlu menimbulkan keragu-raguan lagi bahwa dampak kedua peristiwa itu sejak mulanya rnemang sangat besar.
3.2 Perjamuan Seder
Bulan Nisan sebagai bulan pertama dibuka dengan hari raya Bulan Batu. Hari raya ini mendapatkan bobohrya pada dua pekan kemudian, yakni pada bulan pumama di hari raya Paskah. Hari raya ini di bulan Nisan adalah pertama menurut tahun agama. Sedangkan bagi tahun sipil, ia sebagai bulan ketujuh. Paskah (Pesakh, [Yun.] Pascha) berarti melewatkan, yakni kisah Allah membunuh (pesakh) anak-anak sulung Mesir. Perayaan Paskah Yahudi (Hag ha-Pesakh) - suatu perayaan terpenting dan termulia inidirayakan pada tanggal 14 Nisaru yakni bulan pertama (Yos. 5:10), yang tidak selalu jatuh pada hari Sabat. Tanggal Paskah Yahudi jatuh sekitar bulan Maret-April pada musim semi, masa ketika bunga bermekaran. Tanggal 14 Nisan adalah bertepatan dengan bulan purnama, atau berselang 2 hari sebelum atau sesudah bulan purnama. Perayaan paskah berlangsung selama sepekan setelah 14 Nisan, di mana dirayakan juga Perayaan Roti Tak Beragi.[12]
Ciri utama dari perayaan Paskah adalah perjamuan keluarga di rumah masing-masing yang dilakukan setelah senja. Hidangan utama dalam perjamuan itu adalah domba Paskah. Perjamuan Paskah ini disebut seder (artinya: tata perayaan). Lebih dahulu, pada tanggal 13 Nisan (beberapa jam setelum 14 Nisan yang dimulai sejak malam) domba Paskah disembelih (pesakh) di Bait Allah dan darahnya dipercikkan di atas altar. Setelah Bait Allah runtuh pada tahun 70, ritus ini menghilang atau tidak dirayakan di Bait Allah, kecuali oleh orang Samaria yang memang tidak menyembelih hewan kurban di Bait Allah. Ciri adanya domba ini menunjukkan bahwa ia berasal dari hadisi penggembalaan. Selain mengacu pada petunjuk perayaan (melalui pembacaan Kel. 12:21- 51) dan ketentuannya (Kel. 34:25), pada praktiknya perayaan paskah adalah sebagai berikut: Dalam upacara Paskah itu setiap keluarga menyembelih seekor domba atau kambing jantan yang berumur setahun. Mereka memanggangnya lengkap dengan kepala dan isi perut. Kemudian memakannya dengan pinggang berikat. Terlebih dahulu darah korban itu sudah dibubuhkan kepada kedua tiang dan ambang pintu rumah (ketika tidak ada Bait Allah). Sehabis perjamuan, sisa daging yang tinggal sampai pagi, dibakar habis dengan api. Walaupun Paskah berasal dari perayaan Keni, tetapi Israel member makna baru. Bagi Israel, Paskah adalah peringatan dan proklamasi akan kelepasan dari perbudakan Mesir. Oleh sebab itu, Paskah dirayakan dengan motivasi membarui sikap dan pengucapan syukur dengan sukacita. Pembaruan sikap yang dimaksud adalah perubahan dari hidup lama sebagai bangsa tanpa identitas menjadi umatAllah.[13]
Dalam kitab Perjanjian Baru, Yesus merayakan Paskah dengan perjarnuan (disebut perjamuan malam) bersama dengan para murid-Nya. Jumlah mereka adalah sekitar dua belas orang sehingga masih terlihat corak perjamuan keluarga. Perjamuan Paskah tersebut menjadi dasar perjamuan kudus atau ekaristi bagi gereja masa kini (diambil dari surat Rasul Paulus [1 Kor. 11]). Namun, perjamuan Paskah telah diberikan makna baru yang sejajar dengan makna pelepasan dari perbudakan Mesir, yakni: pelepasan dari kuasa dosa. Demikian, di dalam perjamuan kudus ada pengucapan syukur (eukaristi) dalam merayakan Paskah. Adalah lazim merayakan Paskah dengan perjamuan. Umumnya masyarakat Yahudi di zaman Perjanjian Baru merayakan Paskah atau perjamuan seder adalah sebagai berikut: Setelah matahari terbenam, tanda dimulainya hari Paskah pertama, kaum kerabat (berjumlah antara sepuluh dan lima belas orang) siap di ruang keluarga. Sebelurn memulai anak-anak mencari-cari sisa ragi dalam rumah itu dan membuangnya (bedikat chametz). Kemudian nyonya rumah menyalakan lilin-lilin Paskah (hadlakat ha-nerot). Kemudian pemberkatan lilin dan cawan anggur pertama (kaddesh), dan mencuci tangan.
Hidangan yang disiapkan berupa domba Paskah, sayur pahit, roti dan cawan anggur.[14] Sebagai pembuka ialah pemecahan roti tak beragi dan memakannya (yachatz), serta mencari afikomen. Hidangan pembuka ialah salad yang dicelupkan ke dalam cuka dan air gararn (karpas) dan diselingi dengan minum dari cawan anggur. Kemudian para tamu makan sayur pahit dan haroseth, yaitu pencampuran kenari, buah, dan anggur. Banyak makanan yang dimakan pada perjamuan ini tidak dimakan pada perjamuan lainnya. Oleh karena perjamuan kali ini berbeda, maka seorang anak terkecil dalam keluarga itu bertanya (biasanya telah disiapkan oleh orang tua) kepada bapaknya atau kakeknya, begini: "Pada malam lain kita rnakan roti beragi atau roti tak beragi tetapi malam ini mengapa hanya roti tak beragi? Pada malam lain kita makan semua jenis sayuran, tetapi malam ini mengapa hanya sayur pahit? Pada malam lain kita makan makanan yang dimasak, dipanggang, atau direbus, tetapi mengapa malam ini hanya makanan yang dipanggang? Pada malam lain kita mencelup satu kali, tetapi mengapa malam ini mencelup dua kali?" Semua pertanyaan ini merupakan isyarat bagi sang bapak untuk menjelaskannya dengan haggadah (=kisah mengisahkan cerita dengan cara melantunkannya) Paskah. Bukankah tujuan makan bersama adalah kesempatan bagi sang ayah untuk menjelaskan hal-hal penting yang perlu dipahami oleh generasi penerus? Bapak menuturkan kisah perbudakan atas bangsa Israel di Mesir dan pembebasan oleh Allah. Haggadah ini merupakan' drama yang dituturkan untuk mengenang sejarah Israel, sehingga hadirin terlibat kembali di dalamnya seperti yang dialami oleh nenek moyang mereka. Lazimnya, sang bapak membuka kisahnya dengan kalimat "Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang saja dan tinggal di sana ..." (dst. seperti tertulis dalam Ul 25:5-6). Cerita selesai, hadirin minum anggur kedua dan mencuci tangan kedua (rachtzah). Kemudian pemberkatan dan memakan roti tak beragi (motzi atau matsah),makan sayur pahit (maror) dan makanan penutupnya (korech). Tahap berikut adalah perjamuan festival dan memakan afikomen (tzafun). Setelah makan, hadirin minum anggur ketiga dan undangan bagi Nabi Elia (barech). Di antara setiap minuman dan hidangan, diselingi dengan nyanyian Mazmur (hallel), yakni pasal 113- 114 pada bagian pertama dan pasal 115-118 pada bagian penutup, sebagai Mazmur Paskah. Hidangan terakhir adalah domba Paskah yang berumur sekitar setahun; sehingga memang hanya cukup untuk sepuluh hingga lima belas orang. Terakhir adalah nyanyian Mazmur-mazmur pujian (bnd. Mat. 26:30) dan minum anggur keempat.[15]
Pada masa kini, perjamuan seder diisi dengan makan-makan, bermain bagi anak-anak, dan ngobrol soal sejarah keluarnya nenek moyang Israel dari Mesir. Adalah lazim perjamuan seder menghabiskan waktu sekitar empat jam. Di samping itu, selain tuan rumah, para tetamu undangan pun diajak untuk menyampaikan haggadah Paskah. Itulah sebabnya, perjamuan sederhanya dihadiri oleh kaum kerabat dalam jumlah terbatas; sepuluh hingga lima belas orang, belum termasuk anak-anak. Selain alasan kerepotan, juga soal lamanya waktu yang dihabiskan untuk seder. Sementara nyonya rumah memulai seder dengan menyalakan lilin Paskah, anak terkecil mengajukan pertanyaan Paskah, sementara anak-anak lain membuang semua ragi dari rumah itu, kemudian mencari-cari afikomen (makanan pencuci mulut yang disembunyikan di dalam roti tak beragi) yang tersembunyi, dan membuka pintu rumah untuk Nabi Elia, nabi yang memberitakan kedatangan Mesias (dalam perjamuan itu disediakan cawan kosong yang disebut cawan Elia [kos eliyahu ha-nabi). Pokoknya, semua orang yang hadir, besar-kecil dan pria-perempuan berperan aktif dalam perayaan seder.[16] Hal menceritakan kisah Paskah tidak dibawakan dengan isi dan cara yang begitu-begrtu saja setiap tahun. Para bapak Yahudi sangat kreatif dan bervariasi dalam membawakannya. Sewaktu Yesus mengadakan perjamuan malam (Mat. 26:17 dst.; Mrk. 14:12 dst.; Luk. 22:7 dst.; bnd. Yoh. 13:21 dst.), justru tidak ada domba Paskah dan sayur pahit padahal itu adalah hidangan utama. Yohanes menafsirkannya, sebab Ia adalah Anak domba Paskah (Yoh.1:29) yang disembelih itu. Itulah sebabnya dewasa ini, sambil memecahkan roti sebelum komuni dalam perjamuan kudus, imam menya-nyikan Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.
3.3 Darah dan Daging dalam Perjamuan Paskah