Mohon tunggu...
riche pebinurhayati
riche pebinurhayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

traveling

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pengaruh Faktor Ekonomi terhadap Perkara Cerai Gugat

18 Mei 2023   19:08 Diperbarui: 18 Mei 2023   19:15 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam skripsi ini saya menganggkat dari skripsi kak FITRIA RAMADHANI, NIM: 11150430000089 yang berjudul “Pengaruh Faktor Ekonomi Terhadap Perkara Cerai Gugat (Analisis Putusan Nomor 280/Pdt.G/2019/PA.Tba)”. Penelitian ini memiliki tujuan adalah: untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara cerai gugat terhadap putusan Nomor

280/Pdt.G/2019/PA.Tba serta analisis hukum terhadap pertimbangan hakim. Penelitian ini merupakan jenis penilitian dengan menggunakan cara menghimpun data melalui data kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum terseier, baik berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memiliki kaitan dengan analisi yuridis normatif.

Sebuah perkawinan merupakan ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan yang sah.  Di dalam agama islam sendiri sebuah perkawinan adalah sunnah seorang nabi yang memiliki tujuan membentuk sebuah keluarga yang sakinah mawadah warohmah. Selain itu perkawinan juga dapat diartikan sebagai ikatan lahir dan batin antara laki-laki dan perempuan. Perkawinan juga memiliki fungsi yaitu sebagai media untuk membangun keluarga bagi kesinambungan kehidupan manusia, tetapi islam mengartikan sebuah perkawinan lebih dari itu yaitu perkawinan sebagai sesuatu hal yang suci. Tujuan lain dari sebuah perkawinan adalah untuk menjalankan perintah allah SWT agar membentuk keluarga yang sejahtera dan harmonis. Sejahtera yang berarti membangun rasa nyaman antar sesama sehingga timbul rasa kebahagiaan antara anggota keluarga. Tetapi ada banyak perkawinan yang tidak bertahan lama dan akhirnya kandas ditengah jalan. Mengenai hal tersebut tentunya islam mempunyai jalan keluar dalam mengatasi ketidakcocokan suami istri tersebut dalam menjalani rumah tangga.  Dalam konteksnya sebuah perceraian sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 berisi tentang Tentang Perkawinan, secara detail dan terperinci yang mana dijelakan pada pasal 19. Adapun beberapa hal yang dijelakan dalam pasal tersebut: Pertama, merupakan pihak yang berbuat zina, penjudi, dan lain sebagainya. Kedua, meninggalkan pihak-pihak tertentu selama kurun waktu 2 tahun tanpa alasan yang jelas. Ketiga, ketika pihak nya ada yang terpidana hukuman penjara selama 5 tahun atau bahkan mendapat hukuman yang lebih berat.

Cerai gugat disini mempunyai arti secara fiqh yaitu sebuah perceraian yang dimana seorang istri menggugat ceri suaminya melalui Pengadilan Agama, dengan menggunakan alasan yang dapat diterima oleh hakim di pengadilan dan keputusannya pun harus sesuai dengan keputusan Pengadilan Agama. Didalam cerai gugat juga terdapat dasar hukum yang mana sepasang suami dan istri diperbolehkan untuk bercerai, tetapi jika keadaan tersebut sudah sangat terdesak (memaksa/darurat) dengan ketentuan bahwa sepasang suami istri tersebut sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan rumah tangganya. Namun jika sepasang suami istri tersebut memaksakan untuk tetap mempertahankan rumah tangga nya itu hanya akan menambah keadaan menjadi semakin buruk, sehingga perceraian merupakan jalan terakhir yang memang harus dilakukan.

Alasan saya memilih judul dengan tema perceraian adalah karena kasus tersebut banyak terjadi di kalangan masyarakat, apalagi kasus nya bercerai dikarenakan faktor ekonomi. Dari sini dapat dilihat bahwa faktor yang dapat menyebabkan perceraian tidak bisa dilihat dari satu faktor saja tetapi ada banyak hal salh satunya dari faktor ekonomi. Karena dapat diakui bahwa kebutuhan ekonomi dalam masyarakat memang sebuah kebutuhan pokok, apalagi dalam keluarga yang dimana terdapat para anggota keluarga yang membutuhkan biaya untuk kehidupan sehari-hari. Selain itu juga dapat mengetahui bagaimana tindakan atau sikap yang dapat dilakukan pada saat kasus itu terjadi, apakah harus bertahan atau tidak serta dapat lebih memahami posisi mereka sebagai pasangan suami istri dalam menghadapi suatu masalah.

Dalam kasus ini penulis mengambil dari kasus yang terjadi dilingkungan sekitar didalam skripsi ini juga tertuang secara terperinci alasan mengapa terjadi perceraian suami istri. Adapun tindakan hukum selama proses perkara tersebut masih berlangsung di pengadilan, untuk menghindari berbagai adanya hal-hal yang bersifat negatif diantara suami istri. Hal tersebut diatur dalam Pasal 77 UUPA. Pasal 77 UUPA:

Selama gugatan perceraian masih berlangung atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan suatu pertimbangan bahaya yang mungkin dapat diimbulkan, pihak pengadilan dapat mengizinkan kepada isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.

Pasal 78 UUPA:

Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat, pengadilan dapat:

a. Menerima nafkah yang ditanggung suami;

b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak

c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri (Juhaya S Praja, 1994: 112).

Pasal 79 UUPA:

Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan.

Pasal 80 UUPA:

a. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat lambatnya 30 (tiga puluh) harisetelah berkas atau gugatan perceraian didaftarkan di kepaniteraan.

b. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup

Pasal 81 UUPA

a. Putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

b. Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap

Pasal 82 UUPA:

a. Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua pihak.

b. Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

Pasal 83 UUPA:

Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai.

Pasal 84 UUPA:

  • Panitera pengadilan atau pejabat pengadilan yang ditunjuk berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari mengirimkan satu helai salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tanpa bermaterai kepada pegawai pencatat nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu.  
  • b. Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayah pegawai pencatat nikah tempat perkawinan dimaksud dalam ayat (1) yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap tanpa bermaterai dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat Nikah tersebut pada bagian pinggirdaftar catatan perkawinan
  • c. Apabila perkawinan dilangsungkan di luar negeri, maka satu helaisalinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) disampaikan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat didaftarkannya perkawinan mereka di Indonesia.
  • Panitera berkewajiban memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai kepada para pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukumtetap tersebut diberitahukan kepada para pihak

Pasal 85 UU

 Tanggung jawab Panitera yang bersangkutan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk, apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau isteri atau keduanya. Karena itu amat

penting pengiriman salinan putusan dimaksud. Sebab akan mendatangkan kerugian dari berbagai pihak yang membutuhkannya.

Pasal 86 UUPA:

a. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta  bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Jika ada tuntutan pihak ketiga, maka Pengadilan menunda terlebih dahulu perkara harta bersama tersebutsampai ada putusan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tentang hal itu.

Putusan Gugatan Cerai Karena Faktor Ekonomi Nomor 280/Pdt.G/2019/PA.Tba

Dalam putusan gugat cerai karena kasus faktor ekonomi Nomor 280/Pdt.G/2019/PA.Tba.

Duduk Perkara

Pada tanggal 30 Mei 2017, Penggugat dan Tergugat melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kota Tanjungbalai dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 114/11/V/2017 tanggal 30 Mei 2017. Setelah pernikahan tersebut Penggugat dengan Tergugat tinggal bersama sebagai suami istri di rumah orang tua Penggugat hingga tanggal 25 Oktober 2017 dan belum dikaruniai keturunan. ada awalnya setelah menikah, rumah tangga Penggugat dan Tergugat rukun dan damai selama lebih kurang 4 bulan, setelah itu terjadi perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat yang disebabkan Tergugat malas bekerja sehingga Tergugat tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga dan Tergugat tidak bertanggung jawab memberikan nafkah lahir dan bathin kepada Penggugat.

Disini si penggugat menjelaskan bahwa sudah tidak bersedia lagi untuk bersuami dengan tergugat dengan alasan antara tergugat dan penggugat sering terjadi pertengkaran dan perselisihan dan sudah tidak bersedia lagi untuk hidup rukun dalam rumah tangga yang disebabkan Tergugat ini tidak dapat bertanggung jawab dalam memberikan nafkah kepada Penggugat. Penggugat merupakan orang yang kurang mampu (miskin), sebab Penggugat hanya menjadi ibu rumah tangga dan tidak mempunyai penghasilan tetap yang dapat menunjang dan memenuhi kebutuhan nafkah sehari-hari Penggugat. Dengan demikian kondisi rumah tangga Tergugat dan Penggugat tersebut maka Penggugat meminta kepada Majelis Hakim agar dapat memanggil Tergugat ke persidangan dan menyidangkannya dengan menjatuhkan talak satu ba’in sugrha Tergugat terhadap Penggugat dan membebaskan Penggugat dari biaya perkaranya.

Pertimbangan Hakim dan Putusan Hakim

Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan Penggugat dan Tergugat dengan memberikan nasehat kepada Penggugat agar bersabar serta mengurungkan niatnya untuk bercerai akan tetapi tidak berhasil karena Penggugat tetap dalam pendiriannya untuk melakukan perceraian, oleh karena Tergugat tidak hadir dalam persidangan maka mediasi tidak dapat dilaksanakan. Fakta-fakta tersebut telah dibuktikan secara hukum, penggugat dan tergugat yang dimana sering terjadi pertengkaran hal tersebut yang menyebabkan keduanya pisah rumah. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka alasan perceraian yang diajukan oleh Penggugat telah sesuai dengan ketentuan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Oleh sebab itu, majelis hakim berkesimpulan bahwa gugatan penggugat dapat dikabulkan dengan menjatuhkan talak satu bain sughra dari Tergugat terhadap Penggugat.

Untuk rencana skripsi saya tahun depan saya tertarik untuk mengangkat judul terkait pernikahan, karena saya mengambil progam studi yang saya ambil adalah hukum keluarga, maka dari itu saya tertarik untuk mengangkat kasus yang mempunyai latar belakang hukum keluarga sesuai dengan prodi saya. Karena memang banyak sekali kasus yang tidak terduga terjadi pada keluarga. Dan ditambah sebagai calon sarjana hukum yang notabne nya hukum keluarga maka harus lebih mengerti dan memahami serta dapat mencari jalan keluar untuk masalah tersebut tentunya tidak lupa untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang aturan apa saja yang harus diterapkan dalam keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun