Mohon tunggu...
Richa Miskiyya
Richa Miskiyya Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Perempuan biasa dengan kehidupan biasa, namun selalu menganggap jika kehidupannya itu luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keluarga, Fondasi Pertama Revolusi Mental Bangsa

7 Agustus 2015   23:50 Diperbarui: 8 Agustus 2015   00:11 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Apa nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga anda?”

Suatu hari di ruang perkuliahan, saya dan teman sekelas mendapatkan pertanyaan tersebut dari Dosen ketika tatap muka pertama di kelas. Dosen saya tersebut mengajar mata kuliah Sistem Politik dan Administrasi Negara Indonesia. Saya tercekat sejenak, saya tak menyangka jika kami akan mendapatkan pertanyaan seperti itu, kami mengira akan mendapat pertanyaan seputar Lembaga-lembaga pemerintahan atau kondisi perpolitikan di Indonesia saat ini, namun kami salah, kami justru mendapat pertanyaan di luar dugaan, tentang nilai dalam sebuah keluarga. Sebuah pertanyaan sederhana, namun bermakna dalam sehingga butuh waktu untuk berpikir, nilai-nilai apa saja yang telah diajarkan di keluarga kami? Dan apakah nilai-nilai itu benar-benar telah menyatu dalam hidup sehari-hari kami?

Setelah bertanya, Dosen kami tersenyum penuh arti seolah mengetahui bahwa kami agak kebingungan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dosen kami pun kemudian menjelaskan bahwa Keluarga adalah unit terkecil dalam sebuah Negara, meski unit terkecil akan tetapi fungsinya sangatlah besar, jangan berharap bisa membangun Negara jika tak bisa membangun pondasi keluarga dengan baik.

Penjelasan Dosen saya tersebut membuat saya berpikir jika pelajaran pertama seorang warga negara bukanlah di sekolah atau bangku perkuliahan, melainkan dari keluarga dimana nilai moral dan budi diajarkan untuk pertama kalinya. Maka betapa pentingnya sebuah keluarga, unsur kecil namun memiliki efek yang sangat besar bagi maju tidaknya sebuah bangsa.

Saat ini, bisa dikatakan Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis mental. Segala macam permasalahan di bidang hukum, ekonomi, sosial, dan budaya disebabkan karena keroposnya mental dan kepribadian bangsa Indonesia.

Pemakluman yang Kebablasan

Rakyat Indonesia selama ini dininabobokan dengan beragam pembenaran dan pemakluman akan sebuah kesalahan hingga akhirnya menjadi kebablasan. Misalnya pengendara motor yang menyerobot trotoar dimaklumi karena keadaan jalanan yang macet, atau masyarakat yang membuang sampah sembarangan juga dimaklumi karena ketiadaan tempat sampah.

Pemakluman-pemakluman seperti itu akhirnya menjadi kebablasan hingga menular ke orang lain yang menganggap bahwa kesalahan-kesalahan tersebut adalah sesuatu yang wajar tanpa memikirkan nasib orang lain, para pengendara motor yang menyerobot trotoar tak pernah memikirkan betapa tak nyamannya para pejalan kaki, begitu juga dengan orang yang membuang sampah, tak pernah memikirkan akibat laten dari perilakunya tersebut bisa menyebabkan banjir. Pemakluman yang kebablasan dalam kebiasaan sehari-hari ini akhirnya menjadi sulit untuk diubah dan terus melekat.

Kita bisa lihat bagaimana para pejabat dan wakil rakyat yang akhirnya masuk bui karena korupsi. Dalam dunia perpolitikan, bagi-bagi proyek dan mencari tambahan pemasukan lewat mark up anggaran dijadikan sesuatu yang “wajar”, tujuannya tak lain adalah untuk keuntungan pribadi. Hal ini menjadikan korupsi sangat sulit diberantas di negeri ini, ditangkap satu koruptor, muncul seribu koruptor baru.

Kebablasan pemakluman yang menganggap segala hal yang salah dianggap sebagai sesuatu yang wajar inilah yang perlahan menggerogoti sendi-sendi bangsa Indonesia tanpa kita sadari. Mental-mental yang penuh keegoisan inilah yang harus segera direvolusi agar tak menjadikan Indonesia semakin terpuruk.

Selain mental penuh egoisitas, ada mental lain yang harus direvolusi, yaitu mental inlander yang menganggap bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu ada di bawah. Meski sudah 70 tahun merdeka, akan tetapi mental bawaan masa penjajahan ini masih terus tertanam, sungguh sebuah ironi.

Pondasi Awal Revolusi Mental

Kegelisahan-kegelisahan seperti yang saya ungkap di atas juga lah yang akhirnya membuat Jokowi merumuskan gerakan Revolusi Mental pada masa kampanyenya saat pemilihan presiden tahun 2014 silam.

Menurut Jokowi, Indonesia merupakan bangsa yang santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong, karakter tersebut merupakan modal yang seharusnya dapat membuat rakyat sejahtera (Kompas.com, 17 Oktober 2014).

Untuk mewujudkan rakyat sejahtera inilah diperlukan dukungan dari segala lini, dan terutama dukungan dari unit terkecil bangsa ini, yaitu keluarga.

Tak banyak yang tahu jika di Indonesia ada Hari Keluarga Nasional yang diperingati setiap tanggal 29 Juni, dan untuk tahun 2015 ini adalah Hari Keluarga Nasional Ke XXII. Betapa pentingnya keluarga dalam pembangunan bangsa Indonesia hingga memiliki hari jadi yang diistimewakan.

Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, karena keluarga adalah unsur pembentuk pertama karakter seorang manusia yang nantinya akan membangun bangsa.

Puncak Harganas tahun 2015 dilaksanakan pada 01 Agustus 2015 dan dipusatkan di Tangerang Selatan, tepatnya di lapangan Sunburst BSD dengan tema "Harganas merupakan momentum upaya membangun karakter bangsa menwujudkan Indonesia sejahtera".

Harganas tahun 2015 ini dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan harapannya agar keluarga Indonesia menjadi tiang negeri yang kuat dan kokoh untuk menuju Indonesia yang maju dan sejahtera.

Keluarga sebenarnya memiliki 8 Fungsi utama yaitu :

  1. Fungsi Agama
  2. Fungsi Sosial Budaya
  3. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang
  4. Fungsi Perlindungan
  5. Fungsi Reproduksi
  6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
  7. Fungsi Ekonomi
  8. Fungsi Lingkungan

Meski keluarga sebenarnya memiliki 8 (delapan) fungsi, namun yang terjadi di masyarakat, tak semua fungsi berjalan dengan maksimal. Padahal keluarga memiliki peranan penting untuk membangun bangsa karena keluarga adalah pondasi awal revolusi mental bangsa ini.

Selama ini, fungsi yang terpenuhi oleh keluarga-keluarga di Indonesia kebanyakan hanya berhenti pada Fungsi Ekonomi semata, bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, hingga mengesampingkan fungsi-fungsi lainnya.

Padahal, fungsi keluarga yang lainnya amatlah sangat penting, karena dalam keluarga tak hanya kebutuhan material (fungsi ekonomi) yang dibutuhkan, akan tetapi kebutuhan non material dan spiritual juga sangat diperlukan.

Efek dari tidak terpenuhinya atau tidak terlaksananya fungsi-fungsi keluarga secara sempurna menimbulkan beragam permasalahan, seperti adanya kekerasan terhadap anak dan pernikahan usia anak.

Angka kekerasan terhadap anak di Indonesia selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya, hal ini tentunya butuh perhatian lebih dari masyarakat dan pemerintah. Begitu juga dengan pernikahan usia anak, masih banyak anak di Indonesia yang menikah di usia di bawah 18 tahun, hal ini juga dipicu dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang masih memperbolehkan usia pernikahan 16 tahun untuk perempuan, ini tentunya menjadi timpang dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan jika seseorang yang disebut anak adalah mereka yang usianya di bawah 18 tahun.

Pernikahan usia anak menimbulkan beragam ketidaksiapan yang terjadi terhadap sebuah keluarga, baik itu dari sisi ekonomi, juga dari sisi mental untuk menjadi orang tua. Sebagaimana program yang diusung oleh BKKBN yaitu GenRe (Generasi Berencana), maka dalam sebuah keluarga pun harus diberikan pendidikan tentang perencanaan yang matang untuk masa depan, jangan sampai karena alasan ekonomi, orang tua mengorbankan pendidikan dan cita-cita anak. Oleh karena itu, pendidikan atau penanaman karakter dalam keluarga adalah langkah awal untuk melaksanakan revolusi mental.

Lalu apa saja yang harus dilakukan dalam sebuah keluarga agar revolusi mental dapat terlaksana dengan maksimal? Selain memaksimalkan fungsi keluarga juga dengan menanamkan nilai-nilai dalam keluarga berikut ini :

  1. Nilai Keagamaan

Nilai keagamaan ini sangatlah penting, banyak kasus-kasus hukum bermula dari tidak kuatnya iman seseorang. Kasus-kasus Narkoba, minuman keras, pembunuhan, korupsi, dan beragam kasus hukum lainnya ini terjadi karena tidak adanya keimanan dalam diri seseorang.

Oleh karena itu, nilai keagamaan perlu menjadi nilai pertama dan utama yang harus ditanamkan dalam sebuah keluarga, karena dengan mendekatkan keluarga pada Tuhan maka akan ada keadaan dimana anggota keluarga akan menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Tuhan.

      2. Nilai Kejujuran

Jujur adalah nilai yang harus selalu dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari, maraknya korupsi di negeri ini diawali karena adanya ketidakjujuran. Awalnya mungkin hanya bohong dalam skala kecil, namun apabila menjadi kebiasaan bisa menjadi sebuah bahaya laten. Jika menjadi rakyat biasa saja sudah pintar berbohong, bagaimana akan menjadi pejabat atau pemimpin Negara? Maka Nilai kejujuran harus ditanamkan sejak dalam lingkungan keluarga.

      3. Nilai Kedisiplinan

Beragam kekacauan di Negara ini banyak disebabkan karena tidak dimilikinya nilai disiplin oleh masyarakat. Buang sampah sembarangan, berjualan kaki lima di trotoar, menyerobot jalur busway, dan beragam ketidakdisiplinan lainnya. Jangan sampai bangsa Indonesia dicirikan menjadi bangsa yang tidak memiliki kedisiplinan. Tidak disiplinnya seseorang biasanya disebabkan karena ia ingin menikmati hasil dengan cara yang cepat, tanpa peduli bagaimana proses pencapaian hasil tersebut.

Orang ingin sampai di seberang jalan tanpa lewat jembatan penyeberangan, atau ingin segera mendapatkan tiket kereta dengan menyerobot antrean. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakteraturan dalam masyarakat. Seseorang mungkin akan berpikir tak apa-apa membuang sampah sembarangan, toh hanya bungkus permen, namun bagaimana jika yang memiliki pemikiran seperti itu ada separuh dari rakyat Indonesia? Bayangkan berapa sampah yang tercipta.

Oleh karena itu nilai-nilai kedisiplinan harus ditanamkan dan dibiasakan dalam keluarga. Ajarkan bahwa sebuah hasil tidak akan menjadi berharga dan istimewa jika tak melewati proses yang benar.

      4. Nilai Cinta Kasih

Di Negara ini banyak masyarakat yang masih saling bertikai karena tidak adanya tenggang rasa dan toleransi, karena iri hati, dendam, dan lain sebagainya. Padahal sebagai Negara yang Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia memiliki masyarakat yang berbeda budaya dan tradisi, oleh karena itu nilai cinta kasih harus diajarkan sejak dini.

Ajarkan nilai-nilai cinta kasih, jangan selalu melihat perbedaan, tapi harus mencari apa persamaan untuk menyatukan segala perbedaan

      5. Nilai Keadilan

Keegoisan diri menimbulkan banyak permasalahan di negeri ini, hingga keadilan menjadi sesuatu yang semu dan seakan susah untuk dicapai. Tanamkan dalam keluarga bagaimana harus menghargai hak-hak yang dimiliki orang lain, dan jangan sampai mengambil hak orang lain yang bukan milik kita, karena mengambil sesuatu yang bukan hak kita itu merupakan suatu bentuk ketidakadilan yang nyata.

Oleh karena itu, nilai keadilan harus ditanamkan dalam keluarga, bagaimana harus bersikap adil pada sesama, karena kita hidup di dunia ini tidaklah sendiri.

Demikian 8 (delapan) fungsi keluarga dan 5 (lima) nilai moral yang harus ditanamkan dan dioptimalkan sejak dalam lingkungan keluarga. Mari jadikan Hari Keluarga Nasional ke XXII ini menjadi titik awal untuk bisa menjadikan keluarga sebagai fondasi pertama revolusi mental bangsa.

      

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun