Laras balas terseyum. Kemudian keluar dari balik etalase, matanya seakan memberi isyarat agar mengikutinya ke meja yang sering digunakan sosok misterius itu.
Mereka duduk saling berhadapan, dengan hanya dipisahkan tumpukan lembaran kertas.
Laras mencoba menyentuh lembaran kertas dihadapannya, namun sosok misterius itu tidak tinggal diam. Dengan cepat diangkatnya seluruh tumpukan kertas tersebut dan memasukkan ke dalam tas kecil yang selalu tergantung pada bahu sebelah kanan.
"Ingat, masih rahasia," ucap sosok misterius mengingatkan.
"Terus..., kapan dong aku bisa membacanya?" Tanya Laras dengan wajah cemberut.
"Nanti, setelah dicetak oleh penerbit. Aku akan kirim lewat pos," jawab sosok misterius tersebut.
"Kenapa mesti lewat pos? Kan bisa langsung kamu antar ke sini," ucap Laras merasa heran.
"Aku kan tinggal di Jakarta?" Jawab sosok misterius itu dengan enteng.
"Oo...," Seketika Laras terkesima mendengar pengakuan dari sosok misterius itu. Namun Laras berusaha menyembunyikan perasaan kecewa yang mungkin dapat terlihat dari sinar matanya.
"Terus, selama ini kamu tinggal di hotel?"
"Nggaklah, biaya nginap di hotel kan mahal. Aku kos-kosan," jelasnya.