"Salah satu faktornya, ketidaktaatan kita pada hukum. Tetapi, apakah cukup di situ? Ternyata tidak. Sebab, di dalam proses penyusunan dan pembuatan hukum pun masih menyisakan berjuta masalah," tuturnya.
Sebagai penutup paparannya, Ribut lantas membacakan puisi karyanya, berjudul "Membaca Gus Dur". Puisi satir itu menyinggung berbagai permasalahan bangsa yang belum diselesaikan. Salah satunya tentang alam pikir bangsa Indonesia yang termanifestasikan ke dalam penggunaan dan pengajaran bahasa. Menurutnya, alam pikir keindonesiaan masih perlu diperiksa ulang agar menemukan kejelasan dan kepastian.
"Gus Dur adalah salah satu representasi alam pikir Indonesia yang orisinil. Bahasa beliau lugas dan tuntas. Tetapi, juga luwes. Tak ayal jika pemikiran Gus Dur boleh dibilang paripurna bagi orang-orang sekelas kita yang duduk di sini," ujarnya.
Demikian cair dan renyah diskusi yang dihadirkan dalam kegiatan tersebut. Audien saling merespon dan memberi tanggapan. Sehingga, terjadilah dialog di antara yang hadir. Beberapa komunitas tampak meramaikan acara tersebut, di antaranya Among Roso, Santri, pegiat desa, PMII, HMI, Gusdurian, Lakpesdam, dan ratusan masyarakat umum memenuhi ruangan MWC NU Kajen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H