Pekalongan, sore itu (Kamis, 21/12/2023), saat lagu Bagimu Negeri ciptaan Kusbini dinyanyikan oleh seluruh yang hadir di pengujung acara Haul ke-14 Gus Dur. Nyanyian itu seakan-akan membawa ingatan seluruh hadirin akan sosok yang selama hayatnya mengabdikan diri sebagai pejuang kemanusiaan. Tak hanya itu, nyanyian itu seolah-olah juga menghadirkan gambaran ketulusan sosok Gus Dur dalam memperjuangkan hak-hak kemanusiaan kaum minoritas yang termarjinalkan.
Suasana khidmat memaluti ruang aula Gedung MWC NU Kajen, KabupatenMeski begitu, apa yang dilakukan Gus Dur bukan tanpa rintangan. Selama menjalani peran sebagai pejuang kemanusiaan, Gus Dur kerap menghadapi tentangan dari pihak-pihak lain. Bahkan, ditekan oleh kelompok elit. Akan tetapi, hal itu pantang membuat langkahnya surut mundur ke belakang. Sebaliknya, tindakan-tindakan itu justru membuatnya semakin menguatkannya untuk tetap berada di jalur perjuangannya.
Seperti diungkap Bonifasius Denny Yuswanto, seorang aktivis lintas agama Kota Pekalongan, "Pembelaan Gus Dur terhadap kaum minoritas demikian total. Apa yang diperjuangkan Gus Dur adalah bagian dari cita-cita untuk membuat hukum di negeri ini memiliki muruah. Bahwa, hukum di negeri ini menempatkan kesetaraan bagi seluruh warga negaranya. Maka, segala bentuk tindakan diskrimitatif mesti dilibas, karena tidak sesuai dengan asas hukum."
Denny mengaku betapa ia mengagumi sosok Gus Dur. Lebih-lebih, ketika Gus Dur kerap menerima perlakuan yang menyakitkan. Mulai dari penghinaan hingga tindakan-tindakan yang merugikan karier politiknya. Salah satunya, saat Gus Dur diturunkan secara paksa dari kursi kepresidenan.
"Tapi, biar bagaimanapun, Gus Dur tidak pernah memiliki dendam kepada lawan-lawan politiknya. Inilah yang membuat Gus Dur demikian dicintai oleh banyak kalangan," sambung Denny.
Hal serupa juga dinyatakan oleh K.H. Ahmad Marzuqi, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Pekalongan, saat memberi tanggapan atas paparan para pembicara. Dalam kenangnya, Pekalongan memiliki catatan buruk tentang kisruh politik dan kisruh sosial. Kekisruhan itu bahkan mendapat sorotan dari media-media luar negeri, saat itu.
K.H. Ahmad Marzuqi mengaku, salah satu tokoh yang turut jadi sorotan dalam kisruh politik yang terjadi di Pekalongan adalah Gus Dur. Sebagian tokoh di Pekalongan saat itu menentang manuver politik Gus Dur. Akan tetapi, lambat laun tokoh-tokoh tersebut mulai menyadari, bahwa apa yang dilakukan Gus Dur bukan perihal yang keliru. Malah, membuka mata hati seluruh lapisan masyarakat tentang pentingnya menjaga kedaulatan rakyat dalam bernegara.
"Namun kini, keadaannya sudah berbeda. Situasi di Pekalongan cenderung lebih adem. Masyarakat menyadari bahwa hal itu akan merugikan mereka sendiri. Salah satu yang membuat kesadaran masyarakat membaik adalah peran dari Gus Dur. Pemikiran-pemikirannya memberi sumbangan besar bagi upaya-upaya perbaikan yang ada di Pekalongan. Seperti yang sekarang ini dijalankan oleh pemerintah dengan membentuk FKUB," tutur K.H. Marzuqi.
Pengakuan K.H. Ahmad Marzuqi secara tidak langsung mengungkapkan, bahwa langkah-langkah Gus Dur tidak jarang menuai polemik di kalangan elit. Alhasil, tindakan dan pernyataan Gus Dur kerap disalahpahami. Hal itu pula yang diuraikan oleh Prof. Dr. Muchlisin, akademisi UIN Gus Dur. Menurutnya, Gus Dur merupakan sosok yang pemikirannya melampaui zamannya. Pemikiran-pemikiran Gus Dur adalah pemikiran yang visioner dan genuine. Itulah sebabnya, Gus Dur menjadi sosok yang tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan. Sebaliknya, pemikiran Gus Dur justru merupakan ikhtiarnya dalam menyikapi keadaan.
Dalam kesempatan itu, Prof. Muchlisin juga mengungkapkan proses intelektual yang dijalani Gus Dur, hingga memiliki pemikiran yang genuine. "Gus Dur itu seorang pembaca buku sejak dari kecil. Dia melahap banyak bacaan. Artinya, Gus Dur semangat belajarnya sangat tinggi. Karya bukunya luar biasa banyak, dan dibaca banyak kalangan. Walaupun beliau tidak bergelar Profesor," kelakarnya.
Atas dasar itu, Prof. Muchlisin mengajak seluruh hadirin untuk meneladani proses intelektual Gus Dur. Terutama, dalam memperkaya dan penguasaan literasi. Menurutnya, pemberdayaan harus dimulai dari penguasaan literasi. Kemudian diikuti dengan upaya serius mengimplementasikan apa-apa yang telah didapat dari pengkayaan literasi itu.