Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Perjalanan "Monolog Hoegeng" (Bagian 02)

23 November 2023   02:27 Diperbarui: 28 November 2023   01:38 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampilan "Monolog Hoegeng" di hadapan Kapolri dan Panglima TNI dalam acara Peresmian Monumen Hoegeng/dok.pribadi

Ucapan Bayu seketika mengatupkan bibirku. Terkunci untuk sesaat. Untungnya ada musik latar dalam siaran itu. Jadi, suasana tak terasa bengong-bengong amat.

Bayu melanjutkan ucapannya, "Kita itu selalu punya titik jenuh, Kang. Entah karena kesibukan, pekerjaan, atau apapun yang bikin kita ngrasa bosan pada titik tertentu. Satu-satunya cara ya istirahat."

"Tetapi, bagaimana jika keadaan memaksa kita agar tidak punya waktu beristirahat walau sebentar?"

"Istirahat nggak harus selalu berhenti, Kang. Nggak harus tidak melakukan apa-apa. Tapi, istirahat itu melepaskan beban pikiran. Kita bisa saja sambil melakukan aktivitas lain yang bisa bikin kita relaks. Atau, jalan-jalan keliling kota. Mungkin juga dengan piknik ke suatu daerah yang jauh dari rumah."

Ah, seperti cenayang saja si Bayu. Tapi, okelah. Dia benar. Saya memang butuh waktu untuk benar-benar merasakan ketenangan saat itu. Sayang, laju waktu tak bisa saya bendung. Sementara, deadline mengejar.

Di saat kami tengah asyik mengobrol, Ozy mendadak muncul. Ia duduk di sebelah saya. Langsung tancap gas, bercuap-cuap ria di depan mikrofon. Tapi, dengan enteng ia mengaku, kalau dirinya baru saja ketiduran di studio rekaman. Ah, sepertinya tema obrolan malam itu benar-benar membuat semua orang merasa perlu menemukan kesendiriannya masing-masing. Tidak terkecuali, Ozy.

Usai menjalankan tugas ngoceh di radio, tak seperti biasa, saya buru-buru pulang. Meski semula sempat terbesit untuk mengerjakan naskah monolog itu di kantor. Tetapi, saya butuh tempat yang nyaman untuk menulis. Dan, pilihan saya jatuh pada rumah.

Ya, saya butuh ketenangan. Butuh sepi. Atau bahkan, butuh tempat untuk menyepi. Seperti saat dahulu, ketika saya dilarikan oleh teman-teman penggiat Maiyah Suluk Pesisiran ke Jogja. Saya ditinggal sendirian di penginapan, hanya agar saya benar-benar menulis. Dan benar, selama saya di penginapan, saya menulis beberapa artikel.

Tetapi, kali ini agaknya mustahil melakukan itu. Yang mungkin saya lakukan hanya menulis pada saat semua pekerjaan selesai. Ketika orang-orang rumah sudah membenamkan diri dalam mimpi. Sebenarnya, itu tak cukup. Suasana di lingkungan kampung tempat tinggal saya tak cukup benar-benar hening. Maklum, perkampungan tempat tinggal saya ada di pinggiran kota, padat pula.

Seperti malam selepas mengudara. Saya membenamkan diri ke dalam layar laptop. Tetapi, tak satu pun huruf muncul di sana. Sama sekali, saya tak mendapatkan gambaran tentang apa yang akan terjadi pada pementasan itu. Saya hanya bisa menatap layar kosong, hingga malam kembali pada pagi.

Blank!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun