Menurutnya, La Rose adalah sosok pengarang besar. Itu terlihat dari sikapnya yang sangat rendah hati. Ia tidak sungkan-sungkan untuk belajar kepada yang lebih muda. Ia tidak merasa jumawa dengan apa yang sudah dicapainya.
Penuturan Kang Maman dalam wawancara yang berlangsung selama 30 menit itu membuat saya bersemangat untuk terus melanjutkan program siaran Kojah Sastra yang dipancarkan melalui menara siar FM 91,2 Radio Kota Batik.Â
Setidaknya, turut menghidupkan kembali memori yang padam. Syukur, jika pada akhirnya para pendengar dapat menjadikan sosok-sosok itu sebagai ingatan kolektif yang dimiliki oleh masyarakat Kota Pekalongan.
Ya, melalui corong radio, saya berharap dunia kesusasteraan di daerah tidak beku. Terkotakkan oleh dinding-dinding pembatas ruang-ruang kelas, tanpa bisa melakukan terobosan, tanpa mampu melakukan lompatan untuk melampaui batas-batas itu.
Melalui gelombang radio pula, semoga kebekuan itu dapat mencair. Setidaknya, lewat celah-celah ventilasi yang tersisa, lantaran kini gedung-gedung yang dihuni para pakar di Pekalongan itu cenderung tanpa lubang udara.Â
Maklum, ruangannya sudah terpasang mesin pendingin udara yang menghembuskan freon yang sesungguhnya tak ramah lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H