Meski begitu, Kang Maman juga memberi garis bawah. Bahwa untuk dapat mewujudkan hal itu, para akademisi yang ada di perguruan tinggi mesti bersikap terbuka. Menerima fakta, bahwa sastra populer juga memiliki kedudukan yang sama penting dengan sastra kanon.Â
Kang Maman juga memberi saran, agar pengajaran sastra (khususnya di sekolah-sekolah) tidak alergi dengan sastra populer.
Di bagian lain, Kang Maman juga memberikan catatan, bahwa ketertarikan dan kesediaannya untuk diwawancara via telepon di acara Kojah Sastra tersebut juga disebabkan oleh rasa keterpanggilannya.Â
Bahwa, tema yang diangkat oleh Kojah Sastra yang menempatkan sosok-sosok pengarang daerah merupakan perihal yang tepat. Ia menilai, selama ini keberadaan pengarang daerah kerap terabaikan.Â
Hal itu akan sangat merugikan masyarakat di daerah, sebab daerah tersebut bisa saja terhapus dari peta sejarah sastra Indonesia. Selain itu, sosok-sosok pengarang ini bisa saja dijadikan sebagai contoh atau penyemangat bagi anak-anak muda untuk bisa meniru jejak mereka, berkiprah tidak sekadar di tingkat lokal, melainkan sampai tingkat nasional bahkan internasional.
Seperti yang dilakukan La Rose. Nama novelis ini begitu dikenal luas oleh masyarakat Malaysia dan Singapura. Karya-karyanya banyak yang dibaca oleh para penikmat sastra di dua negara jiran tersebut.
Untuk alasan itu pula, Kang Maman menyarankan agar pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan dunia kesusasteraan untuk ikut menampilkan sosok-sosok tersebut sebagai tokoh yang dihormati.Â
Di kampus Pekalongan, perlu pula membuat kajian yang intens mengenai tokoh-tokoh satra di daerah. Juga tidak menutup kemungkinan bagi upaya untuk membuat semacam hari khusus untuk memperingati tokoh-tokoh sastra di daerah.
Bila perlu, dari hasil kajian-kajian yang dilakukan secara intens itu, muncul pula rekomendasi yang diajukan kepada pemangku kebijakan agar mereka memberikan penghargaan kepada para tokoh sastra di daerah. Tujuannya, agar para tokoh sastra tersebut dapat dijadikan sebagai ingatan kolektif masyarakat.
Di Pekalongan sendiri tak hanya nama La Rose. Ada sejumlah nama sastrawan yang penting lainnya. Sebut saja, Syu'bah Asa, EH Kartanegara, Taufiq Ismail, Goenawan Mohamad, SNM Ratmana, Yunus Mukri Adi, dan lain sebagainya.
Di pengujung wawancara, Kang Maman sempat menyampaikan kesannya terhadap La Rose saat ia pernah menjumpainya.Â