Lantas, dengan suaranya yang agak parau, kiai muda itu berkata, "Ini tadi saya kelilipan kok. Nggak apa-apa. Yang namanya kelilipan itu juga rezeki. Supaya kita lebih banyak bersyukur, bahwa ternyata kita masih diberi mata yang sehat, sehingga bisa melihat dengan sebaik-baiknya, dan mengambil hikmah, mana yang baik untuk kita dan mana yang buruk."
Pak Lebe kembali duduk bersila. Para sesepuh desa pun kembali lega.
"Baiklah, Bapak-Ibu dan Saudara-saudaraku sekalian, masih kita lanjutkan pengajian ini ya?" tanya kiai muda itu kepada semua yang hadir. "Sebab, kalau nggak dilanjutkan, eman-eman. Seperti orang kalau sedang enak-enaknya makan nasi kebuli, eh tiba-tiba kok mules. Kan jadi nggak tuntas, nggak enak, dan bikin kita kehilangan nafsu makan, ya kan?"
Ucapan itu disambut tawa seluruh yang hadir. Meski mereka sesungguhnya tak mengerti apa yang sesungguhnya berkecamuk di dalam diri kiai muda itu. Bagi mereka, apa yang dituturkan kiai muda itu adalah hal yang baru saja mereka dengar. Sebelumnya, mereka tak pernah mendengar kisah itu.
Tentu, sesuatu yang baru didengar menjadi perihal menarik. Apalagi ketika disampaikan dengan gaya yang enteng-entengan.
Sejenak, kiai muda itu menghela napas. Lalu, melanjutkan kembali kisah itu.
"Dua malaikat gagal menjalankan misi. Lha kira-kira, siapa lagi yang bakal diutus Gusti Allah untuk menjalankan misi itu, Bapak-Ibu? Ada yang tahu?" tanya kiai muda itu.
Tak ada yang menjawab. Mungkin karena tak tahu. Mungkin juga karena tak mau mendahului kiai muda itu. Tetapi, yang paling mungkin adalah karena mereka sedang ingin menjadi pendengar yang baik.
"Yang ketiga ini, Bapak-Ibu dan Saudara sekalian, yang paling dahsyat! Lho kok bisa dibilang paling dahsyat? Karena malaikat yang ketiga ini adalah satu-satunya malaikat yang berhasil menjalankan misi itu. Lalu, siapa dia?" tanya kiai muda itu lagi kepada seluruh yang hadir.
Lepas dari kegagalan yang sama pada dua malaikat itu, Tuhan kemudian memanggil salah seorang malaikat lainnya. Dengan perintah yang sama, malaikat itu bergegas menuju ke Bumi. Dalam sekelebat, sampailah ia berhadapan dengan Bumi.
Kedatangannya yang tiba-tiba itu sempat membuat Bumi terkejut. Terlebih, Bumi merasa jawaban yang disampaikannya kepada Jibril, juga alasan yang ia kemukakan di hadapan Mikail, cukuplah menjadi dasar yang kuat untuk memohon belas kasih dari Tuhan. Tetapi, rupanya Tuhan berkehendak lain. Ia kirimkan lagi malaikat-Nya untuk perihal yang sama.