Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Atas Mimbar

21 April 2023   04:00 Diperbarui: 21 April 2023   04:33 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tampak beberapa orang mengangguk-anggukkan kepala. Sebagian lainnya membenamkan kepalanya, menunduk. Sedang, anak-anak kecil, ada yang melongo menatap penuh pada sosok kiai muda itu. Ada pula yang duduk di pangkuan sambil memainkan kancing baju ayahnya. Ada juga yang melingkarkan tubuhnya di atas pangkuan ibu mereka.

"Kira-kira, kalau manusia sebagaimana dikatakan Tuhan adalah makhluk yang paling dicintai-Nya, apakah Bumi merelakan sejumput tanahnya untuk dijadikan bahan penciptaan manusia?" tanya kiai muda itu lagi, kemudian ia sejenak menjeda pembicaraannya. Membiarkan angin malam yang membawa kabut dingin itu memasuki pintu-pintu masjid.

Beberapa orang mengangguk ragu. Beberapa yang lainnya memilih diam, menunggu kelanjutan kisah itu. Sementara sisanya, ada pula yang sekadar mendengarkan tuturan itu. Semua terdiam. Terbius oleh suasana hening yang tercipta.

Pelan-pelan, kiai muda itu melanjutkan kisah itu. Semua menyimak dengan takzim.

Kedatangan Jibril disambut dengan suka cita oleh Bumi. Wajah Bumi memancarkan rona kebahagiaan. Ia berharap, ada kabar gembira yang datang untuknya dari Jibril.

"Wahai malaikat terkasih, kabar baik apa yang kau bawa untukku, sehingga kau datang begitu tiba-tiba sampai aku tak sempat menyambutmu dengan perjamuan yang megah untuk tamu agungku ini?" tanya Bumi pada Jibril.

"Kau benar wahai Bumi, makhluk Tuhan yang paling sabar, kedatanganku tak lain untuk menyampaikan sebuah pesan dari Tuhan untukmu. Sebuah kabar yang sudah pasti akan membuatmu bahagia," jawab Jibril.

"Apa itu? Katakanlah! Aku sudah tak sabar mendengar kabar itu, Jibril," desak Bumi.

"Tuhan telah memilihmu sebagai makhluk yang paling bahagia, wahai Bumi. Sebab, Ia menghendaki sejumput tanahmu untuk dijadikan sebagai bahan penciptaan makhluk yang paling Tuhan cintai. Makhluk itu adalah manusia. Maka berbahagialah engkau mestinya mendengar kabar ini, wahai Bumi," jelas Jibril.

Seketika, wajah Bumi memancarkan kegembiraan. Ia merasa menjadi makhluk paling bahagia kala itu. Dan selumrahnya, rasa bahagia dan kegembiraan itu bergayut sambut dengan besarnya rasa ingin tahu. Bumi pun lantas bertanya, "Wahai Jibril, boleh aku tahu seperti apa rupa manusia itu? Dan, bagaimana ia?"

Dengan terang-terang, Jibril lantas menjawab, "Sebagai makhluk yang paling dicintai, manusia dihadapkan pada dua kenyataan. Apabila mereka dengan segenap hati menerima cinta Tuhannya, kelak surgalah bagi mereka. Akan tetapi, jika mereka memalingkan diri dari cinta Tuhan yang menciptakan mereka, maka Tuhan telah mempersiapkan dan memerintahkan neraka untuk memberi mereka pelajaran tentang apa arti cinta-Nya kepada hamba-hamba-Nya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun