Tulisan ini tak bermaksud mengunggulkan nama Ibu saya. Terlebih ibuku bukanlah siapa-siapa. Beliau hanya seorang ibu biasa, seperti ibu-ibu lain di kampung. Kehidupannya dijalani biasa-biasa saja, tak ada keistimewaan.Â
Tetapi, sekali ini izinkanlah bagi saya untuk menuturkan apa yang telah dilalui ibu saya. Sebab, bagaimanapun beliau adalah inspirasi bagi saya. Sangat inspiratif.
Kisah ini dimulai dari tiga puluh tiga tahun silam. Ketika aku masih berumur tiga tahun. Waktu itu, yang aku ingat, aku tengah bermain dengan kawan sebaya. Kejar-kejaran sampai lelah.Â
Dan pada titik lelah itu, malam itu kami berhenti sejenak dari permainan melepas lelah.Â
Di sebuah balok-balok kayu yang disusun menjadi rangka sebuah gerobak (songkro) kami duduk-duduk.Â
Kala itu, aku dengar dari ibu kalau gerobak ukuran kecil itu akan digunakan sebagai tempat berjualan ibu. Ya, kecil ukurannya. Lebar satu meter, panjangnya 180 sentimeter dan tingginya 175 sentimeter.
Beberapa hari kemudian, gerobak itu jadi. Rangka balok kayu itu dibalut dengan seng. Kemudian dicat dengan warna hijau muda yang terang.Â
Kini gerobak itu tampak menyolok di depan rumah berpagar anyaman bambu, di bawah pohon singkong yang bertahun-tahun tak pernah ditebang.Â
Waktu itu halaman rumah masih cukup luas. Lebar jalan tak seperti sekarang ini. Masih cukup banyak area tersedia untuk arena bermain.
Mulailah saat itu ibu memasuki dunia barunya. Ibu menata meja kecil. Diletakkan di dalam gerobak itu. Di sampingnya sebuah bangku kayu kecil, sampai sekarang bangku itu masih utuh.Â