“Kok kamu nggak seperti teman-temanmu saat kuliah dulu?” tanya Iman.
“Maksud abang?” balas Andini.
“Teman-teman perempuanmu kan banyak yang mendekatiku. Sering iseng memanggil-manggil. Tapi kamu nggak. Kamu cuek dan nggak peduli. Nggak ikut-ikutan seperti mereka.” Iman tertawa.
Andini tak menampik jika Iman memang cukup populer di kalangan adik angkatannya. Wajahnya yang cukup lumayan dan tubuh Iman yang tinggi besar adalah daya tarik tersendiri bagi para perempuan muda, awal perkuliahan. Kakak angkatan yang menjadi idola bagi adik angkatan.
Banyak teman-temannya yang berusaha dekat dengan Iman. Banyak yang menyatakan suka pada Iman. Namun Andini tidak ambil pusing. Tidak peduli dengan keriuhan teman-temannya
Saat ini, dari semua teman-temannya yang dulu mengaku suka pada Iman, justru Andinilah yang berada dalam posisi paling dekat karena bekerja di satu kantor. Tidak jarang, satu atau dua teman kuliahnya dulu menitip salam untuk Iman.
Andini tersenyum. Hari demi hari belajar mengaji pada Iman, semakin lama terasa menyenangkan. Entah mengapa, secara perlahan mulai muncul perasaan tak menentu. Andini mulai merasa Iman semakin berwajah menarik. Terlebih saat mengajarnya mengaji. Andini mulai merasa tak terusik saat Iman mengingatkannya untuk selalu menjalankan ibadah shalat lima waktu.
“Hei, aku bawakan kamu dodol betawi.” Iman mengusik lamunan Andini.
“Bang Iman, asli banget Betawi?”
“Iya, seribu persen. Kenapa?”
“Nggak apa-apa. Kata orang, Betawi itu...”