****
MALAM ini, aku kembali mengingatmu saat dalam acara keluarga,di depan seluruh anggota keluarga, ayah tiba-tiba menanyakan kapan aku hendak menikah. Ibu sudah tiada dan ayah ingin melihatku segera menikah. Usiaku sudah sangat pantas untuk menikah Sudah berada di pertengahan usia kepala tiga.
”Apalagi yang kamu tunggu, Raka? Kamu sudah bekerja. Umurmu sudah cukup. Kamu satu-satunya anak lelaki ayah,” ucap ayah.
Muslihat dan upaya ayah dan keluargaku mencarikan perempuan untukku sangat kuingat. Saat pulang kampung, ayah dan kakakku tiba-tiba saja memperkenalkan aku dengan seorang perempuan sebagai calon istriku. Sebagai lelaki, aku sangat marah dan pergi meninggalkan mereka saat itu juga.
Kamu hanya terdiam mendengar ceritaku ini. Kamu tahu aku cuma untukmu, Rani
****
SEPULUH tahun sudah berlalu. Kedekatan kita bertambah meski masih begitu-begitu saja. Aku senang kamu selalu rela mendengarkan cerita-ceritaku, Raka. Aku juga tahu kamu selalu bersedia membantu saat dibutuhkan, kapan pun itu. Handphonemu selalu aktif bahkan dini hari sekalipun.
Sebagai perempuan yang usianya semakin bertambah, aku pun kerap ditanya oleh keluargaku, Kapan kamu menikah, Rani? Aku hanya lebih muda tiga tahun darimu. Sudah sepantasnya.
Namun dekapan sesaatmu pada malam itu selalu membuai ingatanku. Kenapa aku tidak mampu menolak ? Aku masih merasakan kehangatan sekejap itu. Dalam hati, sesungguhnya malah ingin memelukmu erat lebih lama meski akhirnya hanya mampu terpaku dan terdiam.