Dalam Worldwide Governance Indicators 2023, ada enam indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas tata kelola pemerintahan suatu negara : voice and accountability, political stability and absence of violence/terrorism, government effectiveness, regulatory quality, rule of law and control of corruption.
Semakin tinggi ranking artinya semakin baik kualitasnya. Untuk kategori voice and accountability, Indonesia mendapat ranking 53. Sebagai negara demokrasi, kebebasan sipil di Indonesia masih belum sepenuhnya terwujud.
Pembubaran diskusi, peretasan media sosial, kriminalisasi aktivis dan yang terbaru yaitu pembekuan BEM Unair adalah bukti bahwa kebebasan sipil di tanah air masih menjadi catatan merah.
Tragedi di stadion Kanjuruhan dan kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran ataupun jurnalis kerap kali terjadi. Adalah hal yang wajar bila Indonesia di posisi 29 untuk kategori political stability and absence of violence/terrorism.
Ketidakmampuan dan lemahnya tranparansi pemerintah dalam menangani kebocoran data pribadi yang sering terjadi, menunjukkan bahwa institusi pemerintahan belum berjalan efektif.
Proyek food estate yang bukan hanya gagal, tapi juga mempercepat kerusakan lingkungan hidup adalah contoh betapa buruknya kebijakan (policy) yang dihasilkan oleh institusi. Tidak mengherankan dalam hal government effectiveness, Indonesia hanya bisa menempati posisi 66.
Pemberian bansos saat Pemilu yang lalu adalah contoh buruk kebijakan publik tidak digunakan untuk kepentingan rakyat, tapi semata- mata untuk kepentingan elektoral elit politik.
Peraturan atau regulasi yang dikeluarkan oleh institusi di republik ini juga sering bermasalah. Undang- undang yang dibuat institusi politik seperti UU ITE, Cipta Kerja, UU Minerba dan UU IKN adalah contohnya. Tidak hanya minim partisipasi publik, tapi juga merugikan masyarakat dan lingkungan.
Peraturan di bidang pendidikan, seperti sistem zonasi dan UKT justru membuat aksesibilitas pendidikan semakin sempit dan disparitas pendidikan akan semakin besar. Itu sebabnya kualitas regulasi Indonesia, mengacu data Worldwide Governance Indicators 2023, berada di posisi 59.
Hukum yang hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas adalah sesuatu yang biasa atau lumrah terjadi di Indonesia. Agaknya, Indonesia bukan lagi negara hukum. Ini ditandai oleh perilaku kotor elit politik yang mengubah undang- undang Pemilu dan menggunakan hukum untuk kepentingan politik.
Supremasi hukum sudah menjadi keset. Hukum tidak lagi dihormati di republik yang mengaku sebagai negara hukum. Buruknya penegakan hukum, secara tidak langsung, berpotensi meningkatkan kasus korupsi; tidak menimbulkan efek jera. Bila hukum bisa diperjualbelikan, mereka yang punya kuasa dan banyak uang akan bebas melakukan tindakan tercela, seperti korupsi.