Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi mesti merata dan inklusif. Tidak hanya untuk kelas atas. Tapi bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Selain aspek ekonomi, hal lain yang menjadi indikasi suatu negara dikategorikan maju dan sejahtera adalah kualitas sumber daya manusianya.
Sudah bukan rahasia lagi bila kualitas sumber daya manusia juga menjadi faktor penting dan bisa menentukan kemajuan dan kemakmuran suatu negara. Salah satu indikator yang bisa menunjukkan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan.
Agaknya kondisi pendidikan di Indonesia tidak berbeda jauh dengan kondisi ekonominya. Sejak dicanangkan wajib belajar 12 tahun pada tahun 2015, BPS mencatat, tingkat penyelesaian pendidikan menengah atas di Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 66,79%. Ada peningkatan yang signifikan bila dibanding tahun 2015 yang hanya sebesar 52,04%.
Sayangnya, pencapaian angka statistik ditingkat penyelesaian pendidikan menengah atas belum diikuti dengan pencapaian dalam hal kualitas pendidikan. Bila mengacu skor PISA dari 2015 hingga 2022, Indonesia justru mengalami penurunan dalam bidang matematika, membaca dan sains.
Skor matematika, membaca dan sains tahun 2015 secara berurutan adalah 386, 397, 403. Sedangkan, untuk tahun 2022 adalah 366, 359, 383 (OECD, 2022).
Laporan dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tersebut sebenarnya tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh The SMERU Research Institute beberapa tahun yang lalu.
Angka partisipasi murni (APM) sekolah mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2014. Namun, tingkat pembelajaran antara angkatan tahun 2000 hingga 2014 menurun.
Banyak yang bersekolah dan (mungkin) naik kelas, tapi kualitas pembelajaran tidak naik "kelas" alias stagnan. Dengan kata lain, proses belajar di kelas tidak berjalan sebagaimana mestinya (The SMERU Research Institute, 2018).
World Intellectual Property Organization (WIPO) dalam Global Innovation Index 2024, juga secara jelas menunjukkan bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia.
Untuk kategori Human Capital and Research, Indonesia dengan skor 25,2 hanya bisa menduduki peringkat 90 dari 133 negara. Skor dan peringkat untuk kategori tersebut adalah yang terendah bila dibandingkan dengan enam kategori lainnya (WIPO, 2024).