Selain kehilangan ilmuwan hebat, negara juga tidak akan mendapat manfaat dari penelitiannya. Pesawat angkasa Apollo 11 tidak akan mungkin mendarat di bulan pada tahun 1969, jika Katherine Johnson tidak dibebaskan dari segregasi. Tanpa kreativitas matematikawan itu Amerika Serikat tidak akan tercatat sebagai negara pertama yang mampu mendaratkan manusia di bulan.
Tanpa mengormati kebebasan sipil, pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK tidak bermakna sama sekali. Pun, cita- cita menjadi negara maju dan makmur juga akan terhambat. Ya, menurut ekonom India, Amartya Sen, kebebasan dapat menstimulus kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
Setiap individu sudah sepatutnya bersikap toleran terhadap orang lain, menghormati keberagaman dan kebebasan sipil. Agar kita mampu bersikap toleran, salah satu cara yang bisa kita lakukan ialah mengaktifkan empati. Empati menolong kita untuk menerima orang lain.
Dengan berempati, kita ikut merasakan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain, tanpa mempermasalahkan perbedaan yang ada. Artinya, empati memudahkan kita bersikap toleran. Itu sebabnya, nilai dan sikap empati maupun toleransi mesti ditanamkan lewat pendidikan dan keteladanan.
Selain itu, yang tak kalah penting adalah negara juga harus komitmen menjamin kebebasan setiap orang agar tidak dirampas oleh pihak manapun.
Merawat harapan
Pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK adalah salah satu pilar dari visi Indonesia 2045. Pilar ini sangat penting dan harus menjadi prioritas utama bila ingin menjadi negara maju dan makmur. Bonus demografi harus menjadi momentum terwujudnya manusia Indonesia yang unggul dan berbudaya serta menguasai sains dan teknologi.
Menguasai sains dan teknologi adalah kebutuhan. Ekonomi dunia sedang bergerak ke arah yang berbeda. Cepat atau lambat, kemajuan dan kemakmuran negara tidak lagi bergantung pada sumber daya alam. Ekonomi yang berbasis pengetahuan dan teknologi akan menjadi tumpuan.
Dunia sedang mengalami disrupsi. Sains dan teknologi mengubah tatanan dunia. Sehingga, pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK di Indonesia harus beradaptasi dengan kondisi dan kebutuhan zaman.
Saat ini dunia sedang bergerak menuju era baru; era kecerdasan buatan. Di era kecerdasan buatan, manusia yang unggul dan berbudaya artinya memiliki kreativitas dan empati. Manusia Indonesia yang kreatif dan berempati serta menguasai sains dan teknologi akan mampu menghadapi tantangan di era kecerdasan buatan.
Membangun manusia Indonesia yang kreatif dan empati serta menguasai sains dan teknologi perlu dilakukan dengan segala usaha, dukungan dan mungkin keajaiban. Butuh waktu dan proses yang tidak instan, karena tantangan yang dihadapi tidak mudah.