Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Universe

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kecerdasan Buatan Memaksa Manusia Mendisrupsi Dirinya Sendiri

28 Desember 2021   06:30 Diperbarui: 28 Desember 2021   17:33 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini penelitian yang dilakukan Helen Demetriou dan Bill Nicholl (2021) kepada sekelompok pelajar di London menguatkan argumen bahwa empati adalah faktor yang penting dalam meningkatkan kreativitas seseorang.

Selain mendorong kreativitas, imajinasi juga berdampak positif pada empati. Imajinasi menolong kita membayangkan (mengimajinasikan) sudut pandang atau pikiran dan perasaan orang lain. Proses tersebut memudahkan kita untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain.

Imajinasi, empati, dan kreativitas memiliki kaitan yang saling berhubungan. Ketiganya menghubungkan kita dengan sesama, bukan memisahkan. Sehingga, setiap keputusan yang kompleks, khususnya yang berdampak kepada manusia, membutuhkan kreativitas dan empati.

Arah dan Kualitas Pendidikan

Kecerdasan buatan akan memberikan warna tersendiri dalam peradaban manusia. Bukan tidak mungkin kecerdasan buatan akan membuat segala sesuatunya menjadi otomatis dan otonom. Meskipun terus berevolusi sampai saat ini kecerdasan buatan belum bisa meniru manusia secara paripurna.

Kreativitas dan empati adalah dua hal yang belum mampu ditiru oleh kecerdasan buatan. Cepat atau lambat mindset, metode dan tujuan "lama", misalnya dalam bekerja, -- sebatas rutinitas, mencari uang, mengandalkan fisik, kurang peduli dengan sesama --, akan kehilangan tempat.

Di masa depan, kreativitas dan empati bisa menentukkan tingkat produktivitas seseorang, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Kita dituntut untuk terus melatih kreativitas dan mengaktifkan empati.

Harus diakui pendidikan memiliki peranan yang penting dan krusial untuk membentuk manusia yang kreatif sekaligus berempati. Menurut Toomas Hendrik Ilves, ekses atau penyimpangan yang ditimbulkan dari teknologi terjadi karena adanya jurang antara sains-teknologi dengan humaniora dalam dunia pendidikan. Harus ada jembatan diantara keduanya.

Menurut Iwan Pranoto, selain memperbaiki kualitas literasi, dunia pendidikan yang berfokus pada kolaborasi disiplin ilmu antara sains-teknologi dengan humaniora adalah kebutuhan. Semestinya, salah satu output pendidikan adalah terbentuknya manusia yang tidak hanya imajinatif dan cakap menggunakan sains dan teknologi untuk menciptakan sesuatu yang kreatif tapi juga humanis.

Misalnya, calon sastrawan mesti melek kecerdasan buatan, agar kelak kecerdasan buatan menjadi tool yang mengamplifikasi kreativitasnya dalam menghasilkan karya sastra yang estetis. Sebaliknya, calon ilmuwan komputer mesti melek filsafat, supaya ketika membuat algoritma pada kecerdasan buatan, ia mampu bersikap etis.

Singkatnya, kreativitas dan empati mesti berkelindan supaya kemajuan yang diciptakan dari kreativitas tidak melawati batas kemanusiaan. Seperti kata sastrawan besar Rusia, Leo Tolstoy : the sole meaning of life is to serve humanity.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun