Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Chemical Engineer

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Manusia yang Bermedia Sosial, Antara Eksistensi atau Esensi?

10 Oktober 2020   06:37 Diperbarui: 11 Oktober 2020   03:03 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi manusia dan media sosial | Sumber: Getty Images/iStockphoto via Kompas.com

Di media sosial tidak ada yang lebih buruk selain jari netizen yang liar. 

Jari tangan kita bisa menjadi air yang menyejukkan dan bisa menjadi api yang membakar. Dengan media sosial, orang yang sedang mengalami kesulitan bisa ditolong. Sebaliknya, perilaku buruk seperti menghujat, menyebar berita bohong, pornografi, bahkan membunuh bisa juga terjadi melalui media sosial.

Ilustasi Rasis dan Ujaran Kebencian di Media Sosial, Sumber : diverseeducation.com
Ilustasi Rasis dan Ujaran Kebencian di Media Sosial, Sumber : diverseeducation.com
Menjadi hakim moral bagi orang lain sudah menjadi penyakit sosial bagi manusia di masa sekarang. Media sosial membuat kita merasa lebih suci seakan-akan tidak memiliki aib. 

Terkadang kita memamerkan kerohanian dan ritus keagamaan lewat media sosial. Tetapi di lain waktu kita memaki orang lain di media sosial. Ada yang mengobral ayat Kitab Suci dan menampilkan simbol agama di media sosial, tetapi disisi lain kita rasis terhadap negara Vanuatu. 

Kita menunjukkan aksi bantuan sosial yang kita lakukan melalui media sosial. tetapi disisi lain kita menyebar kebencian. Tidak hanya itu, ada juga diantara kita yang berdoa kepada Tuhan lewat media sosial. Padahal dalam kesehariannya, mungkin tidak pernah berdoa kepada Tuhan secara pribadi. Semuanya menjadi paradoks ketika manusia bermedia sosial,

Media sosial telah membuat manusia semakin kreatif menunjukkan kemunafikannya. Kemunafikan paling halus tanpa kita sadari adalah sikap narsis di media sosial. 

Obsesi diri agar terlihat baik dan penting telah membuat sebagian warganet hanya menampilkan potongan dirinya yang baik. Malah, tidak sedikit yang menggunakan topeng ketika "hidup" media sosial.

Sisi terang dalam dirinya ditampilkan ke media sosial dalam bentuk kenarsisan diri. Perilaku tersebut sah-sah saja. Tetapi yang menjadi persoalan apabila kita melakukannya karena ego dan bersifat manipulatif. 

Sikap narsis agar selalu terlihat menarik bagi orang lain telah menjadi topeng yang selalu kita pakai di media sosial. Itulah sebabnya kasus penipuan marak terjadi melalui media sosial. Dan relasi yang dibangun di media sosial umumnya dangkal dan egois.

Disisi lain, ada juga yang biasa-biasa saja memperlihatkan sisi gelapnya. Aib atau kasus yang dialaminya, dituangkan dalam kicauan di media sosial. Alasan orang melakukannya sangat beragam. 

Ada yang melakukannya demi sensasi dan popularitas. Ada juga yang percaya media sosial bisa membantu menyelesaikan masalahnya. Harus kita akui, media sosial punya kekuatan untuk mewujudkan hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun