Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Chemical Engineer

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Manusia yang Bermedia Sosial, Antara Eksistensi atau Esensi?

10 Oktober 2020   06:37 Diperbarui: 11 Oktober 2020   03:03 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi manusia dan media sosial | Sumber: Getty Images/iStockphoto via Kompas.com

Media sosial telah menjadi instrumen yang tak terpisahkan untuk melanjutkan keberadaan manusia. Bila tidak memiliki akun media sosial, kita dianggap kuno atau katrok.

Media sosial adalah simbol kemajuan manusia dalam berinteraksi. Eksistensi manusia di dunia maya sudah dianggap sama pentingnya dengan kehidupan nyata. 

Hampir setiap saat kita masuk ke dalam dunia media sosial. Kita dituntun untuk sekadar melihat perkembangan timeline, status orang lain, ataupun sekadar kepo untuk melihat apa yang sedang viral. Rasanya tak lengkap bila satu hari saja tidak mampir di dunia media sosial.

Perilaku Bermedia Sosial

Sayangnya, kegunaan media sosial sama besarnya dengan ekses yang dihasilkan. Ini terjadi karena manusia kerap menyalahgunakan media sosial. Perilaku ini mengingatkan kita pada kantong plastik. 

Kantong plastik yang ditemukan oleh ilmuwan Sten Gustaf Thulin, dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan manusia pada kantong kertas yang proses produksinya telah merusak alam. 

Namun, dalam perkembangannya, manusia tidak mampu menggunakan kantong plastik dengan bijak. Konsekuensi yang harus kita terima sekarang adalah sampah plastik semakin tahun semakin memenuhi bumi.

Ini semakin membuktikan bahwa tidak semua manusia di planet biru ini mampu beradaptasi dengan baik dengan perkembangan zaman. Inilah paradoks kita sebagai manusia. 

Ilustrasi Bermedia Sosial. Sumber: freedomandsafety.com
Ilustrasi Bermedia Sosial. Sumber: freedomandsafety.com
Media sosial yang semula dibuat untuk mendekatkan yang jauh justru bisa menjauhkan yang dekat. Kita bisa lihat di kafe ataupun pertemuan keluarga, apakah semua yang berkumpul saling mendengar dan memperhatikan atau malah sibuk dengan gadgetnya? 

Misalnya lagi, dalam sebuah seminar atau diskusi, berapa orang yang benar-benar memperhatikan orang yang sedang berbicara tanpa sibuk dengan melihat akun media sosialnya?.

Bila perilaku tersebut sudah menjadi budaya kita, pertanyaannya adalah apakah dunia media sosial memang lebih menarik dibandingkan dunia nyata, sehingga kita mengabaikan orang disamping kita karena sibuk dengan WhatsApp-an atau melihat foto- foto di Instagram? Apakah media sosial membuat kita semakin bahagia?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun