Tiga negara itu cukup berhasil menangani pandemi tanpa lockdown. Kuncinya ada pada tiga faktor yang disebutkan oleh Francis Fukuyama, apapun kebijakan negara dalam menangani pagebluk. Namun sayangnya, di Indonesia hal itu ibarat jauh panggang dari api.
Para pemimpin yang mengutamakan kemanusiaan akan mampu mengendalikan libido kekuasaannya. Itulah negarawan. Orang yang seperti itu tidak mau tersandera oleh kepentingan pendukungnya. Ia tidak akan mengutamakan stabilitas politik.Â
Lain hal kalau pemimpin itu sebatas politisi. Sastrawan Agus Noor, dalam Lelucon Para Koruptor pernah menulis demikian;Â
Bila pemimpin itu politikus, ia akan menyelesaikan masalah dengan cara membuat masalah baru, agar masalah lama tertutupi.
Para pemimpin adalah negarawan kalau ia memberi keteladanan dan tidak menyalahkan rakyat atas kegagalannya. Ia pasti paham bahwa disiplin 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak) harus diimbangi dengan disiplin untuk melakukan 3T (testing, tracing, treatment). Jika penanganan pagebluk Covid-19 masih terus ngawur dan tak jelas, jangan harap ekonomi akan pulih dengan cepat.Â
Ekonom M. Chatib Basri dalam tulisannya di Harian Kompas pada 25 September 2020 mengatakan bahwa pemulihan ekonomi mungkin akan berbentuk huruf U bukan V bila pandemi belum terkendali dengan baik.
Seorang negarawan akan mempertaruhkan reputasi politiknya dengan melakukan apapun agar pagebluk terkendali dengan baik sehingga rakyat bisa aman, sehat dan ekonomi bisa kembali membaik. Itulah politik untuk kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H