Tantangan Komunikasi antara Gaya Kepemimpinan dan Gaya Kerja
Dalam dunia kerja, komunikasi yang efektif menjadi kunci utama untuk menciptakan harmoni dan produktivitas dalam tim. Salah satu tantangan yang sering muncul adalah perbedaan ekspektasi antara atasan dan bawahan.
Situasi ini tampak jelas ketika bawahan berusaha menunjukkan inisiatif, tetapi atasan lebih menghendaki arahan yang eksplisit. Fenomena ini, meski terkesan sederhana, mencerminkan dinamika yang kompleks antara gaya kepemimpinan dan gaya kerja individu.
Pagi itu, ruang kelas terasa lebih hangat dari biasanya. Aku dan murid-murid sibuk berdiskusi, penuh semangat menyusun rencana perpisahan yang istimewa. Mereka mengusulkan berbagai ide: panggung kecil dengan dekorasi sederhana, tarian tradisional, hingga video kenangan yang akan mereka buat sendiri. Hatiku berbunga-bunga melihat antusiasme mereka, apalagi acara ini adalah hasil dari inisiatif kami bersama.Â
Dengan penuh keyakinan, aku menghadap kepala sekolah untuk mempresentasikan rencana kami. Namun, harapanku runtuh seketika saat ia berkata, "Terima kasih atas idenya, tapi saya sudah menyerahkan acara ini kepada panitia lain."
Hari-hari berikutnya terasa hambar. Murid-muridku kecewa, tapi mereka mencoba menyembunyikannya dengan senyuman kecil. Aku, di sisi lain, hanya bisa berusaha menghibur mereka meski rasa kesal masih mengganjal.
Pada hari perpisahan, acara berjalan rapi namun tanpa jiwa. Murid-muridku duduk diam, menyaksikan dari barisan belakang sambil berbisik-bisik tentang impian kecil mereka yang gagal terwujud. Dalam hati, aku tahu, perpisahan sejati bukan soal panggung megah atau dekorasi mewah, tapi tentang kebersamaan yang tak sempat kami rayakan.
Begitulah ketika aku dan muridku selaku bawahan berinisiatif tapi kepala selaku atasan lebih memilih arahan.
Inisiatif sebagai Bentuk Proaktif
Bagi karyawan, inisiatif sering kali dianggap sebagai indikator profesionalisme dan kemampuan berpikir kritis. Dengan menunjukkan inisiatif, seorang karyawan tidak hanya menjalankan tugas yang diberikan, tetapi juga berupaya memberikan solusi, inovasi, dan nilai tambah bagi organisasi. Inisiatif juga mencerminkan kemandirian dan rasa tanggung jawab, yang merupakan elemen penting dalam membangun karier.
Namun, inisiatif tanpa pemahaman mendalam terhadap ekspektasi atasan dapat menjadi pedang bermata dua. Ketika atasan lebih mengutamakan kepatuhan terhadap arahan, inisiatif yang tidak sejalan dengan visi mereka justru dapat dianggap sebagai bentuk ketidakpatuhan atau bahkan pengabaian terhadap otoritas. Serba salah bukan?
Gaya Kepemimpinan Berbasis Arahan
Di sisi lain, beberapa atasan lebih menyukai pendekatan berbasis arahan yang terstruktur. Dalam pandangan mereka, keberhasilan tim bergantung pada kemampuan bawahan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan instruksi yang jelas. Pendekatan ini sering kali digunakan oleh pemimpin yang berorientasi pada kontrol, terutama dalam situasi kerja yang memerlukan presisi tinggi atau di mana risiko kesalahan sangat besar.
Gaya kepemimpinan berbasis arahan juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti budaya organisasi, pengalaman pribadi, atau bahkan kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan bawahan. Akibatnya, bawahan yang terlalu berinisiatif bisa dianggap "keluar jalur" atau tidak memahami prioritas yang telah ditetapkan. Seperti cerita berikut.
Langit pagi itu cerah, sama seperti semangatku dan murid-muridku yang telah sepekan sibuk menyiapkan acara. Kami membuat dekorasi sederhana, melatih penampilan musik, dan menata ruang aula sebaik mungkin.
Ketika kabar bahwa gubernur akan hadir, rasa bangga menyelimuti kami. Namun, kebanggaan itu runtuh saat atasan memutuskan menyerahkan seluruh persiapan kepada sebuah Wedding Organizer (WO).Â
"Biar lebih profesional," katanya, tanpa memandang hasil kerja keras kami. Dekorasi yang telah kami buat diganti, bahkan murid-muridku tak lagi diberi peran.
Hari acara tiba, aula tampak megah dengan lampu-lampu mewah dan bunga mahal. Semua berlangsung lancar, tapi terasa asing. Aku memandang murid-muridku yang duduk di sudut, wajah mereka penuh kekecewaan.Â
Aku tahu, mereka tak menginginkan acara megah ini---mereka hanya ingin menunjukkan usaha dan karya mereka sendiri. Bukan orang lain. Dalam hati, aku bertanya-tanya: kapan kita akan belajar menghargai semangat dan kreativitas anak-anak, lebih dari sekadar tampilan luar yang sempurna?
Jalan Tengah: Sinkronisasi Ekspektasi
Perbedaan ekspektasi antara atasan dan bawahan seperti cerita dan uraian di atas menunjukkan pentingnya sinkronisasi gaya kerja antara keduanya. Komunikasi menjadi elemen kunci dalam menyelaraskan visi dan pendekatan.
Bagi bawahan yang memiliki kecenderungan proaktif, penting untuk memahami preferensi atasan dan mencari momen yang tepat untuk berdiskusi mengenai ruang lingkup inisiatif yang diizinkan. Di sisi lain, atasan juga perlu membuka ruang dialog untuk memahami potensi dan gagasan kreatif yang dimiliki bawahannya.
Keseimbangan antara arahan dan inisiatif tidak hanya akan meningkatkan produktivitas, tetapi juga menciptakan hubungan kerja yang lebih sehat. Ketika keduanya saling memahami ekspektasi dan menghargai kontribusi satu sama lain, sinergi yang dihasilkan dapat membawa manfaat besar bagi organisasi.
Bagaimana Sikap Bawahan ketika Inisiatifnya Disepelekan
Ketika inisiatif kita sebagai seorang bawahan disepelekan, sikap yang bijak adalah tetap bersikap profesional, introspektif, dan berkomunikasi dengan baik. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
Pertama, Tetap Tenang dan Profesional
Hindari menunjukkan emosi negatif seperti marah atau kecewa secara berlebihan di depan atasan. Tetaplah menjalankan tugas dengan baik agar kredibilitas tidak terganggu. Tetap lakukan tugas sesuai job.
Kedua, Evaluasi Diri
Cobalah merenungkan apakah inisiatif yang diajukan benar-benar relevan, sesuai kebutuhan, atau telah dikomunikasikan dengan cara yang tepat. Kadang-kadang, penolakan terjadi karena kesalahpahaman atau kurangnya penyampaian yang efektif sehingga atasan kurang menyadari.
Ketiga, Diskusi dengan Atasan
Buka komunikasi dengan atasan secara santai dan profesional. Tanyakan alasan mengapa inisiatif tersebut tidak diterima dan mintalah masukan untuk meningkatkan kontribusi di masa depan.
Keempat, Cari Momen yang Tepat
Jika inisiatif Anda belum diterima sekarang, bukan berarti tidak ada peluang lain di masa depan. Pilih waktu dan kesempatan lain yang lebih tepat untuk mengajukan ide serupa atau memperbaiki rencana sebelumnya.
Kelima, Tetap Proaktif
Jangan patah semangat. Tunjukkan bahwa kita tetap peduli pada pekerjaan dan siap memberikan yang terbaik. Inisiatif yang baik biasanya akan dihargai jika dilakukan dengan konsisten dan terarah.
Sikap dewasa dan fokus pada solusi adalah kunci agar kita tetap dihargai meskipun ide awal sempat disepelekan.
Dalam Islam, menjaga hati dari dendam adalah bagian dari akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah ï·º. Berikut cara-cara agar tidak dendam pada atasan yang suka memberi arahan, sesuai nilai-nilai Islam:
Pertama, Ikhlas dan Ridha
Selaku bawahan sadari bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari takdir Allah. Ketika atasan menolak inisiatif kita berarti inilah yang terbaik buat kita saat itu. Saat ikhlas dan Ridha, hatipun akan lapang dan indah seluas samudera. Hati seluas samudera membuat kita berpikiran positif pula.
Sebagaimana Allah berfirman:
"... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216).
Ikhlas dalam menerima keputusan atasan adalah wujud kepasrahan kita kepada Allah.
Kedua, Berprasangka Baik (Husnuzan)
Dalam Islam, kita dianjurkan untuk berprasangka baik kepada Allah SWT dan kepada sesama, termasuk kepada atasan. Bisa jadi mereka memiliki alasan tertentu yang tidak kita pahami.
Rasulullah ï·º bersabda: "Jauhilah prasangka, karena prasangka adalah sedusta-dusta ucapan." (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketiga, Sabar dan Mengontrol Emosi
Kesabaran adalah salah satu sifat yang sangat dianjurkan dalam Islam. Jika merasa kesal atau kecewa, tahan emosi dan shalat dan  berdoalah kepada Allah agar diberi kelapangan hati. Bisa shalat tahyatul masjid dan shalat dhuha. Bila malam hari Tahajjud dan witir.
Firman Allah: "Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan." (QS. Hud: 115).
Keempat, Memaafkan
Islam sangat menganjurkan untuk memaafkan, meskipun hati terasa sakit, menyelipkan maaf adalah obat rasa sakit terbaik. Memaafkan akan membuat kita lega, ikhlas, dan ridha atas putusan Allah.
Sebagaimana Allah berfirman: "Maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ma'idah: 13).
Kelima, Perbaiki Niat
Setiap pekerjaan hendaknya diniatkan karena Allah SWT, bukan semata-mata ingin penghargaan dari manusia. Jika inisiatif Anda tidak dihargai, niatkan sebagai amal yang akan Allah balas dengan sebaik-baiknya di akhirat kelak. Rasulullah ï·º bersabda: "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Keenam, Berdoa untuk Atasan
Doakan atasan agar Allah memberikan hidayah dan melunakkan hatinya. Dengan mendoakan kebaikan orang lain, hati kita akan menjadi lebih lapang. Bila ingat masalah itu, bacalah laa haula wala quwwata illa billah hil 'aliyyil adziim.
Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan dari Allah SWT yang maha tinggi lagi maha agung".
Kalimat ini juga dikenal sebagai kalimat hauqalah, yang merupakan salah satu kalimat thayyibah atau kalimat yang bermakna baik dalam Islam.
Keutamaan membaca kalimat ini, di antaranya: mengakui bahwa manusia lemah dan tidak memiliki kekuatan kecuali dari Allah SWT, mengisyaratkan bahwa diri ini hanya bertawakal kepada Allah SWT, memberikan kekuatan baik lahir maupun batin dari Allah SWT, membantu melepaskan beban berat dari pundak, membuat hati merasa lega.
Kalimat ini biasa diucapkan ketika: mendengar adzan, setelah shalat, ketika melihat hal yang menakjubkan, ketika mendapatkan beban berat atau kesulitan seperti di atas, ketika dililit utang, dan ada masalah.
Ketujuh, Dekatkan Diri kepada Allah
Perbanyak ibadah seperti shalat, zikir, dan membaca Al-Qur'an. Ketenangan hati akan tercapai jika kita mendekatkan diri kepada-Nya. Allah berfirman: "Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang." (QS. Ar-Ra'd: 28).
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, hati akan lebih mudah menerima dan melepaskan rasa kecewa, sehingga hubungan dengan atasan tetap harmonis dan pekerjaan menjadi amal yang diridhai Allah SWT.
Kesimpulan
Perbedaan antara gaya kerja yang proaktif dengan kepemimpinan berbasis arahan adalah tantangan umum dalam dunia kerja. Namun, dengan komunikasi yang efektif, empati, dan kesediaan untuk beradaptasi, hambatan ini dapat diatasi.
Pada akhirnya, organisasi yang sukses adalah organisasi yang mampu mengintegrasikan keberagaman gaya kerja menjadi kekuatan kolektif yang saling melengkapi. Dengan begitu, baik atasan maupun bawahan dapat tumbuh bersama menuju tujuan yang sama. NiYu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI