Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Semangat Membara Vs Semangat Menurun di Hari Pertama Sekolah

8 Januari 2025   21:54 Diperbarui: 8 Januari 2025   21:54 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemenang Lomba Berfoto Bersama: Foto Sumbar Kemenag go.id

Hari Pertama Sekolah

Hari ini Senin, 6 Januari 2025 merupakan hari pertama bagi siswaku bersekolah. Namun hari keempat bagi guru..Tanggal 2 Januari rapat dinas pertama Rapat dengan majelis guru di kampus 1 tentang persiapan PBM semester genap TP 2024/2025 dan persiapan Upacara HAB Kemenag pada tanggal 3 Januari 2025.

Adapun hari kedua kami mengikuti upacara HAB Kemenag.

Guru dan Tenaga Pendidik MTsN Padang Panjang Hadiri Upacara HAB Kemenag Ke-79

Guru dan tenaga pendidik dari MTsN Kota Padang Panjang turut menghadiri upacara Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama Republik Indonesia ke-79 pada Jumat, 3 Januari 2025. Acara berlangsung khidmat di MAN 1 Padang Panjang dengan dihadiri berbagai pihak, termasuk pejabat setempat.

HAB mengusung tema “Umat Rukun Menuju Indonesia Emas”, upacara ini menegaskan pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama demi mewujudkan masa depan Indonesia yang gemilang. Para peserta, termasuk guru dan tenaga pendidik, mengenakan seragam putih sebagai simbol komitmen terhadap perdamaian dan dedikasi terhadap tugas mulia mereka.

Selain upacara, kegiatan ini juga dimeriahkan dengan sesi foto bersama yang penuh semangat. Dengan latar belakang spanduk bertema HAB Kemenag ke-79, para guru berpose dengan antusias, mencerminkan solidaritas dan semangat mereka untuk terus memajukan pendidikan.

Peringatan HAB Kemenag ke-79 ini menjadi momen penting bagi insan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama untuk meningkatkan kualitas layanan dan pendidikan. Dengan semangat “Umat Rukun Menuju Indonesia Emas”, mari bersama melangkah menuju masa depan bangsa yang lebih baik!

Usai Upacara Istirahat sambil Foto Bersama: Foto Yusriana Siregar Pahu
Usai Upacara Istirahat sambil Foto Bersama: Foto Yusriana Siregar Pahu

Pada hari Sabtu sebagai hari ketiga guru berdinas kembali. Guru pergi ke Padang untuk mengikuti kelanjutan lomba bidang olah raga. Ada yang menjadi peserta lomba dan sebagai suporter.

Pemenang Lomba Berfoto Bersama: Foto Sumbar Kemenag go.id
Pemenang Lomba Berfoto Bersama: Foto Sumbar Kemenag go.id

Tim Bulu Tangkis Putri Kemenag Kota Padang Panjang, yang diwakili El Adra dan Syifa Kartiwa, kembali meraih posisi Top II Sumbar dalam HAB Kemenag ke-79 tingkat Provinsi Sumatera Barat itu. Setelah berjuang di semifinal melawan tim Kanwil Kemenag Sumbar, mereka harus mengakui keunggulan tim Kemenag Limapuluh Kota di partai final dengan skor 0-2.

El Adra, selaku ketua tim, menyampaikan komitmennya untuk terus berjuang di ajang berikutnya. "Terima kasih kepada Kakankemenag, Ketua DWP, dan seluruh rekan-rekan Official Kemenag Kota Padang Panjang yang telah mendukung perjuangan ini," ungkapnya.

Pertandingan ditutup secara resmi oleh Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil Kemenag Sumbar, H. Edison, yang mewakili Kakanwil. Ia didampingi para Kakan Kemenag dari Limapuluh Kota, Pasaman, dan Padang Panjang.

Dalam sambutannya, Kabag TU memberikan apresiasi kepada seluruh panitia, Kakan Kemenag, dan peserta se-Sumatera Barat atas kontribusi dan semangat selama pelaksanaan acara ini.

Mengabsensi Siswa

Nah, hari Senin, 6 Januari merupakan hari pertama sekolah bagi siswa. Aku pertama masuk di kelas 9F pada pukul 09.30 WIB. Disebut jam ke 3. Satu jam pelajaran 40 menit.

Selama 40 menit ini aku dan siswa kelas 9F melakukan refleksi diri. Pertama aku presensi absensi mereka. Ternyata satu siswa tak hadir, siswa bernama Bintang. Ia termasuk salah satu siswa yang bolos dari asrama pada saat ujian semester 1. Hukaman mereka diskorsing hingga hari ke 2 mulai sekolah agar mereka di rumah bisa dibimbing dan ditanyai orang tua mereka apakah lanjut sekolah?

Bila ingin lanjut tentu harus mematuhi peraturan yang berlaku. Inilah sebagian kecil refleksi diri mereka, "Asrama di MTsN Padang Panjang dikenal sebagai tempat tinggal siswa dengan aturan ketat untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Namun, suatu malam, Bintang dkk nekat melanggar aturan dengan keluar diam-diam melalui pintu jemuran belakang asrama yang terbengkalai.

Berbekal keberanian dan rasa penasaran, mereka menyusuri jalanan sunyi menuju rental PlayStation di depan ISI. Setelah bermain selama satu jam, mereka bergegas pulang. Namun, di perjalanan pulang, nasib buruk menghampiri ketika Ustadz Zul memergoki mereka di simpang delapan.

Keputusan akhir kepala madrasah adalah memulangkan mereka sementara waktu agar dapat merenung dan memperbaiki diri dengan bimbingan orang tua mereka. Meskipun berat, pengalaman ini menjadi pelajaran berharga bagi mereka tentang tanggung jawab dan konsekuensi atas tindakan yang diambil."

Tanpa Bintang di kelas, 40 menit pertama di hari pertama mereka sekolah kami lewati dengan semangat membara. Aku bersama siswa memulai ice breaking dengan senyum manis. Bertanya kabar mereka satu per satu. Bagaimana liburan mereka dan bagaimana kabar orang tua mereka.

Refleksi Diri

Kemudian puas ice breaking mereka diminta mengeluarkan 1 lembar kertas. Mereka mengerutkan dahi. "Star menulis perdana!" Seru salah satu dari mereka. Genta namanya.

Aku biarkan saja. Toh aku suka dengan siswa kritis seperti itu karena sejatinya pembelajaran bahasa Indonesia memang aku tekankan untuk menjadikan mereka memiliki beragam emosi.

Emosi senang, marah, kesal, sedih, simpati, peduli, dan semua itu harus dipancing. Keberanian, kesabaran, kejujuran, dan rasa percaya diri adalah emosi yang harus mereka miliki juga dalam pembelajaran ini agar kelak menjadi skill mereka dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan negara. 

Keberanian untuk membantah, menjawab, menyela, mencoba, kesabaran menghadapi proses, kejujuran dalam berucap dan menuliskan apa yang mereka rasakan. Itu semua membuat mereka kelak percaya diri. 

Mereka pun kelak siap untuk menerima kritik dan apresiasi dari siapapun. Semua itu akan menjadi fondasi penting bagi mereka, tidak hanya dalam pelajaran, tetapi juga dalam kehidupan mereka.

"Nomor 1. Tulislah berapa nilai Bahasa Indonesiamu di rapor pada semester 5 ini!"

"Hah... mudah pertanyaannya," jawab salah satu dari mereka. Kali ini Razik yang berujar.

Aku tersenyum ke arahnya. Lalu mengedarkan pandangan ke seluruh siswa. Nampak wajah-wajah ragu mereka. Tak lama mereka saling tanya jawab.

"Oke. Dalam hitungan 3 antar ke depan, Nak!" Akupun mulai menghitung mundur. 3 2 1. Mereka bersemangat lari ke depan. 4 siswa terlihat ragu. Mereka garuk-garuk kepala. "Kalau lupa, tulis saja lupa!" Seruku sambil menatap mereka.

Kemudian semua kertas terkumpul. Wajah-wajah mereka penasaran. Kantuk dari sisa belajar sebelumnya dengan guru Fikih mereka mulai hilang. Mata mereka membesar. Akupun memilah kertas yang bertulis nilai 94, 92, 90, 88, dan seterusnya. Nilai terendah 83. Namun aku menemukan dua kertas. Satu bertulis tidak ingat dan satu bertulis belum tahu.

"Oke keren. 29 siswa memiliki nilai. Berarti smart. Memiliki empati dan mencintai diri sendiri. Peduli kepada ibu guru. Sedang yang dua lagi nampaknya belum keren karena tak mencintai diri sendiri atau belum peduli akan diri sendiri.

Agar sukses kita  harus tau nilai rapor kita Nak. Bahkan boleh protes. Nilaiku kok rendah?

Kulanjutkan dengan nada yang lebih hangat, “Anak-anak, kalian tahu tidak, mengingat nilai itu bukan sekadar mengingat angka di atas kertas. Nilai itu cerminan usaha kalian, seberapa jauh kalian memahami, dan seberapa peduli kalian pada hasil belajar bahasa Indonesia.

Nilai yang bagus itu membanggakan, tapi nilai yang kurang juga bukan akhir dari segalanya. Yang penting, kalian tahu di mana posisi kalian dan apa yang harus diperbaiki.”

Aku melihat ke dua siswa yang tulisannya membuatku berhenti tadi. “Kalian yang menulis ‘tidak ingat’ dan ‘belum tahu,’ ibu tidak marah, kok. Tapi ibu ingin tahu, apa alasan yang sebenarnya membuat kalian menulis itu? Coba renungkan, Nak! Masak nilai rapor sendiri tak hafal? Gimana mau protes atau mengeritik Bu Guru.

Untuk sukses, kita harus tahu nilai rapor kita. Agar kita tahu kekuatan dan kelemahan kita. Bahkan jika merasa ada yang salah, kalian boleh bertanya, ‘Nilai saya kok rendah, Bu?’ Sebab itu adalah langkah pertama untuk mencintai diri sendiri—mengenali diri, lalu memperbaikinya.”

"Bu, saya tak tahu nilai karena belum terima rapor, Bu!"

"Mengapa, Nak?"

"Saya ikut camp tahfizh, Bu."

"Keren. Jawabku. Izin ma wali kelas,Nak?" Lanjutku bertanya. Ia balas mengangguk. Adapun siswa bernama Baim betul lupa berapa nilai rapornya.

Kita perlu tahu berapa nilai rapor kita karena itu adalah cerminan dari usaha, pemahaman, dan perkembangan kita selama belajar. Dengan mengetahui nilai tersebut, kita bisa mengevaluasi diri—apakah sudah cukup baik belajar atau masih perlu diperbaiki lagi.

Nilai rapor juga membantu kita mengenali kekuatan dan kelemahan, sehingga kita dapat fokus pada hal-hal yang perlu ditingkatkan. Selain itu, dengan mengetahui nilai, kita bisa merasa lebih bertanggung jawab terhadap proses belajar dan memiliki motivasi untuk terus berkembang.

Kalau kita tidak peduli pada nilai rapor kita, itu sama saja seperti berjalan tanpa tujuan. Kita tidak tahu apakah langkah yang kita ambil sudah benar atau masih salah. Ketidakpedulian bisa membuat kita stagnan, tidak berkembang, bahkan kehilangan kesempatan untuk menjadi lebih baik. 

Padahal, nilai rapor bukan hanya angka, tetapi juga alat untuk mengenali diri, memahami kemampuan, dan merancang masa depan yang lebih baik. Dengan peduli pada hasil, kita menunjukkan bahwa kita peduli pada diri sendiri dan ingin sukses di kemudian hari.

"Refleksi dan Harapan: Membentuk Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Lebih Bermakna"

Setelah menasihati mereka tentang pentingnya mengetahui nilai dan mencintai diri sendiri, aku mengarahkan pembicaraan ke pengalaman belajar selama satu semester terakhir. “Nah, sekarang ibu ingin tahu, bagaimana kesan kalian belajar Bahasa Indonesia selama ini? Apa yang menurut kalian menyenangkan, menantang, atau mungkin membosankan? Ibu ingin mendengar dari kalian, karena ini adalah cara kita untuk saling belajar dan memperbaiki.” 

Beberapa siswa mulai mengangkat tangan, menyampaikan pengalaman mereka dengan antusias. Ada yang mengatakan mereka suka materi tentang menulis cerita, ada pula yang merasa terlalu banyak latihan menulisnya, bosan kata mereka.

Setelah mendengar kesan mereka, aku melanjutkan, “Sekarang, ibu juga ingin tahu saran dan kritik kalian untuk semester depan. Apa yang harus ibu perbaiki? Apakah ada metode pembelajaran yang menurut kalian perlu diubah, atau materi yang ingin kalian pelajari lebih dalam?” Siswa-siswa itu tampak bersemangat memberikan masukan. Kali ini aku menyuruh mereka menulis di kertas.

Ada yang menulis lebih banyak diskusi kelompok, ada pula yang berharap materi dikaitkan lebih sedikit dan jangan menulis lagi. Adapula usul menulis tentang kehidupan sehari-hari saja. Aku pun mencatat semua masukan itu dengan serius. Aku menyadari bahwa pembelajaran yang efektif bukan hanya tentang guru mengajar, tetapi juga bagaimana siswa merasa didengar dan dihargai.

Tak terasa pembelajaran selesai di kelas 9F. Akupun lanjut masuk di kelas 9J. Aku menerapkan pola mengajar sama. Di kelas ini yang tidak hadir Ali. Ia pun terkait masalah yang sama dengan Bintang dkk. Cabut di malam hari dari asrama.

Ketika ia diminta menulis refleksi dan kronologi cabutnya, isi tulisan sama dengan Bintang dkk. Sepertinya mereka sepakat menyontek. Di kelas ini ada 12 siswa yang tidak ingat berapa nilai Bahasa Indonesianya di rapor.

Yang membuatku lebih heran adalah fakta bahwa ada 12 siswa di kelas ini yang tidak ingat nilai Bahasa Indonesia mereka di rapor. Bagaimana bisa mereka melupakan hal yang begitu penting?

“Nilai itu bukan sekadar angka, anak-anak. Itu cerminan dari perjalanan belajar kalian selama satu semester, Nak. Bagaimana kalian bisa tidak ingat?” tanyaku sambil menatap mereka satu per satu. Beberapa hanya tersenyum kikuk, sementara yang lain menunduk, seakan menyadari kesalahan mereka.

Aku melanjutkan dengan nada lebih lembut, “Tidak ingat nilai berarti kalian kurang peduli pada proses belajar kalian sendiri. Kalau kalian tidak peduli, bagaimana kalian bisa tahu apa yang harus diperbaiki atau ditingkatkan? Ibu ingin ini tak terulang di SMA/MAM nanti.

Nilai ananda yang dipakai untuk masuk sekolah SMA/MAN, nilai semester 1-5. Begitu juga nanti masuk Perguruan Tinggi Negeri. Nilaimu di SMA/MAN yang dipakai nilai semester 1-5. Nilai semester 6 hanya pelengkap rapor saja. Keadaan ini cukup membuat semangat menurun." Tutupku.

Pun ketika aku sampai di rumah, semangat menurun lagi kala melihat kiriman foto dari detektif kedisiplinan sekolah. Ada siswa di kelasku yang merokok di luar sekolah dan berpacaran. Mereka berfoto. Tanpa mereka sadari foto tersebutpun menyebar.

"Kok Ibu bisa dapat foto itu, gimana ceritanya? Sedangkan saya nggak punya, Bu
Siapa yang kirim ke Ibu?" Begitu pertanyaan siswaku.

Dalam mengawasi siswa dan melaporkan peristiwa untuk menjaga moral, saya memakai seorang detektif yang selalu waspada terhadap setiap perubahan dan perilaku yang mungkin terjadi pada siswa di luar kelas. Sama seperti seorang detektif yang teliti, mereka memperhatikan setiap detail, mendengarkan dengan seksama, dan mencoba memahami situasi yang mungkin dilakukan siswaku di luar kelas.

Dengan demikian, aku dapat mengambil tindakan yang tepat dan memastikan bahwa siswa tidak hanya belajar materi pelajaran, tetapi juga mendapatkan pemahaman tentang nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Hari esok tugas menanti memeroses mereka.

Hari ini semangat membara vs semangat menurun betul terjadi. Esok harus diproses siswa bermasalah tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun