Sederhana Tapi Membahagiakan
Rina dan suaminya, Bayu, menjalani hidup yang berbeda dari kebanyakan orang di sekitarnya. Rumah mereka sederhana saja tanpa perabotan mewah atau teknologi canggih. Namun, senyum mereka tak pernah pudar, bahkan ketika tetangga mereka sibuk membicarakan gaya hidup terbaru.
"Rin, tetangga baru beli kulkas dua pintu, lho," ujar Bayu sambil menyeruput teh hangat yang ia buat sendiri.
"Baguslah Mas, kita kan masih nyaman dengan kulkas kecil ini, Mas." Jawab Rina sambil tersenyum.
Rina dan Bayu mempraktikkan frugal living---hidup hemat dengan memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan. Gaya hidup ini bukan karena mereka kekurangan, melainkan pilihan sadar untuk hidup lebih sederhana dan bermakna.
Pagi itu, mereka pergi ke pasar tradisional. Rina memilih sayur-sayuran segar dan bahan makanan yang cukup untuk seminggu. Tidak ada pemborosan. Mereka membawa kantong belanja sendiri untuk mengurangi penggunaan plastik.
"Bu Rina, nggak mau beli daging hari ini? Diskon lho!" kata penjual daging.
"Tidak, Pak. Masih ada stok di rumah," jawab Rina ramah.
Di rumah, Rina memanfaatkan barang-barang bekas untuk membuat kerajinan tangan. Botol bekas disulap menjadi pot bunga, kain perca menjadi taplak meja. Hasil kreasinya kadang dijual secara online, menambah penghasilan keluarga.
Bayu pun mendukung penuh gaya hidup ini. Ia memilih bersepeda ke kantor daripada membawa motor. Selain hemat, ia juga lebih sehat.
"Hidup itu soal prioritas," ujar Bayu suatu malam. "Kita nggak harus punya segalanya untuk bahagia."
"Iya, aku bahagia hidup seperti ini," jawab Rina seraya tersenyum.
Meski sederhana, hidup mereka penuh makna. Mereka punya waktu lebih untuk berbicara, bercanda, dan menikmati hal-hal kecil yang sering terlewatkan orang lain.
Bagi Rina dan Bayu, frugal living bukan sekadar hemat. Ini adalah cara mereka menghargai apa yang dimiliki dan menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan.***