Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa menulis tidak memiliki aturan baku; setiap orang memiliki sudut pandang dan preferensi masing-masing. Yang terpenting menulis dengan niat tulus dan memberikan nilai bermakna bagi pembaca. Tentu kita punya pembaca yang berbeda dong karena hidup, membaca, Â dan menulis juga bersifat pilihan dan mana suka (arbitrer).
Diary dan Penulis Pemula dalam Aktivasi Bersama Merawat Kompasiana
Bagi penulis pemula, diary tepat sebagai langkah awal yang sederhana namun sangat berarti dalam menulis. Di sekolah juga materi ini ada dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Siswa juga dituntut menulis dalam buku diary mereka.
"Aku adalah anak sulung dari dua bersaudara. Adikku bernama Sakyna Annaja Dyazhra. Kami bedua hanya berselisih empat tahun. Â Sekarang adikku belajar di MI REY kelas 5. Dia anak yang pintar dan selalu mendapat juara 1. Alhamdulillah dari dulu kami selalu saling membantu dan menyayangi.
Kami sekeluarga beragama Islam. Ayahku  rajin sholat ke Mesjid, sedangkan aku, ibu dan adikku sering melakukan sholat berjamaah bersama di Rumah. Sesekali kami juga ikut bersama ayah ke Mesjid. Setelah sholat Magrib kami sering membaca Al-qur’an.
Aku mempunyai cita-cita ingin menjadi  seorang Dokter, Perancang busana dan Pengusaha muda yang sukses. Aku bertekad untuk mewujudkan cita-citaku dengan rajin, giat belajar dan berdo’a. Aku akan berusaha mewujudkan mimpi dan cita-citaku karena aku ingin membanggakan dan membahagiakan orangtuaku.
Aku memiliki hobi yang cukup banyak, diantaranya menggambar, membaca, travelling dan memasak. Ketika menggambar dan memasak aku bisa menuangkan ide-ide dan banyak hal yang ada di dalam pikiranku. Begitu juga ketika membaca dan travelling aku bisa santai, merasa tenang dan terhibur." (Azya Butsania, Kelas 9F)
Melalui diary, mereka dapat menuliskan pemikiran, pengalaman, dan perasaan secara bebas tanpa tekanan dari siapapun. Menulis diary tidak membutuhkan aturan khusus, cukup jujur pada diri sendiri dan biarkan pena bergerak mengikuti alur hati.
Kebiasaan itu melatih keberanian untuk menulis, sekaligus menjadi cara efektif untuk mengasah keterampilan mengolah kata. Kebiasaan itu juga menjadi bagian dari rutinitas di Kompasiana. Mereka diarahkan menulis di kertas dulu lalu ke WA lanjut di platform.
Ketika mereka membandingkan tulisan mereka dengan tulisan guru, sering muncul pertanyaa, "Bagaimana biar Pilihan, Bu?" Padahal mereka dengan memindahkan tulisan biasa mereka ke kompasiana berarti guru membawa tulisan mereka ke level yang lebih tinggi. Mendunia. Ya, level Kompasiana itu level dunia.
Ada Mba Hennie dari Jerman, Bunda Roselina dan Ayaj Tjip dari Australia. Untuk lokal lengkap dari Aceh hingga Papua. Mereka tidak lagi sekadar mencatat di diary, tetapi sudah go untuk dibaca orang lain.