Distribusi zakat sering kali lebih transparan, sedangkan pajak menghadapi tantangan transparansi dalam pengelolaan.
Distribusi zakat cenderung lebih transparan karena prosesnya sering kali dilakukan secara langsung oleh wajib zakat kepada penerima yang berhak atau melalui lembaga zakat terpercaya yang memiliki sistem pelaporan jelas.
Zakat juga memiliki target penerima yang spesifik berdasarkan ketentuan agama sehingga memudahkan pengawasan dalam penyalurannya. Selain itu, akuntabilitas dalam pengelolaan zakat sering didukung oleh kepercayaan umat dan nilai-nilai religius yang melekat pada ibadah tersebut.
Di sisi lain, pajak sering menghadapi tantangan transparansi dalam pengelolaannya. Pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah dialokasikan untuk berbagai kebutuhan negara, sehingga masyarakat tidak selalu mengetahui secara rinci bagaimana dana tersebut digunakan. Bahkan ketika diberi kesempatanpun untuk menelaah transparansi distribusi pajak, warga kurang peduli dan memahami.
Kasus korupsi, inefisiensi, atau ketidaktepatan alokasi anggaran pun sering kali terjadi. Hal itulah yang menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. Oleh karena itu, edukasi perpajakan dan peningkatan transparansi, akuntabilitas dalam pengelolaan pajak menjadi hal yang sangat penting.
Edukasi perpajakan dan peningkatan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan pajak adalah langkah krusial untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.
Dengan pemahaman yang baik, masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya pajak sebagai sumber utama pendanaan negara untuk pembangunan dan pelayanan publik.
Di sisi lain, transparansi dalam penggunaan pajak dan akuntabilitas pemerintah dalam melaporkan alokasi dana pajak dapat mencegah penyalahgunaan serta memastikan manfaatnya dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
Kritik terhadap Sistem Pajak
Pernyataan murid yang menyebut pajak sebagai “uang diambil dari fakir miskin lalu diberikan kepada orang kaya” mengandung kritik terhadap sistem perpajakan yang dianggap kurang adil. Contohnya adalah pajak konsumsi seperti PPN, yang berlaku sama untuk semua orang, sehingga lebih membebani masyarakat berpenghasilan rendah.
Bahkan ketika masyarakat melakukan praktik kredit atau berutang di lembaga bankpun dikenai pajak. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pepatah ini sangat pas menunjukkan ketidaksesuaian penerapan PPN pada masyarakat yang berutang/ kredit di bank. Biasanya ketika nasabah gadai barang di bank, tak pernah dimintai kartu pajak.