Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tabungan Masyarakat Terguncang Akibat Dampak Kenaikan PPN 12%

21 Desember 2024   18:04 Diperbarui: 22 Desember 2024   08:18 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyaknya wajib pajak, khususnya pemilik kendaraan bermotor, yang belum menunaikan kewajibannya membayar pajak diintenskan penarikan pajaknya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius dinas perpajakan, Samsat, dan kepolisian untuk menelusuri kepatuhan pajak.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah mencocokkan data jumlah motor yang diproduksi atau terjual dengan pajak kendaraan motor yang masuk. Ketidaksesuaian antara data tersebut dapat menjadi indikasi banyaknya pelanggaran atau kelalaian dalam pembayaran pajak.

Perlu diambil tindakan yang lebih tegas untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat bayar pajak, bukan buru-buru menaikkan pajak. Seperti pajak listrik dan lainnya. Dengan pendekatan ini, beban tidak sepenuhnya ditimpakan pada masyarakat kecil. Oleh karena itu, meskipun secara teori kenaikan PPN mungkin logis, penerapannya memerlukan pertimbangan lebih matang agar tidak menciptakan dampak negatif yang justru melemahkan ekonomi nasional.

Kembali ke Transaksi Serba Tunai: Repot dan Tidak Efisien

Kembali ke transaksi tunai bukanlah pilihan. Jika masyarakat kembali ke transaksi serba tunai akibat kenaikan PPN dan meningkatnya biaya layanan perbankan, dampaknya akan sangat merepotkan, baik bagi individu maupun sistem ekonomi secara keseluruhan. Transaksi tunai tidak hanya memakan waktu lebih lama, tetapi juga meningkatkan risiko kehilangan uang, pencurian, dan kesalahan hitung.

Bagi pelaku usaha, terutama UMKM, peredaran uang tunai yang tinggi juga berarti mereka harus lebih sering menyimpan uang di tempat aman atau mengandalkan layanan setor tunai ke bank, yang memerlukan waktu dan biaya tambahan. Ini dapat meningkatkan tindak kriminal perampokan dan pencurian.

Selain itu, sistem ekonomi yang serba tunai cenderung kurang transparan dan lebih sulit dilacak, dapat meningkatkan risiko penggelapan pajak dan transaksi ilegal. Dari sisi pemerintah, menjadi tantangan besar dalam memonitor peredaran uang dan menjaga stabilitas moneter.

Transisi kembali ke tunai juga berpotensi melemahkan momentum digitalisasi ekonomi yang selama ini memberikan banyak keuntungan, seperti efisiensi, keamanan, dan kemudahan transaksi. Jadi pemerintah perlu memastikan kebijakan yang diterapkan tidak memicu ketergantungan kembali pada tunai. 

Salah satu langkah dengan menekan biaya transaksi digital, memberikan insentif bagi pengguna layanan perbankan, dan memperluas edukasi tentang manfaat ekonomi digital. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun