Dengan pendekatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat kecil, kebijakan fiskal dan moneter bisa lebih inklusif, memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat tetap dapat menjalankan aktivitas ekonominya tanpa harus mengorbankan stabilitas keuangan mereka.
Kenaikan PPN di tengah daya beli masyarakat yang sudah rendah itu hanya akan memperburuk kondisi ekonomi. Usaha kecil dan menengah kini berjuang untuk bertahan akibat penurunan konsumsi masyarakat sehingga bahkan sebagian sudah tutup.Â
Akibatnya, rantai ekonomi terancam terganggu, karena pelaku usaha akan kesulitan menyesuaikan harga tanpa kehilangan pelanggan. Kebijakan ini seharusnya dikaji ulang untuk memastikan tidak menambah tekanan pada masyarakat dan sektor usaha yang sedang rentan. Misalnya nasi bungkus di Ampera dulunya Rp13.000 sekarang Rp15.000. Begitu juga di restoran, dulunya Rp25.000 sekarang Rp27.000 per sekali makan.
Kenaikan PPN dan Peredaran Uang Tunai yang Makin Kencang
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% bukan hanya berdampak pada tabungan masyarakat kecil, tetapi juga mendorong peningkatan peredaran uang tunai. Dalam situasi ini, banyak orang beralih dari sistem pembayaran digital atau mobile banking ke transaksi tunai untuk menghindari potongan biaya tambahan yang semakin mencekik.
Perilaku ini dipicu oleh kebutuhan masyarakat untuk memaksimalkan setiap rupiah yang mereka miliki, terutama di kalangan menengah ke bawah yang sangat sensitif terhadap perubahan harga dan biaya.
Dampaknya, sistem pembayaran berbasis digital yang selama ini diandalkan untuk efisiensi bisa mengalami stagnasi. Di sisi lain, peredaran uang tunai yang semakin kencang dapat memunculkan tantangan baru, seperti potensi kenaikan inflasi akibat perputaran uang yang tidak terkontrol.
Situasi ini membutuhkan intervensi pemerintah yang bijaksana, seperti menyediakan opsi pembayaran tanpa biaya tambahan, menghidupkan kembali layanan berbasis komunitas seperti koperasi, atau memperkuat sistem wesel pos sebagai alternatif yang ramah biaya.
Jika dibiarkan tanpa solusi konkret, kondisi ini tidak hanya akan melumpuhkan ekonomi digital, tetapi juga memperbesar kesenjangan antara masyarakat yang mampu bertahan dan yang terpaksa mengorbankan stabilitas keuangan mereka. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang seimbang antara penyesuaian fiskal dan perlindungan daya beli masyarakat.
Kenaikan PPN 12% dan Risiko Penarikan Uang Besar-Besaran dari Bank
Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% berpotensi pula memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat menengah ke bawah bisa berujung pada tren penarikan uang besar-besaran dari bank.Â
Ketika biaya hidup semakin tinggi, masyarakat dengan tabungan kecil, terutama di bawah Rp100 juta, cenderung menarik simpanannya untuk memenuhi kebutuhan harian. Selain itu, ketidakpercayaan terhadap sistem perbankan yang dianggap tidak memberikan nilai lebih dalam situasi ekonomi sulit dapat mempercepat peralihan ke transaksi tunai.