Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Utang Pesta Pernikahan: Bahagia di Pelaminan, Sengsara Pas Datang Tagihan

26 November 2024   17:55 Diperbarui: 26 November 2024   18:00 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesta Pernikahan Adik baru-baru ini. Foto Dokumen Pribadi

Utang Pesta Pernikahan: Bahagia di Pelaminan, Sengsara di Tagihan

Pernikahan memang sering kali dianggap sebagai salah satu momen paling sakral dan berharga dalam hidup seseorang. Di Indonesia, pesta pernikahan kerap menjadi ajang untuk menunjukkan rasa syukur, mempererat hubungan keluarga, sekaligus memamerkan kemegahan pesta kepada tamu undangan.

Namun, di balik gemerlapnya lampu pelaminan dan sukacita yang terlukis di wajah pengantin, banyak pasangan muda menghadapi kenyataan pahit: tumpukan utang yang melilit akibat pesta yang terlalu mewah.

Yah, masih terbayang ketika aku menikah 23 tahun lalu. Tepatnya November 2000. Kebiasaan di kampungku. Ada namanya uang mahar buat jemputan. Waktu itu harga emas 300 rb per emasnya. Calonku butuh uang 3 juta untuk memberi mahar. Mahar seberat 25 gram emas.

Akupun membantunya meminjam uang kepada kakak senior 3 juta. Alhamdulillah sukses. Dapat pinjaman. Namun, masalah muncul pada saat jatuh tempo. Tagihan hutang dari kakak senior datang. Aku terpaksa menjual mahar itu. Rasanya mahar itu hanya manipulasi publik.

Budaya Prestise dalam Pernikahan

Budaya kita masyarakat Indonesia sering kali menjadikan pernikahan sebagai simbol status sosial di tengah keluarga besar. Semakin besar mahar dan pesta yang digelar, semakin tinggi pula status keluarga itu.

Apresiasi yang diberikan oleh lingkungan sosial pun heboh. Sayangnya, tekanan ini tidak jarang membuat calon pasangan atau keluarganya memaksakan diri dengan meminjam uang demi memenuhi ekspektasi calon besannnya dan keluarganya sendiri.

Padahal, realitas setelah hari pernikahan tidak semewah hari H itu. Pasangan stelah pernikahan harus menghadapi kehidupan rumah tangga yang memerlukan biaya besar, seperti kebutuhan sehari-hari, tempat tinggal, transportasi, dan tabungan masa depan.

Jika beban finansial sejak awal sudah berat karena hutang, hubungan suami-istri pun bisa terancam. Baru menikah serasa mau bercerai saja karena menikah ternyata tak seindah foto keluarga bahagia di majalah-majalah.

Ada Beberapa Faktor Penyebab Utang Pesta Pernikahan Muncul.

1. Tekanan Sosial Masyarakat Setempat

Keluarga calon pasangan sering merasa malu jika tidak menyelenggarakan pesta besar. Tekanan dari keluarga besar, teman, dan lingkungan sekitar membuat mereka rela berutang demi menjaga gengsi.

2. Kurangnya Perencanaan Keuangan

Banyak pasangan muda tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang pengelolaan keuangan. Tanpa perencanaan yang matang, biaya pesta bisa membengkak melebihi anggaran yang ada.

3. Penyedia Jasa Pernikahan yang Mahal

Vendor pernikahan, mulai dari dekorasi hingga katering, sering mematok harga tinggi. Pasangan yang ingin mengikuti tren terkini cenderung memilih paket premium tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial mereka.

4. Cicilan dan Kredit Konsumtif

Beberapa orang memanfaatkan kartu kredit atau pinjaman dari bank untuk membayar biaya pesta. Meskipun terlihat praktis, bunga yang tinggi bisa menjadi beban berat di kemudian hari.

Dampak Jangka Panjang Bagi Pasangan

Utang akibat pesta pernikahan dapat membawa dampak serius bagi pasangan.

Krisis Keuangan Keluarga: Pengeluaran rumah tangga menjadi tidak terkendali karena sebagian besar pendapatan habis untuk membayar utang.

Stres dan Konflik dalam Pernikahan: Beban utang sering memicu pertengkaran antara pasangan, bahkan berujung pada perceraian.

Hilangnya Peluang Finansial: Uang yang seharusnya diinvestasikan untuk pendidikan, bisnis, atau tabungan menjadi habis untuk melunasi utang.

Mengubah Paradigma tentang Pernikahan

Mengubah paradigma tentang pernikahan penting. Agar terhindar dari jeratan utang. Pasangan muda perlu mengubah cara pandang mereka terhadap pesta pernikahan. 

Pernikahan yang sukses bukan ditentukan oleh besar kecilnya pesta, besar kecilnya mahar tetapi oleh kualitas hubungan dan kesiapan pasangan untuk membangun rumah tangga.

Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:

1. Tetapkan Anggaran Realistis

Sesuaikan konsep pernikahan dengan kemampuan finansial. Tidak perlu memaksakan diri untuk mengikuti standar sosial yang tidak relevan. Kapan perlu gabung pesta kedua pasangan untuk menghemat biaya.

2. Pilih Prioritas

Fokuskan pada aspek yang benar-benar penting, seperti kebutuhan tamu undangan dan kenyamanan keluarga. Kurangi pengeluaran untuk hal-hal yang bersifat sekunder. Misalnya harga baju yang terlalu mahal. Mahar yang besar.

3. Komunikasikan dengan Keluarga

Jika keluarga memiliki ekspektasi tinggi, diskusikan keterbatasan finansial secara terbuka. Jelaskan bahwa pernikahan adalah awal dari perjalanan hidup, bukan titik akhir kebahagiaan.

4. Manfaatkan Tabungan, Hindari Utang

Mulailah menabung jauh-jauh hari untuk mempersiapkan biaya pernikahan. Hindari mengambil pinjaman, terutama dengan bunga tinggi.

5. Gunakan Konsep Pernikahan Sederhana

Tren pernikahan intim atau intimate wedding kini semakin diminati. Selain lebih hemat, konsep ini memungkinkan pasangan lebih fokus pada esensi pernikahan itu sendiri.

Baru-baru ini ada pula kejadian pilu pasangan tetanggaku. Pernikahan dokter Irvan dan dokter Dewi yang semula direncanakan menjadi momen bahagia justru harus batal karena kendala mahar. Keluarga Dewi di Sumatera Utara meminta mahar sebesar 300 juta rupiah.

Karena dianggap terlalu besar oleh pihak Irvan di Sumatera Barat. Mahar tersebut dinilai menjadi beban berat meskipun Irvan sebenarnya sudah mempersiapkan diri secara matang untuk membangun rumah tangga. 

Perbedaan pandangan tentang mahar ini akhirnya memicu ketegangan antara kedua keluarga hingga kesepakatan untuk melanjutkan pernikahan tak lagi tercapai. Irvan akhirnya menikahi Virjinia tetangga kami. Juga dokter.

Kasus ini menunjukkan bagaimana tradisi di suatu daeeah dan ekspektasi keluarga bisa memengaruhi hubungan pasangan, bahkan di kalangan profesional seperti dokter Irvan dan dokter Dewi. Mereka dijebak dan dipisah oleh adat istiadat.

Meskipun mahar sering dianggap simbol penghormatan dalam budaya tertentu, jumlah 300 juta, terlalu besar bagi keluarga dokter Irvan. Meskipun mahar itu nantinya dibawa Dewi ke rumah suaminya.

Namun, keluarga dokter Irvan tak sanggup untuk berutang. Apalagi ia dan dua adiknya sudah banyak mengeluarkan uang untuk biaya pendidikan mereka.

Mahar 300 juta dapat menimbulkan kesan materialistik pula dan mengancam harmonisasi antar keluarga. Pada akhirnya, nilai pernikahan sebagai ikatan kasih sayang justru tergerus oleh tuntutan yang tidak semua pihak mampu penuhi.

Kesimpulan

Pesta pernikahan yang megah memang memikat, tetapi kebahagiaan sejati terletak pada kehidupan setelah hari pernikahan itu sendiri. Jangan sampai euforia sesaat di pelaminan membuat pasangan harus menghadapi sengsara akibat tagihan yang menggunung. 

Bahagia membawa sengsara harus dihindari. Dengan perencanaan yang bijak dan keberanian untuk menolak tekanan sosial, pasangan bisa memulai rumah tangga dengan fondasi yang kuat iman dan taqwa, tanpa bayang-bayang utang.

Bagaimana dengan Anda? Apakah pesta pernikahan besar masih menjadi impian, atau justru Anda lebih memilih kebahagiaan yang sederhana namun berkesinambungan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun