Ini bisa membuat korban merasa bersalah atau ragu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Pelaku gaslightingpun diberi lagi kesempatan dan kesempatan. Kekerasan pun terjadi seperti orangtua yang membalas dendam kepada guru dan teman pelaku gaslighting.
4. Menggunakan Humor untuk Mengaburkan Penyakit Emosional
Beberapa murid laki-laki pun saat ini menggunakan humor atau sarkasme sebagai alat untuk menyembunyikan bentuk manipulasi mereka. Contohnya, setelah melakukan tindakan yang menyakiti teman, mereka bisa berkata, "Itu kan cuma lucu-lucuan. Kamu terlalu serius menanggapinya."Â
Dengan menganggap remeh perasaan orang lain, mereka mendorong korban untuk mempertanyakan apakah reaksi mereka sudah tepat, atau apakah mereka terlalu sensitif terhadap hal-hal kecil sesuai candaan pelaku gaslighting tersebut.
5. Isolasi Sosial dalam Grup Teman
Pelaku gaslighting di antara murid laki-laki juga dapat mencoba mengisolasi korban dari kelompok teman mereka. Misalnya, seorang murid berkata kepada teman sekelasnya, "Semua orang di kelas ini tidak suka padamu," atau "Kamu memang nggak pernah diajak main karena kamu aneh." Pernyataan ini bisa memicu rasa tidak aman dan ketergantungan sosial, membuat korban merasa tidak layak mendapatkan dukungan dari teman-temannya.
6. Membuat Korban Meragukan Bakat atau Keterampilan Mereka
Dalam beberapa kasus, murid laki-laki dapat menggunakan gaslighting untuk menurunkan rasa percaya diri temannya dalam konteks akademis atau ekstrakurikuler. Misalnya, setelah temannya mendapatkan nilai bagus atau memenangkan kompetisi, pelaku gaslighting berkata, "Itu cuma kebetulan, kok," atau "Kamu pasti cuma beruntung."Â
Dengan begitu, pelaku membuat korban meragukan bakat dan kerja keras mereka sendiri, meskipun mereka sudah mencapai prestasi tertentu.
7. Memutarbalikkan Cerita saat Terjadi Konflik
Ketika terjadi konflik di antara murid laki-laki, sering kali ada kecenderungan bagi pelaku gaslighting untuk memutarbalikkan cerita agar mereka terlihat sebagai pihak yang benar. Misalnya, setelah bertengkar, pelaku bisa mengatakan, "Kamu yang mulai duluan," atau "Semua orang tahu kamu yang selalu cari masalah."
Ini membuat korban merasa bingung tentang apa yang sebenarnya terjadi, terutama jika banyak saksi yang diam atau mendukung pelaku. Tak ada yang menyelesaikan kasusnya.
8. Menggunakan Media Sosial untuk Gaslighting
Selain di lingkungan sekolah, gaslighting juga bisa terjadi di media sosial, yang sering digunakan oleh murid laki-laki untuk mengontrol persepsi orang lain. Pelaku mungkin mengubah narasi atau menyebarkan informasi palsu di platform seperti WhatsApp atau Instagram, membuat korban merasa tertekan dan malu di depan teman-teman mereka.